MUNGKIN Anda adalah salah seorang yang suka menonton reality show bertitel Doomsday Preppers di saluran TV kabel National Geographic Channel. Saya pribadi baru mulai menonton acara ini beberapa episod. Acara televisi tersebut merekam berbagai persiapan yang dilakukan orang-orang untuk berbagai kemungkinan ‘bencana besar’ yang bisa menjadi ‘kiamat’.
Saya cukup terkejut, ternyata banyak juga orang di Amerika yang telah bersiap-siap untuk keadaan-keadaan darurat. Apa yang mereka persiapkan dilakukan dengan sadar tanpa menunjukkan keengganan. Hal itu mereka lakukan karena keyakinan mereka bahwa bencana bisa terjadi kapan saja, dan mereka harus selalu siap. Mereka memiliki antisipasi yang berbeda-beda untuk menghadapi kejatuhan ekonomi dan hiperinflasi, krisis minyak dan gas, badai matahari, serangan teroris, gempa bumi besar, pertukaran kutub bumi, dan bencana lainnya.
Tayangan ini membuat saya sadar akan baiknya bersiap-siap menghadapi situasi sulit ketika terjadi bencana. Namun di saat yang bersamaan, saya juga mengingat pentingnya mempersiapkan diri untuk situasi menghadapi kematian yang datangnya bisa kapan saja.
Saya kemudian teringat akan sebuah kisah perumpamaan dalam Alkitab, gadis bijaksana dan gadis bodoh (Mat 25: 1-13). Saya sungguh disadarkan bahwa selama ini, kita tahu, bahwa kematian adalah hal yang paling pasti terjadi dalam hidup kita. Oleh karena itu, semua orang semestinya ingin bisa meninggal dalam keadaan siap. Saya bertanya, siapakah yang ingin meninggal dalam keadaan tidak siap?
Ironisnya kita sangat sedikit melakukan persiapan untuk kematian itu sendiri. Perasaan belum bersiap-siap ini saya dapatkan ketika menonton Doomsday Preppers. Saya melihat orang-orang yang menyimpan bahan makanan untuk 22 orang untuk 15 tahun, membuat bunker anti nuklir dan rumah anti peluru, menyimpan persenjataan, pakaian dan masker anti senjata kimia dan biologi, swadaya pangan dengan berternak dan bertani, menghasilkan energi dari sumber terbarukan untuk rumah mereka, menyiapkan rute penyelamatan diri, dan banyak lagi. Tayangan ini membuat saya bisa membayangkan persiapan nabi Nuh untuk menghadapi air bah dengan bahtera dan hal-hal penting yang perlu diselamatkan. Setelah menonton episode demi episode, sebagai non-preppers saya merasa tidak siap sama sekali untuk menghadapi bencana apa pun.
Ketika saya kembali ke konteks kiamat pribadi, atau kematian pribadi seseorang, saya melihat saya pun tidak bersiap-siap sama sekali. Hal inilah yang membuat saya bertekad untuk secara bertahap mengejar ketertinggalan saya dalam hal bersiap-siap. Yesus sendiri telah berpesan pada saya dan Anda untuk bersiap-siap seperti gadis-gadis yang bijaksana. Ketidaksiapan kita akan berakibat sangat fatal. Dalam perumpamaan, dikisahkan gadis-gadis bodoh yang kehabisan minyak tidak bisa ikut ke dalam perjamuan kawin. Bisa saja saya kehilangan kesempatan saya untuk bersatu dengan Bapa di surga jika saya tidak bersiap-siap untuk kehidupan kekal tersebut.
Apa yang diharapkan Tuhan untuk kita persiapkan? Saya mengutip pesan Bunda Maria ketika menampakkan diri di Medjugorje, Yugoslavia “Berilah dirimu diperdamaikan dengan Tuhan dan dengan dirimu sendiri. Untuk hal ini, diperlukan sikap percaya, berdoa, berpuasa dan mengaku dosa sebulan sekali.”
Bunda Maria juga berkata, “saya mengajak kalian untuk mengaku dosa setiap bulan karena tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak membutuhkan pengakuan dosa setiap bulan.”
Walau kematian Nampak menakutkan, namun kematian seharusnya disambut dengan sukacita bagi pengikut Kristus, karena Yesus sudah berhasil mengalahkan maut dan menebus kita. Kita hanya pindah rumah saja, dari rumah di dunia ke rumah di surga. Tidak ada yang perlu ditakutkan dalam kematian. Tugas kita saat ini adalah tetap bersiap-siap dan tetap beriman kepada Tuhan. Tuhan beserta kita!