Senin, 10 Maret 2025
Im. 19:1-2,11-18.
Mzm. 19:8,9,10,15.
Mat. 25:31-46
DALAM kehidupan ini, kita sering dihadapkan pada pilihan untuk peduli atau mengabaikan.
Ada banyak orang di sekitar kita yang lapar, haus, miskin, dan tersisih. Mereka membutuhkan uluran tangan, bukan hanya dalam bentuk materi, tetapi juga dalam kasih dan perhatian.
Setiap perbuatan baik yang tulus untuk sesama, terutama bagi mereka yang menderita, adalah bentuk pelayanan langsung kepada Tuhan sendiri.
Ketika kita memberi makanan kepada yang lapar, kita bukan hanya mengisi perut mereka, tetapi juga menunjukkan kasih Allah yang nyata.
Ketika kita memberi pakaian kepada mereka yang telanjang, kita sedang menutupi mereka dengan martabat yang Tuhan berikan.
Ketika kita mengunjungi yang sakit atau tersisih, kita menghadirkan harapan dan kehangatan yang mencerminkan kehadiran Tuhan.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,”Karena ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan. Aku haus dan kamu memberi Aku minum. Aku orang asing, dan kamu mengundang Aku masuk.
Aku telanjang dan kamu memakaikan Aku pakaian. Aku sakit dan kamu menengok Aku. Aku di penjara dan kamu datang kepada-Ku.”
Yesus mengidentifikasikan diri-Nya dengan orang-orang yang lapar, haus, asing, telanjang, sakit, dan terpenjara.
Ini menunjukkan bahwa ketika kita menolong sesama, kita sebenarnya sedang melayani Tuhan sendiri. Pelayanan yang sejati bukanlah sekadar tindakan lahiriah, melainkan sikap hati yang tulus.
Tuhan tidak hanya melihat apa yang kita lakukan, tetapi juga mengamati mengapa kita melakukannya. Jika kita menolong hanya untuk dipuji atau dihormati, maka kita telah menerima upah dari manusia.
Tetapi jika kita melakukannya dengan kasih yang murni, Tuhan sendiri yang akan membalasnya dengan sukacita yang tidak ternilai.
Melayani sesama bukanlah beban, tetapi kesempatan untuk mengalami kehadiran Tuhan lebih dekat. Ketika kita mengasihi tanpa pamrih, kita sedang mencerminkan kasih Kristus yang lebih dahulu mengasihi kita.
Dunia ini penuh dengan orang-orang yang membutuhkan uluran tangan kita, mereka yang kelaparan secara fisik maupun rohani, mereka yang kesepian dan tersisih, mereka yang sakit atau terpenjara oleh berbagai keadaan hidup
Kita dipanggil menjadi tangan dan kaki Tuhan di dunia ini. Sebab di setiap wajah mereka yang menderita, ada wajah Kristus yang menanti kasih kita. Dan di setiap kebaikan yang kita lakukan dengan tulus, ada sukacita surgawi yang menanti kita.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku harus menunggu kesempatan besar untuk berbuat baik atau mulai dengan tindakan nyata meski itu tindakan yang kecil?