Renungan Harian
18 Juli 2021
Minggu Biasa XV
Bacaan I: Yer. 23: 1-6
Bacaan II: Ef. 2: 13-18
Injil: Mrk. 6: 30-34
HARI itu matahari sudah condong ke barat, ketika saya dan Fr. Puspo memasuki halaman Novisiat Girisonta. Ada perasaan gembira, bahagia dan bangga, ketika saya menapaki jalan di halaman novisiat, karena dengan itu saya dan Fr. Puspo menyelesaian 10 hari peregrinasi kami (berjalan dengan meminta-minta).
Ketika memasuki rumah novisiat, saat berjalan menuju kamar Romo Magister, romo dan bruder yang melihat kami memberi tepuk tangan.
Wah, rasa gembira meluap dalam diri saya. Sebagaimana aturan novisiat, saya hanya tersenyum dan jalan menunduk menuju kamar Romo Magister.
Saat kami dipersilahkan masuk ke kamar Romo Magister, beliau tersenyum dan memberi ucapan selamat.
wah semakin bahagia, karena Romo Magister amat jarang tersenyum.
Pada saat itu, beliau berpesan dengan sangat agar kami tidak menceritakan apa pun juga pengalaman peregrinasi kepada teman-teman novis.
Tetapi diminta untuk berefleksi atas pengalaman peregrinasi itu.
Padahal dalam diriku ada begitu banyak cerita menarik, lucu dan mengharukan selain cerita kebanggaan saya bisa menyelesaikan peregrinasi ini.
Saya yang selalu dianggap lemah, sakit-sakitan dan gak akan mampu menyelesaikan, ternyata bisa.
Saat makan malam, saya bertemu dengan teman-teman novis mereka memberi ucapan selamat dan bertanya banyak hal tentang pengalaman saya.
Tetapi saya menjawab seperlunya. Agar saya tidak terjebak untuk menceritakan pengalaman peregrinasi saya.
Pada awalnya saya agak sedikit kecewa, karena saya ingin berbagi kebanggaan dan kebahagiaan dengan teman-teman novis.
Dalam perjalanan refleksi yang didamping Romo Bas Sudibyo SJ, pada permulaan saya diminta menceritakan semua pengalaman kegembiraan, syukur, kebahagiaan, kebanggaan dan semua yang ingin saya ceritakan.
Tetapi kemudian diajak untuk melihat tujuan dari peregrinasi ini.
Tujuan peregrinasi bukan menunjukkan bahwa saya mampu menjalani atau membuktikan bahwa saya hebat.
Tetapi untuk belajar bergantung pada penyelenggaraan ilahi.
Saya diajak untuk melihat pengalamanku akan Tuhan selama menjalani peregrinasi ini.
Dengan refleksi aku menemukan bahwa ternyata aku bukan sehebat yang saya pikirkan, ternyata kebanggaanku itu tidak berguna.
Aku menjadi sadar tanpa Tuhan aku pasti tidak akan mampu, dengan kondisi kesehatanku, dengan berbagai kelemahan dalam diriku pada saat itu sudah pasti tidak akan bisa menyelesaikan.
Aku menyadari ternyata aku mengalami mukjizat besar selama peregrinasi yang pada saat itu tidak kusadari.
Aku yang pada saat itu tidak bisa makan makanan yang keras dan pedas ternyata selama peregrinasi aku bisa makan apa pun dan tidak mengalami masalah apa pun.
Dengan seluruh refleksi aku menemukan bahwa kalau aku sungguh mau mengandalkan penyelenggaraan ilahi, Tuhan tidak akan meninggalkan aku.
Buah-buah refleksi itu yang kemudian kuendapkan agar menjadi bekal dalam perjalananku selanjutnya.
Aku bersyukur, bahwa pada saat itu aku dilarang untuk menceritakan pengalamanku kepada teman-teman novis.
Andai aku tidak dilarang sudah pasti saya tersesat dari tujuan peregrinasi yang kujalani. Aku akan terpukau dengan kegembiraan dan kebanggaanku, aku akan terjebak dengan kehebatanku sehingga lupa peran Tuhan dalam perjalanan peregrinasiku.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Markus, para murid Yesus yang baru pulang menjalani pengutusan diajak menyingkir ke tempat yang sunyi agar tidak terjebak dengan kebanggaan dan kegembiraan melihat hasil pengutusan yang dijalaninya.
“Marilah kita pergi ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian dan beristirahatlah sejenak.”
Bagaimana dengan aku?
Adakah aku menyediakan waktu bagiku untuk merefleksikan dan mengendapkan pengalamanku?