BERSAMA rombongan peziarah dari Wilayah Sesilia Paroki St. Yakobus Kelapa Gading, Jakarta Utara, kami bertolak meninggalkan Jakarta, Sabtu siang tanggal 3 Desember 2011. Tujuan perjalanan kami adalah berziarah mengunjungi Bunda Maria di Gua Lawangsih.
Lokasi peziarahan Gua Maria Lawangsih ini terdapat di kawasan Pegungungan Menoreh. Tepatnya di
Dusun Patihombo, Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Secara administratif, Gua Maria Lawangsih ada dalam jurisdiksi pengelolaan Paroki Santa Maria Tak Bernoda, Nanggulan.
Sebelum meneruskan perjalanan ke Gua Maria Lawangsih, kami menyempatkan diri mampir sejenak di Gereja Nanggulan. Rombongan kami ingin sedikit kula nuwun dengan Romo Paroki yakni Romo Sapta Margana Pr dan melihat dari dekat Gereja Nanggulan yang berlindung di bawah naungan Santa Maria Tak Bernoda.
Ganti kendaraan kecil
Saking menanjaknya lokasi Gua Maria Lawangsih, maka tak ada pilihan harus ganti dengan kendaraan yang lebih kecil. Bus besar tidak bisa mencapai lokasi, karena badan jalan kecil dan tekstur jalan yang berkelok-kelok dan naik turun secara tajam.
Tak usah cemas dengan kondisi jalan, karena secara umum kondisi jalan menuju Gua Maria Lawangsih bagus. Perjalanan dengan kendaraan kecil menempuh jarak sepanjang 11 km kami tempuh kurang lebih setengah jam.
Setiba di sana kami dikejutkan dengan kealamian dari tempat ini. Patung besar Bunda Maria yang terkatup tangannya dalam posisi berdoa berada tepat di gua yang dihiasi dengan stalaktit asli. Dari stalaktit-stalaktit itu meneteslah cucuran air segar yang kemudian ditampung di sebuah gentong dan menjadi “air suci”.
Di belakang patung Bunda Maria, ada sumber air yang mengalir cukup deras, mengingatkan rahmat Tuhan yang tiada henti terus mengalir bagi umat manusia. Yang lebih menarik lagi, di sudut kanan gua, ada sebuah lorong berliku memanjang sekitar 15 meter, yang dijadikan tempat berdoa bagi para peziarah.
Tempatnya sunyi, adem dan tenang menjadikan tempat doa dan samadi yang sangat ideal. Rombongan kami pun berdoa bersama di tempat ini dengan berdoa rosario. Sebagian rombongan kami bersaksi bahwa mereka mengalami sentuhan yang sangat mendalam di dalam doanya.
Bekas gua hunian kelelawar
Sesungguhnya Gua Maria Lawangsih ini semula bernama Gua Lawa (Gua Kelelawar) dimana ribuan kelelawar biasa berteduh dan beterbangan di sekitar tempat itu. Para petani biasa pula mengumpulkan kotoran kelelawar untuk pupuk bagi tanaman mereka. Namun sejak tahun 2010, tepatnya 25 Mei, tempat itu telah secara resmi menjadi tempat doa dan tempat ziarah.
Adalah Bapak Theodolus Supino yang amat berjasa memberikan tanahnya bagi tempat peziarah umat katolik di seluruh Indonesia ini. Dengan demikian ada satu lagi tempat ziarah baru di kota Yogjakarta yang layak dan pantas diziarahi, dan tempat ziarah ini menambah deretan panjang tempat ziarah lain yang telah lebih dahulu ada.
Adapun mengenai nama, disepakati tetap ada unsur kata dasar Lawa, namun kemudian mempunyai arti baru, kata itu adalah Lawang yang mempunyai arti pintu. Sementara sih atau asih mempunyai arti rahmat atau berkat. Dengan demikian Gua Maria Lawangsih diharapkan menjadi pintu rahmat atau pintu berkat bagi para peziarah dan pendoa yang hadir di tempat ini serta masyarakat di sekitar tempat ini.