Puncta 26.08.23
Sabtu Biasa XX
Matius 23: 1-12
PADA zaman Orba ada permainan judi yang dilegalkan, namanya Nalo (Nasional Lotre). Kemudian berganti nama menjadi SDSB (Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah).
Lalu berganti lagi menjadi Porkas (Pekan Olahraga dan Ketangkasan). Mungkin sekarang juga masih ada judi walau sembunyi-sembunyi.
Banyak “orang pintar” atau dukun sering didatangi orang untuk bertanya nomor berapa yang akan tembus nanti.
Dengan berbagai cara para dukun ini mengutak-atik angka untuk meramalkan. Mereka memberitahu nomor-nomor ramalannya yang akan tembus.
Saya berpikir usil, “Kalau mereka tahu nomor-nomor yang akan keluar, mengapa mereka tidak membeli sendiri supaya bisa jadi kaya?”
Pertanyaan yang sama juga bisa disampaikan kepada para pencetak teroris. Kalau mereka tahu dengan menjadi teroris bisa masuk surga dan mendapat hadiah 72 bidadari, mengapa mereka tidak melakukannya sendiri, tetapi mencari orang lain jadi “pengantin?”
Dukun-dukun dan pencetak teroris itu hanya bisa mengajarkan, tetapi tidak berani melakukan. Mereka hanya bisa mencari korban untuk kepentingannya sendiri.
Dalam Injil Yesus mengecam perbuatan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Mereka pandai mengajarkan tetapi tidak pernah melakukan.
Mereka mengikat beban-beban berat dan meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya.
Mereka hanya mencari penghormatan di depan umum, menggunakan baju-baju agamis, memakai tutup kepala, tali dan jumbai panjang supaya kelihatan suci.
Mereka suka duduk di kursi terhormat, disalami dan diciumi tangannya, suka dipanggil “Rabi.” Mereka suka mengejar status terhormat.
Yesus mengajarkan kepada para murid-Nya untuk tidak meniru kelakuan mereka. Malah Yesus mengajarkan hal yang sebaliknya.
“Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”
Falsafah luhur dari nenek moyang mengatakan, “Lamun sira sekti, aja mateni. Lamun sira banter, aja ndhisiki. Lamun sira pinter, aja minteri.”
Artinya kendati kamu sakti, kuat tetapi jangan menjatuhkan. Kendati kamu lebih cepat, jangan suka mendahului. Kendati kamu pandai, tetapi jangan merasa sok pandai.”
Inilah ajaran tentang kerendahan hati. Orang yang rendah hati bukan orang lemah atau kalah, tetapi justru luhur dan mulia pribadinya.
Hawanya panas oleh sinar matahari,
Menunggu hujan ternyata lama sekali.
Jangan meniru ahli Kitab dan Farisi,
Hanya cari pujian dan penghormatan diri.
Cawas, terhormatlah orang yang rendah hati