Renungan Harian
Jum’at, 13 Agustus 2021
Bacaan I: Yos. 24: 1-13
Injil: Mat. 19: 3-12
SETIAP kali saya mendampingi calon pengantin yang mempersiapkan perayaan ekaristi penerimaan Sakramen Perkawinan, saya minta mereka mempersiapkan liturgi yang menarik yang mengesan untuk mereka.
Saya minta mereka untuk memilih bacaan-bacaan dari kitab suci yang paling mengesan bagi mereka.
Juga memilih lagu jangan hanya pasrah pada kelompok koornya.
Saya selalu minta mereka berdua menyiapkan sendiri. Jangan diserahkan begitu saja pada orang lain dan mereka hanya terima jadi.
Ketika mendekati hari H, saya selalu minta untuk latihan, bersama dengan keluarga dan para petugas.
Saya berharap mereka nanti sudah tahu apa yang mereka lakukan dan yang paling penting pengantin itu menikmati perayaan ekaristi dan saling menerimakan Sakramen Perkawinan.
Saya mengatakan kepada para calon pengantin alasan mengapa saya meminta seperti itu.
Menurut saya, pada saat mereka mau menikah, para calon pengantin itu dalam disposisi batin yang baik.
- Mereka penuh kegembiraan dan kebahagiaan;
- Kreka dalam situasi sungguh-sungguh bebas dengan pilihan hidup mereka;
- Mereka penuh keyakinan bahwa pasangan hidupnya ini adalah pilihan yang tepat baginya.
Sementara, dalam perjalanan perkawinan apinya tidak selalu berkobar-kobar, ada kalanya agak redup bahkan ada kalanya hampir padam.
Pada saat ada dalam situasi yang tidak menguntungkan itu, saat persiapan perkawinan dan saat perkawinan bisa diingat lagi, dihadirkan lagi.
Saat-saat yang penuh kebahagiaan dan keyakinan akan pilihannya dirasakan lagi. Sehingga bisa menjadi sarana untuk merefleksikan perjalanan perkawinan mereka mengapa sampai pada titik di mana apinya mau padam.
Dalam banyak pengalaman mengenang kembali saat-saat persiapan perkawinan dan saat perkawinan membantu pasangan-pasangan suami istri untuk mengobarkan api yang mulai redup atau hampir padam.
Sebagaimana dalam sabda Tuhan hari ini sejuh diwartakan dalam Kitab Yosua, Yosua menceritakan karya Allah dalam sejarah perjalanan bangsa Israel hingga dapat menduduki Tanah Terjanji.
Kisah itu menjadi pengingat bagi Umat Israel untuk selalu setia kepada Allah yang telah menuntun nenek moyang mereka sampai Tanah Terjanji.
Bagaimana dengan aku?
Peristiwa dalam hidupku seperti apa yang bisa menjadi sarana bagiku untuk mengobarkan kembali api dalam diriku?