MUNGKIN kalau saya membiarkan diri hanyut dicekam oleh rasa takut dan kemudian melarikan diri dengan terengah-engah, pasti saya akan berpendapat bahwa ‘suara itu’ memang berasal dari hantu beneran. Kebetulan saya tidak takut dan bisa menyadari bahwa selama suara itu terdengar tidak ada pengaruh negatif pada kondisi tubuh, nafas tetap teratur dan tidak ada bulu kuduk yang berdiri, dan akhirnya tahu bahwa ternyata suara itu bukan dari hantu ‘thethekan’.
Dari peristiwa itu saya berkesimpulan bahwa rasa takut merupakan bagian dari manusia yang belum sepenuhnya tertebus, dan perlu perjuangan seumur hidup untuk bisa membebaskan diri dari rasa takut. Misalnya takut dalam memperjuangkan tegaknya keadilan dan kejujuran.
Saya mencoba meyakinkan diri untuk tidak merasa takut dengan setiap kali menggumamkan lagu (rangkuman Mazmur 18 ) dari buku Madah Bhakti no. 509: “Tuhan Bentengku, Perisaiku, Batukarangku, Panglimaku, tak gentar daku di rumah-Mu, aman daku di tangan-Mu…” (Bersambung)
Artikel terkait:
- “Hantu” Wringin Putih di Girisonta (2)
- Apakah Ini Benar-benar Hantu? (1)
- Di Paroki Girisonta: Yang Ini Pasti bukan Hantu (3)