SEJUMLAH lingkungan di Paroki Santa Maria Bunda Kristus Wedi, Kabupaten Klaten, di awal bulan November 2017 lalu telah menggelar Perayaan Ekaristi peringatan arwah orang beriman atau Misa Sadranan di makam Ngendegan, Kelurahan Pandes, Wedi.
Umat Lingkungan Santo Fransiscus Xaverius Pandes menggelar Perayaan Ekaristi peringatan arwah orang beriman di makam Dukuh Ngendegan, Desa Pandes pada Jumat (10/11/2017) sore. Misa Sadranan dipimpin oleh Rama Paulus Agung Wijayanto SJ yang sekarang berkarya di Paroki Santo Isidorus Sukorejo, Kendal.
Dalam homili, Rama Agung Wijayanto yang asli ‘putera daerah’ dari Karangrejo – Wedi mengatakan, cinta kepada sesama, terlebih kepada keluarga, tidak terputus hanya karena kematian. Karenanya, meski mereka sudah meninggal dunia, tetapi jenazahnya haruslah “diperlakukan” selayaknya manusia.
“Janganlah jenazah itu lalu dikubur cepat-cepat (dalam hitungan beberapa jam setelah meninggal). Jangan “dipaksakan” jenazah harus dimakamkan pada hari itu juga (meski meninggalnya malam hari). Atau, jenazah tidak boleh “bermalam”, dan sebagainya. Kita tetap perlu menghormati orang yang sudah meninggal itu secara pantas. Ini adalah wujud implementasi dari budaya cinta atau peradaban kasih yang saat ini sedang dikembangkan di Keuskupan Agung Semarang,” kata pastor Jesuit cucu keluarga besar Tjokroatmadja asal Karangrejo – Wilayah St. Yusup Jagalan.
Dalam homili, rama yang memiliki leluhur yang juga dimakamkan di Makan Ngendegan itu menyampaikan, mendoakan arwah adalah tradisi yang baik. “Mereka yang sudah meninggal itu pasti telah berbuat baik kepada keluarga dan sesamanya. Maka, marilah kita lanjutkan kebaikan mereka. Kita doakan mereka, agar jiwa mereka dapat bersatu dengan Allah,” ujar rama.
Usai Ekaristi, umat berdoa dan menabur bunga di makam saudara mereka yang dimakamkan di tempat itu. Selanjutnya, mereka beramah-tamah sambil menikmati hidangan makan dan minum yang telah disediakan.
Sedang di Lingkungan Santo Agustinus Tosadu, Paroki Wedi, Perayaan Ekaristi peringatan arwah orang beriman diadakan di makam Dukuh Tosadu, Desa Towangsan, Kecamatan Gantiwarno pada Rabu (15/11/2017) sore. Misa Sadranan dipimpin Rama Rosarius Sapto Nugroho Pr yang sekarang berkarya di Paroki Santo Petrus Kanisius Wonosari, GunungKidul.
Dalam homili, rama kelahiran Turen – Lingkungan Tosadu ini menyampaikan, relasi cinta di antara keluarga tidak mudah dihapuskan atau diputuskan, meski mereka sudah meninggal dunia. Begitu pula cinta Tuhan kepada manusia. “Karena itu, sebagi wujud dari relasi cinta tersebut, kita perlu mendoakan arwah sesama kita. Agar kelak, kita juga disatukan lagi dalam kepenuhan cinta di sorga,” kata rama.