BEBERAPA hari lalu, Selasa 23 Pebruari, Presiden Joko Widodo alias Pakdhe Jokowi berkunjung ke Sumba Tengah.
Ada euforia luar biasa dari masyarakat di pinggir jalan tiga kabupaten yang dilalui rombongan Presiden: Sumba Barat Daya, Sumba Barat, dan Sumba Tengah.
Di Sumba Tengah, ketika tiba di sana Jokowi ditunggu hujan lebat di area pesawahan yang menjadi lahan “food estate” (lumbung pangan-bahasa sederhananya).
Apakah hujan menyurutkan niat presiden? Tidak.
Dengan gayanya yang khas, dia sendirian berjalan ke tengah sawah dilindungi sebuah payung yang dipegangnya sendiri.
Melihat Presidennya yang nekat, rakyat pun terjun ke tengah sawah di tengah hujan lebat hanya untuk bersalaman dengan Jokowi.
Apakah cerita berakhir sampai di sini?
Ternyata belum.
Dalam perjalanan pulang ke Bandara Tambolaka, kurang lebih 1,5 jam dari Sumba Tengah, Jokowi “dihadang” rakyatnya di Tambolaka, hanya beberapa ratus meter dari pintu bandara.
Mama-mama menyerbu mobil Jokowi untuk melihat dari dekat, bersalaman, dan mendapatkan hadiah kaos dari Jokowi.
Motor pengawal Presiden yang ingin melindungi Presiden pun tumbang diterjang mama-mama yang histeris mau bersalaman dan mendapat kaos dari Presiden yang sangat merakyat ini.
Sampai-sampai banyak orang komen di medsos bilang: “Hanya mama-mama di Sumba yang berani jatuhkan motor pengawal presiden.” He… he… he.
Di balik kunjungan ini, muncul pertanyaan: mengapa Jokowi memilih Sumba Tengah?
Dari sumber yang bisa dipastikan kebenarannya, ada cerita begini.
Suatu saat, kira-kira dua tahun lalu, gubernur dan para bupati se-NTT bertemu Presiden Jokowi di Jakarta. Entah persisnya di mana.
Dalam pertemuan itu, Presiden bertanya: “Apa yang para bupati inginkan untuk daerahnya?”
Hanya satu dua bupati yang jawab. Yang lain, semuanya bungkam. Entah malu omong atau memang tidak punya rencana apa-apa.
Salah satu yang angkat bicara adalah Bupati Sumba Tengah, Paul Kira.
Jawabannya kira-kira begini: “Di Sumba Tengah ada lahan pertanian yang sangat luas. Saya mohon dibangun sebuah bendungan untuk Sumba Tengah.”
Jokowi merespon sangat baik. Dia minta staf dan menterinya mencatat itu dan memberi perhatian khusus untuk Sumba Tengah.
Sejak itu, baik gubernur maupun menteri-Menteri silih berganti datang ke Sumba Tengah untuk melihat dan merancang bersama beberapa projek besar.
Salah satunya “food estate”; 3.000 ha lahan padi dan 2.000 ha lahan jagung. Dan nanti akan ditingkatkan menjadi 10.000 ha.
Itu baru satu program.
Bendungan raksasa akan menjadi program lanjutan. Sekolah pertanian bertaraf internasional, kalau tidak salah, dalam rangka kerjasama dengan Sinar Mas Group, juga akan dibangun di Sumba Tengah.
Maka, kalau ada pertanyaannya, “mengapa Sumba Tengah”, jawabannya: Karena bupatinya punya mimpi untuk rakyatnya; punya program yang jelas, punya keberanian untuk menembus Jakarta, dan punya pengorbanan.
Kalau presiden dan pupati punya “chemistry” atau punya perpaduan hati, ditambah lagi dukungan gubernur, maka yang nampak mustahil akan menjadi sangat mudah.
Pemerintah pusat punya banyak uang. Presiden tak ragu mengeluarkan uang untuk rakyatnya.
Tapi presiden tidak mau menghambur-hamburkan uang begitu saja. Ia mau memberi uang untuk orang yang mau bekerja.
Jokowi menerobos hujan lebat di tengah sawah bukan untuk pencitraan. Tapi karena dia menghargai mereka yang mau bekerja untuk rakyat dan menunjukkan cinta untuk rakyat yang mau bekerja.
Semoga para bupati lai bisa belajar dari peristiwa ini.
Salam Sumba tanpa WA.