BAPERAN. BAcaan PERmenungan hariAN.
Senin, 2 Agustus 2021.
Tema: Ulur tanganmu
- Bacaan Bil. 11: 4b-15.
- Mat. 14: 13-21.
LAPAR dan dahaga adalahpengalaman sehari-hari. Di saat-saat itu, tentu berharap ada yang memberi atau pun bisa menikmati yang dia punya.
Gerakan hati untuk memberi selalu muncul, ketika kita melihat penderitaan dan kelaparan.
Itulah benih ilahi dalam diri.
Musa membela umat-Nya di hadapan Yahwe. Solidaritas dan empati muncul dari hati yang berbelas kasih.
Rasa keadilan pun bergema untuk mereka yang kecil, miskin, lemah dan menderita. Maka Musa mengajukan keberatan atas penderitaan umat-Nya, ay 13b-15.
Yesus berbelas kasih, ay 14.
Berbelas kasih minimal memberi, membantu dan melayani. Ia mengajari para murid dan kita untuk memandang dan bertindak dengan belas kasih. Itulah artinya menjadi seorang Kristiani.
Kita diajari dan percaya ukuran yang kita pakai untuk memberi, membantu dan melayani akan diterapkan kepada kita juga.
Ukuran yang kita digunakan pada sesama, memberi, membantu dan melayani akan diberlakukan juga pada kita di surga.
Hati baik orang desa
Suatu pengalaman yang sangat mengagumkan, saat saya mengunjungi salah satu kampung permukiman orang-orang Dayak di Kalimantan.
Dalam sebuah perjalanan ke Balikpapan, di daerah pinggir hutan, Grogot, dengan motor tril, saya merasa capai.
Saya mampir di rumah seseorang yang tidak saya kenal.
Rumahnya rumah panggung dan di sampingnya ada warung kecil.
“Abah, permisi dan maaf. Mau numpang istirahat sebentar,” kataku.
“Silahkan tidak apa-apa. Mau kemana,” tanya tuan rumah.
Saya lalu menyebut suatu daerah. “Mau ketemu saudara,” jawabku.
“Oh… sendirian ya? Aman daerah sini.”
“Iya Abah.”
Tak ada 10 menit saya duduk beristirahat, tiba-tiba ibu pemilik rumah sudah langsung memberi saya kopi
“Aduh tidak usah repot-repot Mak. Saya hanya mau istirahat sebentar. Cape.”
“Oh, tidak apa-apa, hanya kopi. Di sini, kami menganggap semua yang mau mampir ke rumah kami, itu saudara kami. Kami harus memberi sesuatu. Apalagi dalam perjalanan.”
“Oh, gitu ya Mak. Terimakasih.”
Tidak beberapa lama kemudian, Si Mak datang lagi memberi saya sepiring ubi rebus.
Saya kaget, padahal saya tidak minta.
“Mak, kenapa repot-repot. Sudah cukup kopi saja,
Mak.”
Dengan tenang memberikan kepadaku.
Lagi mak itu berkata, “Tidak apa-apa. Siapa pun yang datang ke rumah kami, itu saudara kami. Kami memberi makan apa yang kami punya.”
Saya melihat sepiring ubi rebus dan kemudian tanpa ragu langsung mulai menyantapnya.
“Oh, gitu ya Mak. Kenapa Mak dan Abah mau melakukannya?”
Dengan tenang, si bapak menjawab. “Di sini kami hidup tergantung dengan alam. Kami makan apa adanya yang kami tanam. Di sini kadang uang tidak berarti. Kami bersaudara semua. Kami selalu memberi kepada saudara yang lain, bila mereka tidak punya. Kami punya hanya beras, sayur-sayuran yang ditanam. Kami menanam singkong. Mereka pun bisa ambil untuk kebutuhan keluarga mereka.
“Hebat Abah. Kenapa punya pandangan demikian?”
“Kami itu bersaudara. Kami tergantung dari alam. Kami hanya mengambil, menanam apa yang kami butuhkan saja.”
Saya mengalami belas kasih. Seorang asing menerima saya dengan baik, tanpa curiga.
Akhirnya tempat ini menjadi pos pemberhentian saya, bila kemudian hari juga berkunjung.
Tentu saya tidak lupa membawa yang mereka butuhkan, terutama garam, ikan asin dan beberapa makanan kecil seperti roti Marie Regal.
Mereka mempunyai anak kecil.
Terharu menerima kebaikan.
Kebaikan mereka mengikat tali persaudaraan. Saya lalu dianggap saudara. Aman, tidak ada yang mengganggu, kalau saya menyebut nama keluarga ini dalam perjalanan.
Saya diminta mampir lain kali.
Berbagi itulah ketulusan hati. Berbagi selalu merupakan ungkapan kebaikan, ketulusan dan persaudaraan.
Kebaikan itu berdaya pikat. Menggugah kesadaran, menebar; menjadi magnit, daya tarik bagi orang-orang di sekitarnya.
Yesus, mengajari gerakan hati berbagi adalah ungkapan hati Allah sendiri. Hati-Nya yang berbelas kasih. Juga keadilan Allah yang bertindak.
Ia juga mengisyaratkan sebagai perilaku ya akan menjadi dasar pengadilan kita.
Tuhan, ajari dan bentuklah kami kami seturut Sabda-Mu. Amin.