Mengenal YLBH Tri Dharma Adisucipto (2)

0
1,238 views
Ilustrasi: Bantuan hukum. (Ist)

YAYASAN Lembaga Bantuan Hukum Tri Dharma Adisucipto kini telah hadir dan muncul atas banyak prakarsa beberapa anggota Gereja Katolik di Keuskupan Purwokerto berkolaborasi dengan umat dari kelompok lain. Layanan bantuan hukum ini masuk kategori sebagai kelompok kategorial. (Baca:  Keuskupan Purwokerto Dirikan YLBH Tri Dharma Adi Sucipto)

Istilah ‘Kelompok kategorial’ ini resmi dikenal dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) dengan sebutan resminya bernama Perserikatan Kaum Beriman Kristiani.

Dalam KHK, Gereja Katolik menghendaki adanya “perserikatan-perserikatan yang berbeda dengan tarekat-tarekat hidup-bakti dan serikat-serikat hidup kerasulan, dimana orang-orang beriman kristiani baik klerikus maupun awam atau klerikus dan awam bersama-sama, dengan upaya bersama mengusahakan pembinaan hidup yang lebih sempurna, atau untuk memajukan ibadat publik atau ajaran kristiani, atau melaksanakan karya-karya kerasulan lain, yakni karya evangelisasi, karya kesalehan atau amal dan untuk menjiwai tata dunia dengan semangat kristiani.” (KHK 298 §1).

Selanjutnya, dalam Dekrit Konsili Vatikan II Apostolicam Actuositatem diuraikan mengenai Kerasulan Awam sebagai berikut:

“Sebab perserikatan-perserikatan, yang didirikan untuk kegiatan-kegiatan merasul secara bersama, mendukung para anggotanya dan membina mereka untuk merasul, lagi pula dengan cermat menyiapkan serta mengatur usaha-usaha kerasulan mereka, sehingga dari padanya boleh diharapkan hasil-hasil yang jauh lebih melimpah, daripada bila masing-masing menjalankan kegiatannya sendiri.” (Apostolicam Actuositatem 18)

logo ylbh
Logo Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Tri Dharma Adisucipto (Ist)

 

Dari Kitab Hukum Kanonik, tipe-tipe perserikatan yang ada dalam Gereja Katolik, dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Perserikatan Privat, yaitu perserikatan yang didirikan dengan perjanjian privat antar anggota yang berada di dalamnya untuk mengejar tujuan-tujuan yang disebut dalam KHK 298§1. (bdk. KHK 299§1).

Perserikatan-perserikatan privat ini diarahkan dan dipimpin oleh kaum beriman kristiani menurut ketentuan-ketentuan statuta di dalam perserikatan tersebut. Keterlibatan dan pengaruh otoritas gerejawi terhadap perserikatan ini tergantung pada level pengakuan yang dicari oleh perserikatan Perserikatan privat dikategorikan antara lain: De Facto, Diakui, Dipuji atau Dianjurkan, dan Badan Hukum.

  1. Perserikatan Privat De Facto berdiri berdasarkan persetujuan umum di antara anggotanya tetapi tidak mendapatkan pengakuan dari otoritas Gereja. Karena perserikatan privat kategori ini tidak mencari pengakuan dari Gereja, statuta perserikatan tidak memerlukan penyelidikan dari otoritas gerejawi. Ketiadaan penyelidikan ini memberikan fleksibilitas yang besar dalam mengembangkan karyanya. Namun, struktur perserikatan yang kurang jelas dan kuat mendorong terjadinya konflik dan perpecahan yang akan berakibat runtuhnya perserikatan. Selain itu, ketiadaan penyelidikan oleh otoritas gerejawi juga mendorong terciptanya “persepsi kerahasiaan” dimana apa yang telah dilakukan oleh perserikatan ini, baik yang benar maupun yang salah, tidak dapat diketahui oleh Gereja. Oleh karena alasan ini, KHK menyatakan bahwa “tidak satu pun perserikatan privat kaum beriman kristiani dalam Gereja diakui, kecuali statutanya diselidiki oleh otoritas yang berwenang.” (KHK 299§3)
  2. Perserikatan Privat dengan kategori Diakui merupakan perserikatan privat de facto yang sudah mendapatkan pengakuan atas keberadaannya oleh otoritas gerejawi. Perserikatan privat ini mengizinkan statuta perserikatan diselidiki oleh otoritas gerejawi yang berkompeten. Dalam status Diakui ini, dialog dan kerjasama yang lebih baik di antara para anggota perserikatan privat dan hierarki Gereja perlu lebih diupayakan dan didorong. Perserikatan privat Diakui ini memiliki otonomi yang sama dengan perserikatan privat De Facto.
  3. Perserikatan Privat Dipuji atau Dianjurkan namun tidak memiliki status Badan Hukum memiliki otonomi dan fleksibilitas yang sama dengan dua kategori perserikatan privat sebelumnya. Perbedaan utamanya adalah pada level penyelidikan oleh otoritas gerejawi yang berkompeten. Sementara Kitab Hukum Kanonik tidak secara eksplisit menyatakan bahwa uskup atau ordinaris lokal harus menerima statuta perserikatan sebelum memuji dan menganjurkan perserikatan tersebut, tentu jelas bahwa tidak akan ada uskup yang memuji dan menganjurkan perserikatan yang tidak dia setujui keberadaannya. Bila perserikatan menghendaki pujian dan rekomendasi dari uskup, hal ini juga berarti perserikatan harus siap menerima kritik dan saran dari uskup tersebut.

2. Perserikatan Publik, yaitu perserikatan yang didirikan oleh otoritas gerejawi yang berwenang yang bertujuan menyampaikan ajaran kristiani atas nama Gereja atau memajukan ibadat publik, atau mengejar tujuan-tujuan lain yang menurut hakikatnya menjadi kewenangan otoritas gerejawi tersebut. (bdk. KHK 301).

Dalam dekrit pendirian perserikatan ini, otoritas gerejawi yang berkompeten harus memberikan status Badan Hukum terhadap perserikatan publik tersebut dan memberikan sebuah misi atau pengutusan yang secara resmi dilakukan atas nama Gereja (bdk.KHK 313). Hanya Tahta Suci, Konferensi Para Uskup dan Uskup Diosesan yang memiliki otoritas untuk mendirikan perserikatan publik (KHK 312). Sebelum mengeluarkan dekrit pendirian, otoritas gerejawi yang berkompeten harus telah menerima statuta perserikatan tersebut (KHK 314).

Hanyalah otoritas gerejawi yang berwenang berhak mendirikan perserikatan kaum beriman kristiani yang bertujuan menyampaikan ajaran kristiani atas nama Gereja atau memajukan ibadat publik, atau mengejar tujuan-tujuan lain, yang penyelenggaraannya menurut hakikatnya direservasi pada otoritas gerejawi itu (KHK. 301§1).

Sebagai persekutuan publik, para anggota perserikatan bertindak dalam nama Gereja ketika memenuhi tujuan perserikatan. Karena sifat publik-nya, otoritas yang mendirikan perserikatan publik tersebut memiliki pengawasan langsung atas perserikatan dan secara khusus memiliki hak untuk meneguhkan pemimpinperserikatan publik yang terpilih, untuk mengangkat orang yang dicalonkan sebagai pemimpin perserikatan atau menunjukseseorang menjadi pemimpin perserikatan berdasarkan statuta perserikatan; serta mengangkat kapelan atau asisten gerejawi bagi perserikatan tersebut. (bdk. KHK 317§1).

Otoritas yang mendirikan perserikatan publik tersebut juga memiliki hak untuk menunjukkomisaris yang memimpin perserikatan atas namanya untuk sementara (KHK 318§1), hak untuk memberhentikan pemimpinperserikatan karena alasan yang adil, hak untuk mengurusi dan mengaudit harta-benda yang dimiliki perserikatan serta sumbangan dan derma yang diterima oleh perserikatan. (KHK 319). Contoh dari Perserikatan Publik ini adalah The Marian Catechist Apostolatedan Militia Immaculata.

3. Perserikatan Klerikal, yaitu perserikatan-perserikatan kaum beriman yang, berada dibawah pimpinan klerikus (kaum tertahbis), mengemban pelaksanaan kuasa tahbisan suci dan diakui demikian oleh otoritas yang berwenang. (KHK 302) Contohnya, Franciscan Missionaries of the Eternal Word, Work of Jesus High Priest,dan The Servants of the Sacred Heart of Jesus, Mary, and Joseph.

4. Ordo-ordo Ketiga adalah perserikatan-perserikatan yang para anggotanya dalam dunia mengambil bagian dalam semangat suatu tarekat religius dan dibawah kepemimpinan lebih tinggi tarekat itu menjalani hidup kerasulan dan mengejar kesempurnaan kristiani. Contohnya: Ordo Fransiskan Sekuler (OFS), Ordo Ketiga Karmelit (Third Order of Carmelite), Dominikan Awam, dan Passionis Awam.

Setiap perserikatan-perserikatan kaum beriman kristiani, berdasarkan Kitab Hukum Kanonik, tidak boleh menggunakan nama “Katolik” sebagai nama perserikatannya tanpa adanya izin resmi dari otoritas gerejawi yang berkompeten (KHK 216, 300, 803§3, 808). Meskipun norma ini sering tidak diketahui dan sering tidak ditaati, norma ini dibuat dengan maksud untuk melindungi umat beriman dari kelompok-kelompok yang tidak menunjukkan atau mengajarkan iman yang benar, iman Katolik.

Tidak jarang ada kelompok-kelompok yang sengaja memakai nama “Katolik” sebagai namanya lalu melakukan tindakan yang tercela dan sesat. Hal ini tentu dapat pula menyesatkan kaum beriman. Mereka bisa terpengaruh, tersesatkan atau memandang negatif Gereja Katolik. Oleh karena itu, setiap perserikatan kaum beriman yang menggunakan nama “Katolik” sebagai nama perserikatannya harus memiliki bukti izin resmi penggunaan dari otoritas gerejawi yang berkompeten.

YLBH Tri Dharma Adi Sucipto dalam perspektif KHK
Yayasan lembaga Bantuan Hukum Tri Dharma Adi Sucipto merupakan salah satu bentuk “pelayanan kategorial“, karena pelayanan kepada umat awam yang berbasis pada kesamaan jenis profesi, pekerjaan atau panggilan hidup , yang memer-lukan pendampingan pastoral untuk dapat berkembang dalam hal penghayatan iman dan kerohanian.

Di samping itu, pelayanan Yayasan lembaga Bantuan Hukum Tri Dharma Adi Sucipto merupakan “Pelayanan Organisasi dimana pelayanan kepada umat yang berbasis pada kesamaan motif dan minat dalam berorganisasi, yang memerlukan pendampingan agar dapat berkembang secara organisatoris maupun rohani.

Yayasan lembaga Bantuan Hukum Tri Dharma Adi Sucipto merupakan perwujudan dan realisasi nyata Gereja sebagai Paguyuban Umat Beriman dimana Gereja bukanlah tujuan, melainkan sarana keselamatan bagi dunia. Untuk itu Paguyuban Umat Beriman Katolik mesti terbuka, menjadi bagian dari masyarakat, hadir sebagai “garam dan terang” di tengah perjuangan membangun kehidupan yang adil, damai, sejahtera dan bermartabat (baca: Kerajaan Allah).

Hidup Yayasan lembaga Bantuan Hukum Tri Dharma Adi Sucipto mi merupakan bentuk cita-cita mewujudkan semangat hidup memnggereja kontekstual di tengah budaya. Terutama budaya ketidakadilan, penindasan, pelanggaran terhadap kemanusiaan (hak-hak azasi manusia) dan kekerasan.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Tri Dharma Adi Sucipto berlokasi di Jl. Masjid 33, Purwokerto, Jawa Tengah.

Kredit foto: Ilustrasi (Ist)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here