“Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasehatmu engkau telah mendapatnya kembali.” (Mat 18,15)
ADA bayak kasus terjadi berkaitan dengan soal teguran. Seorang pemuda berusia 21 tahun nekat menghabisi seorang prajurit TNI, karena dirinya sakit hati lantaran ditegur korban saat ugal-ugalan di jalan raya. Di Bekasi, seorang pria membacok tetangganya hingga tewas, karena ditegur berkait dengan suara bising sepeda motor. Seorang sopir taxi ngamuk-ngamuk dan marah karena ditegur oleh koalisi pejalan kaki, berkaitan dengan tindakannya memarkir kendaraan di trotoar. Beberapa kasus ini merupakan bagian dari sekian banyak kasus yang selalu terjadi berkaitan dengan sebuah teguran.
Banyak orang tentu pernah mengalami situasi seperti ini, yakni mendapatkan teguran dari orang lain. Orang mendapatkan teguran dari orang lain karena sikap dan perilakunya yang melanggar aturan atau ketentuan yang ada di dalam kehidupan bersama; karena sikap dan perilakunya yang mengganggu, merugikan dan membahayakan keselamatan orang lain; karena sikap dan perilakunya lebih dikuasai oleh keinginan dan kesenangannya sendiri serta tidak peduli terhadap kepentingan orang lain. Mereka mendapatkan teguran langsung atau tidak langsung dari korban atau orang-orang yang terganggu, terancam dan dirugikan.
Sementara orang tidak mudah untuk menerima teguran dari orang lain. Mereka cenderung untuk membela diri dan membenarkan dirinya dengan berbagai alasan; mereka tidak mau disalahkan dan cenderung menyalahkan orang lain. Kalau tidak mampu membela diri dengan alasan yang rasional, mereka cenderung mempergunakan kekerasan dan kekuatan otot atau fisik. Bahkan perasaan dan hati nuranya telah tumpul dan dikuasai oleh rasa benci, sakit hati dan dendam kesumat, yang mendorong mereka untuk balas dendam. Perasaan dan hati nurani nampaknya sudah tidak berfungsi lagi untuk menjadikan mereka sebagai pribadi yang rendah hati dan terbuka; bersedia mengakui dan menerima kesalahan yang diperbuat. Betapa banyak barisan orang yang kecewa, sakit hati, memendam dendam dan kebencian, karena mereka pernah ditegur oleh atasan, rekan kerja dan orang lain.
Kenyataan seperti inilah yang membuat banyak orang cenderung diam dan tidak peduli terhadap tindakan jahat; tidak berani untuk menegur orang yang bersalah, karena tidak mau ambil resiko dan menanggung akibat yang bisa muncul di kemudian hari; takut dianggap sok suci dan sok benar. Akibatnya kesalahan dan kekeliruan terus berlangsung dan terus menerus terulang kembali.
Peristiwa dan pengalaman apa yang selama ini terjadi di dalam diriku berkaitan dengan soal ditegur orang lain dan menegur orang lain? Berkah Dalem.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)