SEORANG bijaksana berkata, “Pernikahan adalah tentang mengampuni dan janji untuk tidak pernah menyerah.”
Ada sepasang suami istri yang terancam oleh perceraian. Alasannya, sang suami punya wanita idaman lain alias berselingkuh. Pasangan ini sering bertengkar dengan kata-kata yang sangat kasar.
Akibatnya, anak-anak mereka pun bertumbuh dalam suasana demikian. Anak-anaknya sering marah-marah dengan memuntahkan kata-kata yang kasar itu.
Suatu hari, sang istri meninggalkan rumah. Ia tidak tahan terhadap tingkah laku suami dan anak-anaknya.
Apa yang terjadi kemudian? Suami dan anak-anaknya terdiam. Mereka tidak saling bertengkar. Bahkan mereka mulai membangun komitmen untuk berdamai. Suasana rumah itu menjadi tenang, tidak lagi terdengar kata-kata yang kasar.
Sang suami pun memutuskan untuk meninggalkan selingkuhannya. Ia kemudian mengontak istrinya untuk kembali ke rumah. Namun istrinya tetap menolak.
Istrinya mengatakan bahwa kehadirannya justru membawa kekacauan dalam keluarga. Sang suami tidak mau menyerah. Ia meminta maaf atas perbuatan selingkuhnya. Ia memohon pengampunan dari sang istri.
Beberapa waktu kemudian, sang istri pulang. Ia telah memiliki seribu satu maaf dan pengampunan dalam dirinya. Ia siap untuk menghadapi lembaran baru dalam hidup berkeluarga.
Bukan jadi beban
Mahkota dari hidup bersama adalah pengampunan. Ketika orang memiliki hati yang tergerak untuk mengampuni sesamanya yang bersalah, orang akan dengan mudah menjalani hidup ini. Mengapa? Karena melalui pengampunan itu orang membangun kasih yang besar. Kasih setia mesti ditunjukkan dengan kerelaan untuk mengampuni yang bersalah.
Kisah di atas memberi kita inspirasi untuk berani mengampuni sesama yang bersalah kepada kita. Sang istri merasakan sakit di hati yang luar biasa oleh kesalahan dan dosa dari suami dan anak-anaknya. Bahkan ia merasa kehadirannya hanya mengganggu kehidupan bersama.
Namun ketika ia mau mengampuni suami dan anak-anaknya, ia mengalami sukacita dalam hidupnya. Cintanya bagi suami dan anak-anaknya sungguh-sungguh hidup dan bertumbuh.
Mengampuni semestinya tidak menjadi beban bagi manusia.
Mengapa?
Karena mengampuni itu memberi sukacita bagi hidup manusia. Mengampuni membawa suasana baru bagi hidup bersama.
Ketika kita mau mengampuni sesama yang bersalah kepada kita dengan tulus ikhlas, hidup menjadi suatu kesempatan untuk menyelamatkan banyak orang.
Mari kita terus-menerus mengampuni sesama yang bersalah kepada kita. Dengan demikian, hidup kita menjadi kesempatan untuk membahagiakan diri dan orang lain.
Tetap semangat, sahabat-sahabat.
Tuhan memberkati.