Selasa, 1 Maret 2022
- 1Ptr. 1:10-16.
- Mzm: 98:1.2-3ab.3c-4.
- Mrk. 10:28-31.
PELAYANAN akan terjadi, bila seseorang bekerja bukan sekedar untuk mendapat upah atau ada pamrih dari pelayanan yang dilakukan.
Pelayanan yang sejati merupakan persembahan diri seseorang untuk memberi hatinya kepada Tuhan melalui orang lain yang mereka layani. Bukan untuk memanjakan sesamanya, tetapi untuk membangun kehidupan bersama supaya menjadi lebih baik.
“Alangkah baiknya jika gereja memberikan tanda terima kasih kepada para ketua umat yang sudah lama melayani,” kata seorang bapak.
“Seorang pelayan di Gereja itu, bekerja siang malam dalam tugas pelayanan kepada umat. Semua pengurus gereja itu menjadi perwakilan pastor paroki di lingkungannya. Maka, perlu diberi penghargaan,” lanjutnya.
“Jadi ketua RT saja sekarang ini digaji, mengapa gereja tidak mencontoh hal itu?” ujarnya.
“Jika tidak bisa membayar dengan uang, minimal dengan memberi penghargaan. Gereja jangan hanya menuntut umat, tetapi hendaknya punya perhatian kepada umat,” sambunganya lagi.
“Sejak dulu kami punya keyakinan bahwa mengikuti Yesus, tidak ada tuntutan upah dari pengikut-pengikut-Nya,” sahut bapak lainnya.
“Pelayanan itu adalah ungkapan penyerahan diri seutuhnya dan apa adanyalah kepada Tuhan Yesus, secara sukarela tanpa paksaan,” katanya lagi.
“Karena ini dilakukan dengan senang hati dan sukarela tidak ada seorang pengikut pun yang berhak untuk menuntut upah dari apa yang telah dikerjakannya,” ujarnya.
“Namun demikian Tuhan akan memberikan upah kepada umatnya, ukuran dan bentuk upah hanya ada pada Yesus dan Bapa. Siapa pun di dunia ini tidak mampu menjawab, ukuran upah seperti apa yang dimaksudkan Yesus dan Bapa ini,” sahutnya lagi.
“Yesus menghendaki, agar “upah” tidak menjadi sasaran, fokus atau motivasi utama di dalam mengikut Dia. Karena jikalau upah yang menjadi sasaran utama para murid-murid di dalam mengkuti-Nya, maka arti dan kedudukan Yesus sebagai seorang yang diikuti akan dilupakan,” lanjutnya lagi.
“Akhirnya, bukan peran dan kehendak Yesus yang diikuti, melainkan mengharapkan upahnya yang menjadi tujuan dalam menghidupi kemuridan Tuhan kita Yesus Kristus,” sambungnya lagi.
“Gereja itu kita semua, dari hirarki sampai kamu awam. Maka, jika kita melayani dalam aneka kegiatan Gereja, kita melayani orang lain dan juga diri kita sendiri. Maka terasa aneh, jika kita memberi penghargaan untuk diri sendiri,” katanya.
Dalam bacaan Injil kita dengar demikian,
“Jawab Yesus: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya.
Orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat, rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal.”
Mengikut Yesus tetap ada risikonya yang harus diterima yaitu menghadapi berbagai kesukaran dan mungkin penderitaan.
Akan tetapi semua itu tidak akan sia-sia bila kita bersedia membuka hati dan berpegangan erat pada pesan dan janji Tuhan Yesus yaitu bahwa kita akan menerima kebahagiaan dalam hidup yang kekal.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku menjadikan upah sebagai fokus pelayananku?