Mengajar Dengan Kuasa

0
413 views
Ilustrasi: Suster ADM mengajar di kelas. (ist)

Puncta 11.01.22
Selasa Pekan Biasa II/C
Markus 1: 21b-28

SAYA terkenang guru saat di Sekolah Dasar. Namanya Pak Mulyadi. Orangnya sederhana, berwibawa. Tutur katanya lembut, namun tegas. Berpakaian rapi, baju selalu dimasukkan. Sikapnya kebapaan.

Para murid sangat senang karena diajar seperti anaknya sendiri.

Ia berangkat ke sekolah pagi-pagi dengan naik sepeda dan tas hitam di boncengan belakang. Kalau dengar lagunya Iwan Fals Oemar Bakrie sering terbayang sosok Bapak Mulyadi.

Saya pernah diantar beliau dengan sepedanya, diboncengkan pulang pergi untuk mengikuti lomba cerdas cermat di kabupaten, juga lomba baca puisi dalam rangka Hari Kemerdekaan di kecamatan.

Beliau melayani dengan tulus hati dan memahami kemampuan masing-masing anak didiknya. Itulah sebabnya banyak murid menghormatinya.

Kami senang sekali menyambut kedatangannya. Melihat beliau di jalan dengan sepedanya, kami berlari berebutan menyalaminya.

Ada yang menuntun sepedanya, ada yang membawakan tas hitamnya. Seorang bapak yang sangat dihormati.

Yesus datang di rumah ibadat di Kapernaum. Ia mengajar di sana dan orang-orang takjub mendengar pengajaran-Nya. Yesus mengajar dengan penuh kuasa.

Ia tidak hanya menjelaskan isi Kitab Suci, namun Ia berkuasa mengusir roh jahat. Ajaran-Nya disertai dengan tindakan kuasa ilahi. Roh jahat tunduk kepada-Nya.

Mereka semua takjub sehingga mereka memperbincangkannya. “Apa ini? Suatu ajaran baru? Guru ini berkata dengan kuasa. Roh-roh jahat pun Ia perintah, dan mereka taat kepada-Nya.”

Kewibawaan seorang guru bukan soal pandai mengajarnya, tetapi karena kata-katanya disertai dengan tindakan nyata. Apa yang diajarkan itu dihayati dalam hidup yang kongkret.

Kuasa Yesus dibandingkan dengan para Ahli Taurat. “Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti Ahli-ahli Taurat.”

Mereka itu adalah guru yang ahli tentang Kitab Taurat, tetapi mereka tidak menjalankan ajarannya.

Yesus sering menyebutnya orang munafik, karena mereka mengajarkan tetapi tidak melaksanakan. Mereka memberi beban-beban berat namun tidak mau menyentuhnya sedikit pun.

Ajaran Yesus disertai dengan kuasa ilahi mengusir roh jahat. Inilah yang membedakan ajaran-Nya.

Kalau ingin diterima dan dihormati, jangan hanya mengajarkan, tetapi juga harus melakukan yang diajarkan.

Jangan hanya pandai berkotbah di mimbar tetapi wujudkan dalam tindakan nyata.

Aja dadi gajah diblangkoni, bisa kotbah ora bisa nglakoni.” (Jangan seperti gajah diblangkoni, bisa kotbah tidak bisa menjalani).

Kewibawaan seseorang itu dinilai dari cocoknya antara kata dan tindakan. Sesuainya wicara dan perilaku.

Marilah kita menjadi guru untuk diri kita sendiri dulu. Mendidik diri sendiri agar selaras antara ujaran dan tindakan.

Gajah pakai celana renang,
Tikus lari ketakutan.
Hidup akan terasa senang,
Selarasnya kata dan tindakan.

Cawas, salam hormat selalu…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here