Mengagumi Manusia, Mengagumi Tuhan (1)

0
2,465 views

O Lord my God

When I in awesome wonder,

Consider all the worlds Thy Hands have made;

I see the stars, I hear the rolling thunder,

Thy power throughout the universe displayed

Secuil syair lagu yang berjudul, How Great Thou Art  yang ditulis oleh  Carl Gustav Boberg  (1859 – 1940) yang lahir di Swedia dan penulis puisi ini hendak menunjukkan betapa besar kuasa Tuhan atas alam raya. Menyaksikan alam yang indah serta penuh misteri ini, kita hanya bisa berdecak kagum.

“Sesungguhnya, bangsa-bangsa adalah seperti setitik air dalam timba dan dianggap seperti sebutir debu pada neraca. Sesungguhnya, pulau-pulau tidak lebih dari abu halus beratnya” (Yes 40: 15). Jika merenungkan kutipan tersebut, maka tidak ada alasan untuk menyombongkan diri, karena manusia  tidak ada apa-apanya.

Inilah yang membuat para biarawan MSC suka sekali mengungkapkan salah satu kutipan dari konstitusi lama  no 4,  “Ama nesciri de pro nihilo reputari” yang artinya kira-kira: suka tidak dikenal dan dianggap nol (Bdk. Milis JvP 18 Desember 2011, dalam Buat satu konfrater, Felix (yang berhahagia) Amias.

Kekaguman adalah awal dari sebuah kreativitas. Kekaguman memunculkan suatu curiosity yang pada gilirannya mencetuskan penemuan-penemuan yang amat berguna bagi kehidupan umat manusia. Para filsuf dan ilmuwan dari Yunani kuno, seperti: Archimedes dari Syracusa (287  – 212 Seb. M) menemukan rumus-rumus maupun teori-teori karena rasa kagumnya terhadap  alam semesta dan ketika menemukan suatu teori ia sempat mengalami trance dengan berseru, “Eureka” yang berarti aku telah menemukannya.

Pengalaman kekaguman itu pula bisa disebut sebagai Ah-ha experience atau Aha-Erlebnis, kalau bahasa Manado-nya mungkin, “Bagitu kot kang!”

Pada gilirannya, manusia akan mengagumi ciptaan buatan tangan manusia. Penemu-penemu, seperti: James Watt  (1736 – 1819) penemu mesin uap, Johannes Guttenberg (1400 – 1468) penemu Mesin cetak, Christopher Sholes (1819 – 1890) penemu mesin ketik dan  Guglielmo Marconi (1874 – 1937), penemu Radio dan masih banyak lagi penemu-penemu lain itu  yang telah mengukir sejarah. Mereka adalah orang-orang yang pantas dikagumi atas prestasi-prestasi yang telah diraih, admiranda.

Tujuh keajaiban dunia  (Kolosus di Rodos – patung Helios yang sangat besar, dibuat sekitar tahun 292 – 280 SM oleh Chures, sekarang Yunani. Taman Gantung Babilonia  dibangun oleh Nebukadnezar II, sekitar abad ke-8 SM sampai abad ke-6 SM, sekarang Irak.  Makam Mausolus, satrap Persia, Caria, dibuat pada tahun 353 – 351 SM di kota Halicarnassus, sekarang Bodrum, Turki. Mercusuar Iskandariyah dibangun sekitar tahun 270 SM di pulau Pharos dekat Alexandria pada masa pemerintahan Ptolemeus II oleh arsitek Yunani Sostratus, sekarang Mesir.

Piramida Giza  dipakai sebagai makam untuk firaun Mesir Khufu, Khafre, dan Menkaure, sekarang Mesir yang dibangun pada dinasti ke-4 Mesir (sekitar 2575 – sekitar 2465 Seb.M)  Patung Zeus  yang  berada di Olympia,  dipahat oleh pemahat Yunani Fidias, kira-kira 457 Seb.M sekarang Yunani. Kuil Artemis pada 550 SM, di Efesus, sekarang Turki) adalah saksi sejarah yang membuat kagum umat manusia.

Atau  ketika orang mengunjungi bangunan monumental dari Vatikan sampai Barcelona, tidak putus-putusnya bibir ini berdecak kagum. Antoni Gaudi (1852 – 1926)  di Barcelona memperlihatkan betapa cerdasnya manusia menciptakan bangunan yang indah dan ramah lingkungan.

Para pengunjung pun antre amat panjang untuk melihat dari dekat Sagrada Família itu. Tetapi sangat disayangkan bahwa untuk mengagumi kedahsyatan bangunan yang mengagumkan itu, tour leader, dalam setiap kunjungan senantiasa meng-hayo-hayo, supaya perjalanan kami itu dipercepat, karena masih harus melihat obyek wisata lain.

Yasraf Pialing dalam “Dunia yang Dilipat” menulis bahwa dunia zaman sekarang ini memiliki prinsip: cheaper, better dan faster. Dengan harga yang murah, manusia ingin cepat-cepat menikmati dan yang paling baik. Prinsip ini sangat bertentangan dengan orang-orang yang mengagumi keindahan.

Orang barangkali bisa menggagumi: ukirannya, proses pembuatannya dan tentunya penciptanya dan ini bisa berlama-lama, seolah-olah waktu berhenti seketika.

Arvan Pardiansyah dalam Cherish every moment, mengajak para pembaca untuk menikmati hidup itu dari peristiwa ke peristiwa dengan penuh syukur. Kita super sibuk, ibaratnya mau jalan-jalan ke pulau Bali, tetapi sudah berpikir bagaimana nanti perjalanan pulang dari Bali.

bersambung

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here