Mengikuti Forum Fondacio Internasional di Tagaytay, Filipina

0
350 views
Forum Fondacio Internasional di Tagaytay, Filipina. (Romo Frans Kristiadi/Keuskupan Purwokerto)

SAYA  ingin berbagi kegembiraan, setelah boleh ikut bergabung dalam kegiatan forum Fondacio, sebuah komunitas yang mendidik orang-orang muda untuk menjadi misionaris-misionaris awam yang tangguh.

Forum Fondacio ini diadakan di Tagaytay, Filipina, 5-6 Mei 2018 . Dan kali ini, forum itu tidak hanya diikuti oleh Fondacio Asia, tapi juga seluruh komunitas Fondacio internasional (Afrika dan Eropa).

Total ada 26 negara dari tiga benua yang mengikuti forum kali ini.

Di Indonesia sendiri, komunitas ini belum ada. Baru ada satu OMK dari Keuskupan Agung Semarang yaitu Prabandanu yang tahun ini mengikuti kursus pendek formasi yang diadakan Fondacio ini di Manila, Filipina.

House of Focolare menjadi lokasi utama diadakannya forum Fondacio Internasional tanggal 5-6 Mei 2018 di Marie Polis, Tagaytay, Filipina.

Apa itu Fondacio

Fondacio adalah komunitas yang bergerak menjalankan misi kasih dan pelayanan bagi orang muda,  bagi orang miskin, untuk pasangan suami isteri dan keluarga. Sampai saat ini,  Fondacio Asia ada di Malaysia, Filipina, Myanmar, Vietnam dan Laos.

Fondacio memiliki tautan di Thailand, Brunei, Indonesia, China, Mongolia, Korea, dan Jepang.

Fondacio Asia menyediakan pendampingan pastoral, mentoring, dan dukungan teknis kepada tim dan pemimpin lokal, komunitas dan program dari masing-masing negara, menciptakan jaringan, bertukar pembelajaran dan saling mendukung.

Selain di Asia, Fondacio juga ada di beberapa negara di Eropa dan Afrika.

Hari pertama ketika para peserta forum baru berdatangan.

Fondacio mengupayakan bisa membentuk pemimpin baru  yang berakar dalam hal ini persahabatan dengan Kristus, misionaris dalam roh, mampu bekerja dengan orang-orang dari agama lain.

Kegiatan kursus selama satu tahun diberikan untuk orang-orang muda, untuk seminaris yang mendorong para muridnya untuk menjadi misionaris yang andal.

Forum Fondacio 2018: Spark of Change in the World

Perjumpaan Internasional tahun 2018 ini diadakan di Tagaytay, di rumah komunitas awam Focolare di Filipina, tanggal 5-6 Mei 2018 dengan tema “Spark of Change in the World’, benih-benih untuk perubahan ke arah yang lebih baik bagi Gereja dan kemanusiaan.

Forum ini menjadi perjumpaan dan pembelajaran bersama antarnegara dan juga sharing program yang dibuat di masing-masing negara anggota fondacio.

Adele Galey, enterpreuner muda, membagikan kisahnya mendirikan Ticket for Change, formasi orang muda untuk menjadi enterpreuner muda/wirausaha muda.

Di forum ini direfleksikan ajaran Paus Fransiskus dalam Evangelii Gaudium dan Laudato Si.

Para peserta juga diajak belajar bersama para praktisi dan pelaku perubahan yang berkembang dalam misi, ekologi, dan dikuatkan dengan spiritualitas.

Dalam forum ini, para pembicara secara umum menggunakan bahasa Inggris, dibantu penerjemah ke dalam bahasa Perancis dan Spanyol.

Kegiatan dalam forum ini kurang lebih adalah Perayaan Ekaristi, diskusi panel, penyampaian materi dalam forum umum, workshop, sharing, dan diskusi kelompok.

Kisah saya

Saya menerima undangan untuk mengikuti forum ini dari Romo Budi Purwantoro, Ketua Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Semarang yang note bene sudah mempunyai relasi dengan Fondacio Asia setelah menyekolahkan salah satu OMK-nya di sana. Setelah membaca undangan secara lengkap, gagasan dan tujuan yang bagus pula, saya memutuskan untuk menanggapi secara positif undangan ini dalam kapasitas saya sebagai Ketua Komisi Kepemudaan Keuskupan Purwokerto.

Dengan izin Romo Administrator Diosesan Keuskupan Purwokerto, saya berangkat ke Filipina, Jumat, 4 Mei 2018. Dari Indonesia, selain saya, ada Prabandanu (KAS), dan Mbak Ratna (KAJ) yang mengikuti kegiatan ini.

Bishop Baylon, Uskup Keuskupan Legazpi di Filipina dan Ketua Komisi Kepemudaan FABC menyampaikan workshop tentang Youth and Digital Age: Ministry Challenges.

Para peserta beristirahat di tiga tempat: di rumah Focolare (tempat utama), di Rumah Retret La Verna milik suster-suster Fransiskan, dan Rumah Retret St. John.

Setelah registrasi dll, saya diantar panitia dengan jeepney (angkot khas Philipina) ke La Verna.

Pertemuan diawali dengan tarian pembukaan yang dilakukan oleh-oleh orang-orang muda lulusan kursus Fondacio Asia. Kata pembuka dan prospektus disampaikan oleh Charles Bertille, Presiden Fondacio Asia.

Dalam sambutannya, ia mengatakan: “Setiap dari kita bisa  menjadi nyala api di tengah kegelapan dunia. Tidak hanya mereka yang terletak di pusat, sentral Gereja di Roma, tapi bahkan kita yang berada di batas-batas luar dunia: di Asia, di Afrika. Semoga Roh Kudus hadir dalam forum ini sehingga kami semua dikobarkan oleh api dalam hati kami, membuat kami mampu berbicara satu dengan yang lain, dan dapat melihat dengan cara pandang kenabian dengan mata kami.”

Berfoto bersama dengan Bishop Baylon dan beberapa penggerak orang muda di Asia.

Setelah kata pembuka dari Presiden Fondacio Asia, Forum menghadirkan papran video Kardinal Tagle, yang memberikan perspektifnya tentang dunia saat ini.

Kardinal Tagle menyampaikan tiga hal: keanekaragaman di Asia yang membuahkan konsekuensi yaitu dialog, arus perubahan di Asia  tentang emansipasi dan revolusi digital, dan yang ketiga tentang tanggungjawa besar bagi orang Katolik untuk membawa misi belas kasih bagi dunia.

Kardinal Tagle dari Manila ini juga berbicara secara khusus tentang OMK. Gereja mendengarkan orang muda, sesuai dengan ajakan Paus Fransiskus untuk Sinode OMK tahun 2018 ini. Gereja berjalan bersama orang muda.

Forum juga menghadirkan Romo Niphot Thienwiharn yang berbicara secara khusus tentang integral ecology, spiritualityand human identity in the 21st century.

Ia menyampaikan tentang perubahan arus teologi yang mendorong suatu arus teologi dalam konteks perjumpaannya dengan alam. Teolog dan teologi harus rendah hati, mau berjumpa dengan orang lain, belajar bersama yang lain.

Bersama komunitasnya, Romo Niphot menjadikan proses menanam padi hingga panen, sampai menjadi nasi, tidak menjadi arus ekologi yang lepas dari spiritualitas. “Benih yang jatuh ke tanah dan mati akan berbuah banyak,” demikian ia mengutip teks Kitab Suci sebagai suatu kebenaran yang nyata dalam hidup sehari-hari.

Selain forum umum, ada dua workshop yang saya ikuti. Workshop terjadi di hari pertama dan kedua.

  • Pertama, Bishop Baylon yang menyampaikan tentang orang muda di tengah perubahan teknologi dan digital.
  • Kedua, Adele Galey menyampaikan tentang formasi orang muda untuk menjadi enterpreuner muda. Resume saya untuk workshop ini akan saya sampaikan terpisah.

Pada hari kedua, setelah workshop dan diskusi panel usai, kami mendengarkan sintesisdari forum yang berjalan ini dari dua pembicara: Romo James Kroeger dan Prof. Nada.

Romo Kroeger menyampaikan beberapa kata kunci yaitu: solidarity, service, spark, sensitivity, spirituality. Gereja harus memiliki semangat solidaritas di tengah keragaman dunia.

  • Service atau pelayanan terlihat dari perjuangan para panitia untuk melayani dengan baik dan wajah ramah. Inilah Gereja.
  • Spark adalah terang yang meski kecil tapi membawa perubahan yang baik.
  • Sensitivitas menunjuk pada perjumpaan, pada sharing-sharing yang menyentuh.
  • Dan jangan dilupakan spiritualitas, perjumpaan kita dengan Tuhan yang mendorong orang muda menjadi pewarta yang gembira: online missionaries of God.

Prof Nada menegaskan bahwa setiap manusia adalah baik adanya, apa pun agamanya. Oleh karena itu, jangan pernah dilupakan kemauan untuk menjalin dialog dengan sepenuh hati, compassion.

Last but not least

Forum ini diakhiri dengan cultural night. Semua peserta berkumpul di halaman, di bawah langit yang sama. Kami berbicara dengan berbagai macam bahasa. Kami mengekspresikan kekayaan budaya kami masing-masing. Akan tetapi, kami menyadari bahwa kami disatukan dengan semangat kristiani yang boleh kami dengarkan pada perayaan ekaristi penutupan forum ini: Allah adalah Kasih.

Saya bersyukur boleh mengalami perjumpaan ini sebagai kesempatan untuk membangun jejaring dengan komunitas internasional dalam formasi orang muda, juga mengambil banyak poin penting yang me-recharge diri saya pribadi tentang teologi, spiritualitas, dan arah pendampingan untuk OMK di Indonesia dan di Keuskupan Purwokerto, pada khususnya.

Berkah Dalem.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here