BAGI umat Katolik, Santo Fransiskus Assisi tidaklah asing. Apalagi, sejak pemimpin Gereja katolik sedunia pada 13 Maret 2013 mengambil nama Orang Kudus dari Assisi ini sebagai namanya: Paus Fransiskus.
Santo yang terkenal julukan il poverello (Si Miskin) dan pencinta damai semakin banyak dikenal dan dicintai oleh banyak kalangan; termasuk mereka yang non Katolik.
Fransiskus menjadi teladan dan model dalam dialog untuk menciptakan perdamaian di tengah perbedaan-perbedaan yang ada. Fransiskus mampu menjadi saudara bagi sesama termasuk alam ciptaan; bahkan kematian pun dipanggil sebagai Saudari.
Tanggal 29 November 1979, Paus Yohanes Paulus II mengangkat dan menetapkan Santo Fransiskus Assisi sebagai Pelindung Pemeliharaan Kelestarian Lingkungan Hidup. Ada banyak kisah menarik lain yang dapat kita petik dan refleksikan dari pengalaman Orang Kudus dari Assisi ini. Salah satunya adalah pengalaman Natal.
Assisi dan sejarahnya pada masa Fransiskus
Fransiskus lahir tahun 1182; merupakan anak dari pasutri bernama Pietro Bernardone -seorang pedagang kain yang kaya- dan Ny. Maddona Pica. Ibunya memberinya nama Yohanes ketika ia dibabtis. Namun saat ayahnya kembali setelah perjalanannya ke Perancis, ia mengganti namanya dengan Fransiskus.
Sejak masih kecil, Fransiskus sudah mendapatkan pendidikan iman dari Ibunya. Ia belajar bahasa -baik Latin maupun Perancis- dan juga belajar musik, puisi lewat sekolah paroki, katedral. Pelajaran lainnya diterima dari para rahib Benediktin di sekitar Assisi. Fransiskus pada masa mudanya berpartisipasi dalam keahlian berperang, karena ingin menjadi ksatria – sebuah cita-cita tertinggi masa itu.
Pada tahun 1202 terjadilah perang antara Kota Perugia dan Assisi. Namun, Assisi mengalami kekalahan. Fransiskus ditangkap bersama banyak penduduk Assisi dan mereka semua dipenjara. Setelah satu tahun lamanya hidup di dalam bui, antara penduduk Perugia dan Assisi terjadi kesepakatan bersama dan melahirkan damai.
Selama hidup sebagai tawanan di dalam penjara, Fransiskus mengalami sakit. Ia kemudian keluar dari penjara setelah ditebus oleh orangtuanya. Ibunya merawat Fransiskus dengan penuh kasih.
Panggilan Ilahi kepada Fransiskus
Setelah keluar dari penjara, Fransiskus kembali merealisasikan cita-citanya untuk menjadi seorang ksatria. Pada tahun 1205, ia bergabung bersama Pasukan Gentile, Gualtiero, di Brienn. Agar bisa ikut berangkat ke Puglia – tempat dimana dia akan menjadi ksatria guna merebut kembali tempat Yerusalem. Kisah ini terjadi di dalam suasana Perang Salib ke-4.
Dalam perjalanan menuju Puglia, ketika baru saja tiba di Spoleto, pada malam harinya, Fransiskus tertidur lelap. Dan dalam tidurnya, ia mendengar satu suara yang bertanya kepadanya: “Siapa yang lebih baik: Tuhan atau hamba?”.
Maka, dijawabnya: “Tuhan”. Kemudian suara itu menyahutnya: “Jadi, mengapa kamu meninggalkan Tuhan untuk hamba?”
Keesokan harinya, Fransiskus kembali ke Assisi untuk menanti Tuhan sebagaimana yang telah didengarnya sebelumnya; yang kepadanya telah dinyatakan kehendak-Nya.
Pada suatu hari -ketika tengah berjalan melewati Gereja San Damiano- Fransiskus tergerak untuk masuk ke dalam gereja tersebut. Dalam doa kontemplasinya itu, ia sendiri mendengar suara panggilan Tuhan lewat sebuah ikon salib. Bunyinya: “Fransiskus pergilah, perbaiki rumah-Ku yang kamu lihat seluruhnya rubuh”.
Fransiskus bertobat
Seketika itu juga, Fransiskus bergerak mencari uang. Antara lain dilakukannya dengan menjual kain ayahnya untuk membangun dan memperbaiki Gereja San Damiano. Atas tindakan Fransiskus yang dengan “seenaknya sendiri” nekat menjuali kain-kain milik tokoh ayahnya, maka Fransiskus kemudian dihadapkan pada pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Fransiskus juga dihadapkan kepada uskup sebagai yang bertanggung jawab atas tindakan Fransiskus dan juga masyarakat Assisi.
Di hadapan Uskup Mgr. Guido, kedua orangtuanya, dan masyarakat Assisi, Fransiskus secara radikal menyatakan pertobatan dan menyerahkan kebebasannya. Dilakukan dengan menanggalkan seluruh pakaian kebesarannya sebagai orang ningrat dan kemudian menyerahkan kepada ayahnya.
Ia pun berkata, “Mulai saat ini, bapakku bukan lagi Pietro Bernardone. Tetapi, aku dengan bebas mengatakan Bapa Kami yang di surga.”
Uskup Mgr. Guido lalu menutuip tubuhnya dengan mantolnya.
Tahun 1208 menghadap Paus Innosensius III
Tertarik akan cara hidupnya, maka bergabunglah para Saudara pertama yang menjadi pengikut spiritualitas Fransiskus. Mereka itu adalah Bernardo Quintavalle, Pietro Cattani, dan banyak lagi yang lain.
Bersama mereka pada tahun 1209, Fransikus berangkat ke Roma untuk meminta kepada Paus Innosensius III agar berkenan memberikan pengesahan atas bentuk hidup religius kelompoknya itu.
Paus memberikan otoritas kepada mereka untuk berkhotbah sambil menunggu waktu yang tepat untuk juga memberikan pengesahan Anggaran Dasar.
Sekitar akhir bulan Juli 1216, Fransiskus mendapatkan penampakan (visiun) di dalam Gereja Porziuncola yang kemudian dikenal dengan Indulgensi Assisi (Il Perdono di Assisi).
Pada tahun 1217, Fransiskus mengutus para Saudara untuk pergi bermisi. Saudara Elias dikirim ke Tanah Suci. Para Saudara yang lain bermisi ke Perancis, Jerman, Spanyol, Hongaria, dll. (Berlanjut)
Baca juga: Fransiskus Assisi Merintis Persahabatan dengan Kelompok Muslim (2)