DALAM kondisi bahagia, aman, dan serba terjamin, hanya sedikit orang yang ingat akan Tuhan. Apakah itu sebabnya penduduk negara maju yang sudah makmur terkesan tidak membutuhkan Tuhan?
Begitu masalah dan penderitaan bertubi-tubi menimpa orang serta merta ingat pada yang maha kuasa. Itu bukan hal baru. Sejak masa Perjanjian Lama sudah begitu itu.
Tatkala dalam kondisi makmur jaya, bangsa Israel melupakan Tuhan. Ketika penjajahan dan penindasan oleh orang Kasdim menerpa, mereka berteriak seakan Tuhan telah melupakan mereka.
Nabi Habakuk yang mewakili suara mereka bertanya, “Berapa lama lagi, Tuhan, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada-Mu: ”Penindasan” tetapi tidak Kautolong? Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi.” (Habakuk 1: 2-3).
Tuhan pun menjawab, “Tuliskanlah penglihatan itu dan ukirkanlah itu pada loh-loh, supaya orang sambil lalu dapat membacanya. Sebab penglihatan itu masih menanti saatnya ,tetapi ia bersegera menuju kesudahannya dengan tidak menipu; apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh.” (Habakuk 2: 2-3).
Meski bangsa Israel berulang kali melawan Tuhan, Dia tidak mengabaikan mereka. Mazmur tanggapan mengingatkan bahwa Tuhan itu gembala dan kita adalah domba-domba-Nya (Mazmur 95: 7).
Santo Paulus mendorong Timotius agar ikut menderita demi Injil Yesus Kristus (2 Timotius 1: 8). Orang hendaknya berpegang pada iman dan kasih akan Tuhan Yesus Kristus (2 Timotius 1: 13). Itulah yang membuat orang mampu bertahan dalam kesulitan dan penderitaan.
Tuhan itu setia. Dia tidak membebaskan bangsa Israel untuk membinasakannya di padang gurun, melainkan untuk mencapai Tanah Terjanji. Perjalanannya penuh onak duri. Karena itu, mereka mesti tetap setia kepada Tuhan.
Itulah yang diajarkan Yesus ketika menjawab permintaan para murid agar iman mereka ditambah (Lukas 17: 5).
Milikilah iman, walau sebesar biji sesawi. Meski kecil, iman itu kuat dan mengakar; sulit dicabut. Itulah kekuatan sejati untuk menghadapi hidup.
Minggu, 2 Oktober 2022