SEBUAH refleksi atas fenomena “hosti berdarah”
Peristiwa “hosti berdarah” sebenarnya tidaklah perlu membuat heboh kita semua. Sebagai pengikut Yesus semestinya hal ini kita anggap sebagai hal yang biasa dan wajar karena dalam iman kita, hosti yang sudah dikonsekrasi kita imani telah berubah menjadi tubuh dan darah Yesus sendiri. Sehingga ketika menerima komuni, kita menerima tubuh dan darah Yesus sendiri.
Kehebohan atau ketakjuban akan peristiwa-peristiwa yang tidak lazim seperti kisah hosti di Paroki Kidul Loji, Yogyakarta menunjukkan fakta bahwa selama ini sebenarnya kita “kurang percaya”, kemudian seolah-olah menjadi percaya setelah kejadian-kejadian tersebut terjadi. Padahal kalau direnungkan lagi dalam hati kita masing-masing, sejujurnya justru masih juga meragukannya. Masak iya sih…?
Percaya tidak perlu pembuktian
Beriman adalah percaya, percaya berarti tidak perlu lagi pembuktian atau tidak perlu bukti-bukti pendukung lain. Karena “percaya” itu mengandung arti bahwa kebenaran dirasakan dan dialami di dalam hati yang terdalam. Agar bisa percaya/ beriman, tidak perlu baNtuan panca indera, hanya perlu hati, yang terbuka dan jujur menerima.
Kita kadang menertawakan sikap Thomas yang tidak percaya akan kebangkitan Yesus sebelum melihat dan mencucukkan tangannya sendiri, Nyatanya kita sering bersikap seperti Thomas yang tidak percaya sebelum ada bukti, melihat sendiri atau merasakan sendiri.
Siapakah kita ini sehingga Tuhan sendiri harus membuktikan diri-Nya pada kita? Karena sejatinya segala peristiwa yang kita alamai sejak bangun pagi hingga tidur malam adalah peristiwa keajaiban. Itulah bukti-bukti nyata kebesaran-Nya.
Sungguh tidak penting bagi-Nya membuktikan diri dengan peristiwa yang membuat heboh agar kita menjadi percaya kepada-Nya. Karena semua sungguh telah begitu nyata terbukti, bahwa memang Dia maha mulia.
Tuhan nyata ada di hati kita
Pencarian demi pencarian yang kita lakukan untuk membuktikan Tuhan sejatinya justru telah menjauhkan kita dari-Nya. Karena kita tidak akan mendapatkan jawaban apa-apa, justru kita akan menjadi galau dan tidak percaya.
Kebesaran-Nya sungguh nyata lewat alam semesta dan peristiwa hidup kita sehari-hari yang terkesan “biasa”. Tuhan sebenarnya begitu nyata dekat serta ada di hati kita masing-masing. Kasihnya riil, cintanya luar biasa, keajaiban-Nya melebihi segalanya. Masalahnya kita sering gagal menangkap fenomena itu, karena kita hanya mengandalkan panca indera kita.
Maka kita tidak perlu heboh dan euforia seolah-olah baru menjadi percaya setelah ada kejadian-kejadian luar biasa yang bisa kita lihat dan buktikan sendiri. Tanpa disadari kita akhirnya selalu menuntut pembuktian yang spektakuler setiap hari. Inilah kelemahan kita sebagai manusia yang memang sangat rapuh dalam iman.
Menyadari betapa rapuhnya iman kita maka upaya terus menerus untuk berusaha selalu dekat dan mendekat pada Tuhan adalah cara terbaik. Doa dan refleksi di saat-saat yang tepat untuk mengenali dan menyambut kasih Tuhan yang luar biasa adalah sarana yang tepat.
Mari kita mengenali dan menerima kasihnya dengan hati kita. Semoga kita percaya bukan karena melihat fenomena luar biasa, tetapi percaya karena kita beriman dan merasakan sendiri kasih Tuhan. Semoga kita membalas kasihnya dengan hati penuh cinta setiap saat kita dan kapan saja. Puji Tuhan.
Link: “Hosti Berdarah” di Gereja Santo Fransiskus Xaverius Kidul Loji, Yogyakarta
Seperti yang dinasehatkan oleh Romo Uskup Semarang yang menyatakan bahwa ‘pentingnyq sikab hormat pada Ekaristi Sakramen Maha Kudus’. Jadi, kalau tubuh Kristus itu berdarah-darah dapat diartikan luka. Luka itu disebabkan karena apa? Yang melukai adalah kita-kita umat berdosa ini, misalnya menerima komuni dengan cara yang tidak pantas, malam minggu melakukan perselingkuhan, minggu pagi belum mengaku dosa sudah menerima komuni. Minggu terima komuni senin s/d sabtu melakukan korupsi di tempat kerja. Sudah mengaku dosa tetapi pekerjaan kotor dilakukan lagi dan dilang-diulang lagi, pergi ke Gereja tetapi sarapan/makan terlebih dahulu kemudian menerima komuni, dan banyak contoh-contoh lainnya.
Khususnya di gereja Kidul Loji, pernah terjadi pelecehan terhadap komuni kudus/sakramen maha kudus. Peristiwanya adalah komuni Kudus itu diterimakan dengan cara yang sangat kasar, yaitu hosti tersebut disodorkan ke perut umat yang menerima komuni dengan lidah. Dan romo tadi sambil berteriak mengatakan ‘pakai tangan’!!!, ‘pakai tangan’!!!. Selanjutnya romo itu dalam menerimakan sakramen Maha Kudus tidak mau mengucapkan ‘TUBUH KRISTUS’ tetapi hanya diam saja.??? Apakah ini bukan dosa sakrelegi yang dilakukan oleh gembala tersebut?
Betapa menyedihkan peristiwa ini karena dilakukan oleh seorang gembala. Akhirnya,umat tersebut nekat melaporkan peristiwa itu kepada Bapa Uskup Semarang dengan tembusan Kedutaan Besar Tahta Suci Vatikan di Jakarta.
Apakah peristiwa tidak dihormatinya tubuh Kristus yang notabene dilakukan dengan sengaja oleh seorang gembala, ada hubungannya dengan peristiwa ‘Hosti berdarah’ ini? Namun demikian, saya berdoa semoga Tuhan berkenan mengampuni dosa yang dilakukan oleh Romo tersebut. Karena dosa sakrelegi termasuk dosa yang berat.
Janganlah Yesus disalibkan lagi..Amin.
wah.. saya ngeri membaca kejadian pelecehan tsb.Sebenarnya siapa sih yang salah ?.Dalam hal ini harus ada yang “disalahkan”. Romo tsb. Umat tsb. kurangnya pemahaman ,komunikasi yang buntu atau gereja yang tidak tegas aturan ttg. tatacara menerima komuni ? Apakah menurut vatikan -langsung ke lidah – atau kearifan lokal- diterima di tangan lalu dimakan – atau boleh kedua duanya ? Pemahaman saya ada mis komunikasi antara romo tsb,dengan umatnya.Tentu ada yang melatar belakangi” kegusaran” atau istilah Beliau Bp Ignatius “pelecehan” hosti tsb.Tentu tidak “Ujug Ujug”, pasti ada alasannya.Sebab setahu saya kedua cara tsb. dilayani dengan baik,di Kidul Loji. Tidak ada masalah.
Hal lain yang lebih penting diketahui, apa tanggapan dubes Vatikan, dan apa follow Up nya. Umat harus diberitahu -Terlebih para Pro diakon/nis- agar bisa bersikap seturut aturan yang berlaku.Dan romo bisa semakin baik hubungannya dengan umat.Terus terang saya tidak nyaman membaca berita pelecehan tsb. Saya rasa Dialog dan sharing menjadi lebih penting dari pada mendengar berita satu pihak yang tidak mengenakkan. TRUS..siapa yang harus jadi panutan di gereja ? By the way..tak apalah..Wahai warga paroki ST.FX.Kidul Loji Yogyakarta mari KITA PANGGUL BERSAMA SALIB INI..agar kita menjadi lebih baik dalam melayani….Cen dadi romo okeh godane…Sabar ya mo !
heboh… saya kira bukan, hanya kagum dan berterima kasih bahwa dengan peristiwa hosti berdarah tersebut Allah dalam hal ini yang adalah Yesus sendiri telah menunjukkan dan membuktikan kebesarannya. Hanya kita manusia awam dan termasuk para imam sendiri yang kadang kala menutup pintu dirinya untuk kehadiran Allah ….. dan Allah yang hidup di depan kita.Kita diingatkan bahwa Yesus sesungguhnya tidak tidur ….
Ya..pastor itu harus rekoleksi lagi dan merenungkan dengan benar tujuan hidupnya menjalani sebagai pastor. JUga perlu belajar mengendalikan emosi sebagai orang yang dianggap dewasa dalam iman dibanding umat lainnya. Kalau memang sudah tidak bisa menjadi teladan akan kasih dan kebaikan untuk apa berlama-lama menjalani hidup yang justru tidak mengantarnya ke surga? Dengan emosi yang seperti itu yakin surga tidak didapatnya. Karena surga adalah kedamaian dan kasih sayang…
Dh, terima kasih tambahan pendapatnya. Semoga “teguran-teguran” Tuhan tersebut makin membuat kita sadar dan kembali ke jalan yang benar. Salam hormat: AYP
Kita memang senang dengan keajaiban , sayangnya cenderung melupakan kewajiban ,bahwa menerima Ekaristi berarti kita selalu diingatkan untuk juga melakukan apa yang Yesus berikan untuk manusia , menjadi roti untuk dibagi bagi ; menjadi anggur suka cita bagi sesama . Seperti yang Tuhan minta ; kamu harus menanggalkan segala milikmu , menyangkal dirimu , memanggil salibmu , siap memberikan nyawamu bahkan hingga kehilangan harga dirimu ( begitu kata Yesus dan APP KAJ pertemuan ke 4 )
Rasanya untuk percaya itu mudah , namun perbuatan (kasih ) itu maha sulit .
Sewaktu membaca apa yang ditulis Romo Adi Wardoyo SJ (alm)di konperensi Ekaristi , saya sedih karena kita dikatakan cenderung sebagai pemalas dan pengemis yang hanya meminta minta dan merindukan sesuatu yang Ajaib.
Mungkin apa yang dikatakan Mgr.Suharyo banyak benarnya , kita umat lebih senang mengabdi kepada Tritunggal Yang Maha Tidak Kudus . ? Ekaristi hanya jadi pelarian saja.
Yth. Bapak Paulus Sutikno Panuwun,
Terima kasih pendapatnya yang bagus. Ada benarnya juga. Ini adalah keprihatinan kita semua. Dan mari saling mengingatkan dan saling meneguhkan untuk kembali ke hal-hal yang hakiki dari iman kita pada Yesus. Salam hormat.
Terima kasih atas komentarnya.
Benar, memang kita tidak perlu heboh seperti yang anda sarankan.
Cuma perlu dimaklumi, bahwa umat kita bukan “priyayi” semua.
Kalau kadar kedewasaan imannya masih “belum nyampek” giman lagi? Hayo!
Mosok gak boleh bertanya: “kenapa ya Tuhan kok kober-kobernya hsdir dengan cara demikian di Kidul Lodji?”
Biasanya kan hadir “biasa-biasa saja”, bahkan tanpa hosti-pun bisa!
Ada apa gerangan tuan?
Tolong deh ikut mikirin, apa lagi ini yang pertama kali di Indonesia lho!
Anda punya bodrex-nya? Batok kepala saya gak muat nih!
saya yakin sebagai seorang pengikut Kristus kita banyak mengalami pasang surut keimanan kita dalam prjalanan hidup ini ,sama seperti bangsa Israel yang dalam pencarian tanah terjanji juga mengalami banyak cobaan terhadap iman kepada Allah . Tapi karena kita tetap setia dan berpegang pada jalan Tuhan Yesus.. iman kepada Yesus kita semakin kuat walaupun banyak angin topan dinegeri ini . Peristiwa HOSTI BERDARAH ini banyak mempunyai arti bagi iman pribadi kita , Bisa untuk mengingatkan kita BAhwa Yesus selalu mendampingi umatnya sesuai janjinya , bisa jugamengingatkan dosa kita tergantung iman kita
Saya sangat setuju “Tuhan nyata di hati kita” dan “percaya tidak perlu pembuktian”
Apa yang terjadi di Kidul Loji harus lebih menyadarkan kita akan sikap yang pantas di dalam ekaristi.
Kita perteguh iman, memperbaiki sikap di dalam ekaristi dan saat menyambut hosti.
Juga “ciri seorang Katolik” harus terpancar “sumrambah” di lingkungan kehidupan kita….
Berkah Gusti.
Dengan peristiwa Hosti Berdarah kita dapat merenungkan dalam Tahun Ekaristi ini niat untuk memberi hormat kepada Ekaristi harus dilaksanakan dengan sungguh2.Dengan bersedia menerima pembaptisan bukan berarti dosa dosa lama telah dihapuskan ,tetapi itu merupakan sarana supaya kita dapat mendekatkan diri lebih mudah kepada Allah Bapa Yang Maha Pengampun.Dan berharap supaya Tuhan mengampuni dosa2 yang pernah dilakukan.Tugas menjaga Hosti supaya dihormati ummat bukan semata mata tugas Imam dan Prodiakon tetapi juga tugas dari pelaksana Tantib yang pada hari itu bertugas waktu misa berlangsung.Untuk itu pada waktu Hosti dibagikan petugas Tantib mendampingi Imam dan Prodiakon pada waktu Hosti dibagikan.
Tuhan benar-benar nyata, tidak saja di hati, tapi tepat di depan kita disaat sang pelayan komuni mengatakan “Tubuh Kristus”, sikap hormat seperti apa yang harus kita berikan di depan Tubuh Kristus?
Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. [Markus 12:30]
1. Dengan segenap hati dan jiwamu
Ekaristi, roti yang ditransubstansi menjadi Tubuh Kristus dan anggur menjadi Darah Kristus, Tuhan di antara manusia, harus disambut dengan takjub, hormat dan sikap adorasi yang rendah hati.
Pemeriksaan batin sebelum menyambut Komuni, seseorang dilarang menyambut komuni dengan keadaan berdosa berat. [Redemptionis Saramentum No. 81]
sekarang banyak orang meremehkan Sakramen Tobat, banyak yang bilang untuk apa ngaku dosa, kalo nanti buat dosa lagi. Bahkan ada yang bilang tidak perlu untuk mengaku dosa kepada Imam, langsung kepada Tuhan saja.
orang-orang yang seperti itu sama saja seperti wadah yang isinya penuh dengan sampah, disaat mereka menerima Tubuh Tuhan yang kudus, sama saja mereka memasukkan-Nya yang kudus kedalam wadah sampah. Berhati-hatilah karena hukuman Tuhan sudah datang diatas mereka. [1Kor 11:27-29]
2. dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.
BERLUTUT sebelum menyambut Tubuh Kristus adalah cara yang tradisional dan universal, seperti yang Paus Benediktus katakan didalam bukunya The Spirit of Liturgy “berlutut tidak datang dari budaya manapun, tapi berasal dari Alkitab dan ini pengetahuan dari Allah.” lihat di Joshua 5:15, Markus 1:40, Markus 10:17, Matius 17:14, 27:29; Matius 14:33; Yohanes 9:35-38. Berlutut adalah tindakan penyembahan kepada Tuhan, disaat DSA kita berlutut, tapi pada saat kita didepan baris saat mau menyambut Komuni kenapa kita tidak BERLUTUT? (kecuali anda mempunyai penyakit di lutut anda diijinkan untuk berdiri, Tuhan itu bukan otoriter, kitanya yang otoriter terhadap Tuhan, terkadang bersikap semau gue)
atau BERDIRI [sesuai ketentuan Konferensi Uskup] dengan pesan agar sebelum menyambut Tubuh ( dan Darah ) Tuhan mereka menyatakan tanda hormat yang serasi [PUMR 160], seperti membungkuk terlebih dahulu.
DILIDAH, kenapa harus dilidah? pertama, untuk menghindari sebisa mungkin remah-remah Hosti yang terjatuh; kedua, untuk meningkatkan diantara umat beriman penghormatan terhadap Kehadiran Nyata Yesus Kristus di Ekaristi.
namun jikalau ada orang yang ingin menyambut Komuni DI TANGAN, di wilayah-wilayah di mana Konferensi Uskup setempat – dengan recognitio oleh Takhta Apostolik – telah mengizinkannya, maka hosti kudus harus harus diberikan kepadanya. Akan tetapi harus diperhatikan baik-baik agar hosti dimakan oleh si penerima itu pada saat masih berada di hadapan petugas Komuni; sebab orang tidak boleh menjauhkan diri sambil membawa Roti Ekaristi di tangan. Jika ada bahaya profanasi, maka hendaknya Komuni Suci tidak diberikan di tangan. [Redemptionis Sacramentum 91, 92]
demikian tanggapan saya atas fenomena ini, semoga hal ini dapat direnungkan, ada kejadian di Gereja St. Yoseph Palembang, Hosti ditemukan tertempel di bangku tempat duduk, ada juga di buang di pojok dekat pintu masuk, bagaimana hal ini bisa terjadi? seandainya saja Komuni diberikan di lidah hal ini tidak akan terjadi.
Kyrie eleison, Christe eleison!
Kepada ytk: Bapak Johanes, Ibu Maria, Bapak L. Hino serta Bapak Adri, terima kasih, matur nuwun pendapat Anda semua. Salam dalam kasih Kritus yang sudah sungguh nyata mencintai kita semua. AYP
Ya, Tuhanku dan Allahku….!!!
Kita memang tidak perlu heboh dengan adanya peristiwa Hosti berdarah.
Bukankah iman Katolik tidak bergantung pada adanya mujizat ekaristi ?
Mungkin peristiwa tsb adalah teguran dari Yesus karena adanya umat yg tidak/ kurang hormat thd Sakramen Maha Kudus. Mari kita tingkatkan lagi devosi kita pd Sakramen Maha Kudus.
Berkah Dalem
Amin…Pak.
Mari kita tanggapi semua peristiwa dengan iman yang dewasa. Kita percaya Tuhan hadir di sepanjang hidup kita dengan segala cara. Yang menjadi persoalan apakah kita sungguh menyadari kehadiran Tuhan dalam hidup kita. Ataukah kita baru percaya Tuhan hadir kalau sudah ada tanda-tanda yang luar biasa? Bersikap heboh? Mungkin tak perlulah ya. Sikap berlebihan menanggapi sesuatu tak ada gunanya kalau itu tidak berdampak pada perkembangan iman kita.
Amiiiin….
Mungkin dengan mukjizat HOSTI BERDARAH ini mengingatkan kita umat Katolik untuk lebih menghormati Sakramen Maha Kudus, dan tidak bisa sembarangan dalam menyambutnya, memang kita semua dianjurkan bahkan diwajibkan untuk menyambut Tubuh Kristus setiap kali kita mengikuti perjamuan ekaristi, selama kita dalam suasana layak dan pantas menyambutnya, Amiin, BERKAH DALEM
amin…
hosti berdarah ini merupakan suatu peristiwa di mana Tuhan ingin menegur kita begitu pentingnya ekaristi dalam hidup kita,..untuk informasi aja hosti berdarah selain di kidoloji juga pernah terjadi di stasi santa maria ratu rosario keuskupan tanjung selor di mana ada seorang non katolik (alm,anton saleh skrg dah jadi katolik) membelah hosti dan mengeluarkan darah,…jadi mari kita menghayati arti nya ekaristi dalam kehidupan kita sehari2x,..