Senin, 13 03 2023
- 2Raj. 5:1-15a.
- Mzm. 42:2,3; 43:3,4.
- Luk. 4:24-30
SEMUA pasti ada waktunya untuk berubah menjadi lebih baik.
Setiap manusia punya cerita di masa lalunya. Ada baik, ada buruk.
Satu hal yang perlu kita tahu, kita tidak mungkin boleh merubah masa lalu, namun kita boleh menjadikan masa sekarang dan masa depan seperti apa yang kita mau.
Jangan pernah menilai seseorang berdasarkan masa lalunya.
Betapa banyak diantara kita yang memiliki masa lalu yang kelam dan jauh dari Allah.
Hidup dalam kegelapan dan tenggelam dalam dunia yang menipu, terombang-ambing dalam nafsu dan ambisi.
Setiap orang menggendong masa lalu. Alangkah baiknya kita jika kita menolak seseorang karena kesan dan pikiran kita akan masa lalu seseorang.
Setiap orang bisa berubah dan akan berubah.
Namun kenyataannya dalam kehidupan sekarang ini kebiasaan menilai seseorang di masa lalunya menurut kacamata orang yang menilai adalah sering terjadi.
Apabila orang yang dinilai tersebut menjadi lebih baik atau menjadi terkenal padahal sebelumnya biasa-biasa saja.
Seorang sahabat bercerita, bahwa orang-orang melabeli dirinya sebagai pengecut karena pernah dalam sebuah kejadian dia terkesan tidak bertanggungjawab.
Sejak peristiwa itu dia sudah berusaha menata hidup dan bertanggungjawab dengan kehidupannya namun banyak orang yang tidak percaya lagi.
Sulit rasanya melepaskan cap sudah menempel di dalam kehidupan ini.
Karena cap dterimanya itu kebaikan dan usaha yang lebih benar pun tidak pernah diperhatikan apalagi diapresiasi.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,
“Yesus bersabda bahwa tidak ada nabi yang dihargai ditempat asalnya.
Sebagaimana dialami oleh Yesus sendiri, orang-orang sekampung halaman-Nya juga mencibir Dia ketika Dia mengajar dengan hebat atau membuat karya-karya besar.”
Yesus berkata bahwa tidak ada nabi yang dihargai ditempat asalnya?
Pada jaman Yesus orang Nazaret hanya melihat bahwa Yesus adalah anak Yusuf seorang tukang kayu biasa, bahkan saudara-saudaranya pun hanya orang biasa dan ada dilingkungan mereka juga, mana mungkin Yesus mempunyai kemampuan yang “luar biasa”, karena itu mereka menolak Yesus sebagai nabi.
Namun Allah telah memilih Yesus untuk mengungkapkan kasih-Nya.
Kitapun telah dipilih oleh Allah untuk menjadi anak-anak Allah melalui pembaptisan.
Berarti kita pun mendapat “kuasa” dari Allah untuk menjadi ‘alat’Nya dalam mengungkapkan kasih Allah kepada sesama.
Dengan menjawab panggilan Allah, berarti kita mau dan bersedia untuk menyerahkan hidup kita kedalam kuasa Allah, kita berikan Allah tempat dan mengambil peran dalam hidup kita.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku juga termasuk orang yang menilai orang lain atas dasar masa lalunya?