Puncta 18.06.22
Sabtu Biasa XI
Matius 6: 24-34
KETIKA kita mengalami ketakutan atau kekawatiran terhadap sesuatu sebenarnya kita sedang diperbudak oleh suatu yang kita kawatirkan itu.
Kita dikuasai oleh ketakutan. Perasaan itu kemudian menyuruh kita untuk tidak melakukan hal yang semestinya baik kita lakukan.
Suatu kali saya pernah mengabdi kepada ketakutan. Saya sangat dikuasai oleh ketakutan itu sehingga dia memerintah saya untuk tidak pergi melakukan pelayanan.
Ketika bertugas di Ketapang, ada aneka macam ketakutan; takut cuaca buruk, hujan deras, jalan licin dan berlumpur, jatuh di sungai.
Ada pula takut kekurangan, sendirian, takut gagal, takut terhadap aneka kesulitan.
Kekawatiran itu adalah olah pikiran yang terlalu dilebih-lebihkan. Sebagian besar kekawatiran itu tidak terjadi.
Apa yang ditakutkan kebanyakan hanyalah fatamorgana. Namun di dalam pikiran dia berusaha menguasai dan melumpuhkan kita.
Di satu pihak saya harus mengabdi kepada Tuhan, tetapi di pihak lain saya dikuasai oleh ketakutan dan kekawatiran.
Ketika saya tidak melakukan pelayanan, saya sedang mengabdi pada ketakutan. Tetapi ketika saya berani membuang ketakutan, saya dikuasai gairah untuk melayani Tuhan.
Jujur saja kadang saya masih mengabdi dua tuan; mamon yang berupa ketakutan dan Tuhan yang berupa perutusan.
Dalam perikope ini saya disadarkan oleh sabda Yesus, “Tak seorang pun dapat mengabdi dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain.
Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”
Mamon tidak harus berupa harta kekayaan. Kekawatiran yang membelenggu, ketakutan yang menguasai juga bisa menjadi Mamon.
Kita dikuasainya sehingga kita tidak setia kepada Allah. Kita mengabaikan tugas perutusan-Nya karena kita lebih takut pada pikiran kita sendiri.
Pertanyaan pertama ketika ditugaskan di luar Jawa, “di sana ada jaringan internet gak ya?”
Dengan begitu kita sudah dikuasai oleh fasilitas atau sarana. Kalau tidak ada fasilitas itu, pengabdian kepada Tuhan mudah dikesampingkan.
Dengan kata lain kita sudah mengabdi dan dikuasai oleh prasarana. Kekawatiran yang berlebihan tentang sesuatu mencerminkan bahwa kita kurang percaya pada penyelenggaraan Tuhan.
Kita perlu hati-hati dan waspada. Internet, HP, Medsos, Wifi bisa menjadi berhala baru yang akan menguasai kita, lebih daripada keyakinan kita kepada Tuhan.
Dengan begitu kita sudah mengabdi kepada dua tuan.
Tidak jadi menginap di The Sultan,
Sudah dapat kamar di Paragon.
Lebih baik mengabdi pada Tuhan,
Daripada dikuasai oleh Mamon.
Solo, lebih baik melayani Tuhan…