Renungan Harian
Senin, 26 Juli 2026
Peringatan Wajib St. Yoakim dan St. Ana, Orangtua SP. Maria
Bacaan I: Sir. 44: 1.10-15
Injil: Mat. 13: 16-17
SUATU saat, saya merayakan ekaristi requiem untuk salah satu umat yang dipanggil Tuhan. Umat itu sudah sepuh dan sudah lama hidup sendiri.
Di lingkungan gereja paroki, beliau tidak dikenal. Sehingga ketika diberitakan bahwa beliau meninggal, juga tidak ada orang yang mengenalnya.
Pada saat merayakan ekaristi itu, saya hanya berdua dengan salah satu keponakannya.
Saya sendiri ketika merayakan ekaristi merasa sedih, karena terasa beliau seperti terlupakan oleh banyak orang.
Padahal menurut cerita keponakannya selama masa hidupnya beliau banyak sekali membiayai keponakan atau orang-orang yang dibantu.
Namun pada saat terakhir tidak satu pun dari mereka yang hadir.
Pengalaman itu mendorong saya untuk mengajak para umat senior untuk berkumpul, dan mengadakan pertemuan-pertemuan rutin, meski isinya hanya sekedar ngobrol.
Hal yang paling penting adalah untuk saling mengenal dan saling memperhatikan.
Beliau-beliau bisa saling menyapa sehingga tidak ada lagi umat senior yang tidak dikenal lagi di paroki.
Saya juga meminta umat senior itu kalau ada salah satu yang meninggal, kita bersama-sama merayakan ekaristi dan mendoakan yang sudah dipanggil.
Dalam perjalanan, umat senior amat rajin untuk berkumpul. Juga rajin untuk saling menyapa dan yang luar biasa adalah apabila ada salah satu umat yang meninggal, para umat senior selalu hadir.
Meskipun dari sisi kesehatan banyak yang sudah berkurang, tetapi semangat mereka untuk hadir dan mendoakan luar biasa.
Hal yang paling mengesankan adalah ketika ada salah satu umat senior yang meninggal, beberapa umat senior menceritakan kenangan-kenangan bersama dengan beliau.
Beberapa umat senior bisa memberi kesaksian akan kisah-kisah karya yang meski amat sederhana tetapi memberi rahmat luar biasa.
Artinya, banyak umat senior yang sebelumnya tidak banyak dikenal sekarang telah dikenal dan ternyata punya kisah-kisah karya yang luar biasa.
Pengalaman merayakan ekaristi untuk umat senior yang wafat bagi saya sekarang menjadi peristiwa sukacita. karena tidak lagi terjadi, umat senior wafat yang hadir hanya sedikit seolah tidak dikenang.
Sukacita saya terlebih karena bersama-sama memuliakan saudara kami di saat terakhir dan menghantar ke peristirahatannya yang terakhir.
Dalam pengalaman itu bukan hanya menghantar ke peristirahatan yang terakhir, tetapi juga mengenang segala karya dan kebaikannya.
Bahkan tidak jarang beberapa nasehat dan teladan hidupnya membekas dan menjadi pelajaran berharga bagi kami.
Saya sering kali mengajak umat dalam misa requiem mengajak bersyukur, karena kehadiran beliau yang kami antar menjadi tanda kehadiran Tuhan dalam hidup kami sehari-hari lewat karya dan teladannya.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Kitab Putera Sirakh:
“Dengan tenteram jenazah mereka dimakamkan, dan nama mereka hidup terus turun-temurun.”