Home BERITA Mengunjungi Lapas Nusakambangan Cilacap, Menyimak Curhatan Warga Binaan (1)

Mengunjungi Lapas Nusakambangan Cilacap, Menyimak Curhatan Warga Binaan (1)

0
738 views
Lapas Nusakambangan by Tribun Jateng

UNTUK pertama kalinya, saya berhasil bisa menginjakkan kaki di areal Lapas Nusakambangan dengan maximum security protocols, khususnya di bagian ruangan tahanan narkotika. Ini terjadi pada hari Kamis, 31 Januari 2019.

Saya pergi ke sana untuk menemani Romo Carolus Burrows OMI. Maka, kami berdua pergi menyeberang perairan laut dari Pelabuhan Baterei  Cilacap menuju Pulau Nusakambangan.

Kami berlayar sejenak dengan menggunakan kapal yang sudah disediakan oleh pihak keamanan Nusakambangan.

Sebelum masuk ke kapal diperiksa melalui X-ray. HP dan kartu identitas harus dititipkan di kantor keamanan.

Hanya 15 menit naik kapal

Perjalanan dengan kapal dari bibir pantai Cilacap menuju Lapas Nusakambangan hanya berlangsung sekitar 15 menit. Turun dari kapal, kami sudah ditunggu mobil yang siap menghantar ke lapas.

Mobil menyusuri jalan aspal yang awalnya mulus, namun lama-kelamaan  jalan penuh lubang.

Pemandangan sepanjang jalan di sebelah kanan laut adalah Segara Anakan, sementaa di sebelah kiri adalah kawasan hutan. Sekitar 30 menit, maka sampailah kami berdua ke tujuan yakni Lapas Nusakambangan dengan maximum security protocols untuk bagian tahanan narkotika.

Dua kali body check

Memasuki lapas ini, protokol yang harus dialami adalah dilakukannya pemeriksaan sebanyak dua kali check body.

Pemeriksaan raga pertama terjadi  di pintu gerbang utama dan yang kedua dilakukan petugas terhadap kami berdua  di pintu masuk dalam.

Begitu memasuki area dalam, maka pemandangan yang  langsung terlihat di depan mata adalah beberapa deretan bangunan yang diberi pagar kawat berduri tinggi.

Banyak “warga binaan” –mereka menyebut para pesakitan- berada di luar sel.

Informasi yang kami peroleh saat itu adalah hal ini. Saat itu, para warga binaan diberi kesempatan bisa “menghirup” udara di luar sel dan itu pun hanya berlangsung satu jam saja; mulai pukul 09.00–10.00 WIB.

Selebihnya, mereka harus mendekam di sel.

Ibadat rohani

Acara utama kunjungan ini adalah melakukan ibadat bagi warga binaan yang beragama Kristen dan Katolik.

Ibadat dihadiri sekitar 30 warga binaan dari berbagai denominasi Kristen dan Katolik.

Dengan mereka yang di hari itu menyempatkan diri hadir dan sempat ngobrol dengan kami berdua sebelum dan sesudah ibadat, maka inilah profil sosok mereka itu.

  • Enam orang dari Nigeria;
  • Dua orang dari negara-negara di Timur Tengah;
  • Dua orang dari Tiongkok;
  • Satu orang Malaysia.
  • Yang lainnya orang Indonesia.

Mereka yang berwarganegara asing  ditahan,  karena kasus narkotika. Sedangkan, penghuni “lokal” ada yang masuk kategori tersangkut kasus kriminal, meskipun kini harus menghuni lapas narkotika.

Kisah mereka

Inilah satu kisah menarik yang sempat dicurhatkan oleh salah satu warga binaan.

Seorang bapak umur 50-an. Sebut saja S, dan dia berasal dari Salatiga, Jateng. Ia pernah mengajar di sebuah SMP di Salatiga.

Ia juga sudah mendekam 10 tahun di Lapas Nusakambangan, karena terlibat dalam kasus pembunuhan.

Orang ini “galau”,  kalau nanti akhirnya bisa bebas. Itu karena isterinya telah resmi menceraikannya. Bersama dua anaknya, mantan isterinya itu kini telah bekerja di Malaysia.

Keluarga lainnya juga tidak mau lagi mengakuinya sebagai saudara, karena kasus pembunuhan yang telah dilakukannya. Padahal sebagai salah satu syarat untuk bisa bebas, harus ada tempat tinggal dan keluarga jelas yang akan dituju.

Mendadak jadi Kristiani

Ada beberapa hal menarik selama peribadatan dan juga curhatan para warga binaan.

Karena kesempatan keluar sel itu sangat langka, maka banyak di antara  warga binaan yang “tiba-tiba” menyatakan dirinya “telah” menjadi Kristiani: entah Kristen Protestan segala denominasi atau Katolik.

Hal itu kentara sekali, karena selama mengikuti liturgi  peribadatan itu, saya melihat hanya sekitar tiga orang yang boleh dikatakan cukup fasih bersahut-sahutan dalam upacara peribadatan. Selebihnya, mereka lebih banyak “diam”.

Dalam penyambutan komuni, Romo Carolus lebih menekankan kita sebagai satu komunitas yang percaya kepada Yesus Penyelamat.

Namun ada yang mengharukan. Setelah menyambut komuni, enam napi dari Nigeria langsung berlutut kusyuk berdoa.

Curhatan warga binaan lainnya akan menyusul pada tulisan berikutnya.  (Berlanjut)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here