Jumat, 17 03 23
- Hos. 14:2-10
- Mzm. 81:6c-8a,8b-9,10-11b,14,17.
- Mrk. 12:28b-34.
SETIAP hari kita dihadapkan pada pilihan dalam kehidupan ini
Sejatinya kehidupan ini terdiri atas pilihan-pilihan yang telah kita ambil, hasil dari pilihan kita, cerminan dari pilihan yang telah kita buat, serta kemampuan menanggung konsekuensi atas pilihan tersebut.
Hidup bisa jadi sulit, tetapi ini semua tentang konsekuensi dari pilihan yang benar pada waktu yang tepat.
Maka kita ditantang untuk menentukan prioritas dengan membuat keputusan atau pilihan yg sungguh makin mengarahkan diri kita kepada Allah.
Hingga ketika kita mengalami kesulitan karena pilihan yang telah kita buat, kita tahu kepada siapa kita harus bersandar.
Allah itulah satu-satunya yang patut kita kasihi dengan segenap hati, pikiran dan kekuatan.
Seorang bapak mensyeringkan perubahan sikapnya atas anak-anaknya.
“Dulu saya dididik oleh orang tua dengan tangan besi, hingga membuatku punya watak yang keras dan sikap tanpa kompromi,” katanya.
“Tanpa saya sadari sikap yang saya peroleh sejak kecil ini telah menyatu dengan hidupku, hingga orang-orang mengenalku sebagai pribadi yang keras,” lanjutnya.
“Banyak orang segan dan cenderung menghindar untuk berurusan denganku,” ujarnya.
“Bahkan istri dan anakku, juga tidak bahagia karena sikapku itu,” sambungnya.
“Hingga suatu hari, anakku perempuan, menyampaikan keluhannya dan sikap tidak nyaman hidup dengan sikapku itu,” urainya.
“Saya sayang sekali sama ayah, tetapi jika ayah tidak mau berubah dan bersikap dengan landasan kasih sayang, saya akan tinggal dengan kakek nenek di luar pulau,” kata anak perempuanku.
“Mengasihi itu membuat orang lain aman dan nyaman bukan hidup dalam tekanan dan selalu menyimpan rasa takut,” lanjutnya anakku.
“Sejak saat itu, saya memutuskan untuk belajar hidup dengan mengasihi, bukan mau menang sendiri,” tutur bapak itu
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: “Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia.
Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan.”
Kekristenan menjadikan kebiasaan praktik mengasihi Tuhan dan sesama memiliki bobot dan prioritas utama dalam kehidupan dan pelayanan umat beriman.
Melalui pembiasaan praktik hukum kasih dalam keluarga, lingkungan dan masyarakat, Tuhan yang penuh kasih dan kerahiman semakin dirasakan dalam hidup sehari-hari.
Pengalaman melakukan kesalahan, penyesalan dan pengalaman buah pengampunan mendidik umat beriman semakin hidup dalam hukum paling utama, yakni kasih kepada Tuhan dan sesama.
Dalam masa prapaskah ini, kita diajak untuk merefleksikan pilihan hidup kita itu.
Apakah prioritas tindakan yang kita ambil semakin membuat kita mengasihi Tuhan dengan segenap hati, pikiran dan seluruh kekuatan hidup kita?
Apakah kita berani mengambil waktu sejenak dari sekian banyak waktu yang kita miliki untuk berdoa?
Apakah kita juga dapat menyisihkan sebagian dari uang yang kita miliki untuk kita dermakan bagi orang-orang yang membutuhkannya?
Apakah kita juga dapat mengabdikan diri kita untuk melayani sesama?