PROGRAM pembelajaran bersama ini dalam rangka untuk saling menguatkan dan meneguhkan kami – para formator. Tentang bagaimana cara kami dalam menjalani tugas sebaik-baiknya dalam mendampingi para religius muda (baca: novis).
Terlebih di era milenial ini.
Dalam rangka itulah, kami -para formator- KGN (Kursus Gabungan Novis) Yogyakarta, Semarang, dan Solo lalu mengadakan pertemuan singkat di Wisma Kaliurang, Yogyakarta, tanggal 31 Maret-1 April 2022 pekan lalu.
Adapun para formator yang hadir dalam program ini adalah para imam, suster, bruder dari berbagai Kongregasi. Di antaranya OMI, CSA, FICP, MTB, CB, SJD, PBHK, OP, MASF, BKK, SDP, PMY, dan AK.
Pergumulan batin pada formandi
Pada hari pertama, para formator membagikan pengalaman dalam mendampingi formandi yang mengalami pergumulan atau pergulatan di saat mengambil keputusan untuk tidak melanjutkan perjalanan panggilannya.
Berbagai cara dan strategi dari masing-masing pendamping dalam menemani calon, rupanya memperkaya pengalaman satu sama lain untuk saling memberi support dan solusi yang tepat.
Psiko-seksual
Dalam berbagi rasa kali ini, para pendamping lebih dominan mesyeringkan para formandi yang mengalami permasalahan dalam mengolah psikosesualnya di ruang formasi awal (baca: novisiat) juga sejarah kelamnya di masa lalu.
”Saya senang dengan pertemuan ini, karena novis kami setelah mengikuti pekan KGN psikoseksual, mereka semakin berani dan terbuka diri dengan magister.
Sebelumnya, mereka tidak terus terang atau jujur terhadap dirinya,” ungkap satu formator peserta yang sudah lama menjadi pendamping novis dengan beragam macam karakternya.
Menurut dia, sebenarnya selama di masa ruang formasi, kita telah memberi kebebasan kepada para novis melakukan discernment.
Jangan sampai dia mengambil keputusan di saat malah tengah dilandaa perasaan kecewa, putus asa, dan marah.
Nantinya, novis yang keluar itu pasti tidak akan bahagia. Apalagi, jika para formator itu tidak mempunyai strategi yang jitu dan menarik dalam memutuskan apakah si calon perlu keluar meninggalkan novisiat atau tidak.
Kreatif dan humanis
Para formator yang hadir, secara jujur mengakui bahwa tidak semua keputusan itu ada pada formator sendiri. Hendaklah disadari bahwa formator utama adalah Yesus.
Sedangkan pendamping adalah hanya sebagai jembatan untuk mengantar novis ke dalam sebuah keputusan yang tegas, jelas dan serius menjadi seorang religius.
Banyak aspek lain bisa menjadi ruang negosiasi dan kemurahan dari Roh Allah untuk memberi jalan bagi si religius, sehingga terbuka dan mau dibimbing dengan penuh humanis dan kasih.
Kita tahu semua di era teknologi yang sudah menembus para formandi sebelum masuk biara, menjadi catatan para pembina untuk berkreatif agar bagaimana para calon tidak merasa shock culture, ketika hubungan dengan keluarga ataupun orang yang mereka sayangi terputus begitu saja.
Jadi, ada kemungkinan tercipta budaya humanis bermain peran dalam relasi formandi dan formator di ruang novisiat.
Kisah dari lapangan
Ada pengalaman yang menarik adalah seorang formator di saat ulang tahun novisnya divideokan acaranya. Meskipun acaranya amat sederhana. Video itu dikirim ke keluarganya.
Ternyata keluarganya senang dan terjadi komunikasi yang baik antara keluarga novis dan magister.
Selain itu, ini merupakan bentuk komunikasi untuk saling memberi informasi tentang perkembangan anak mereka di novisiat.
Tujuannya agar keluarga juga terbuka dengan keadaan atau sejarah anaknya di masa lalu.
Model komunikasi seperti ini sangat menarik.
Ketika satu waktu novis mundur dari persaudaraan tidak membuat keluarga merasa kecewa, karena sudah mengetahui jatuh bangun anaknya sendiri dalam sejarah panggilan hidupnya.
Punya standar jelas
Pada hari kedua, sebagai nara sumber Romo Yam MSF, diberi waktu khusus untuk menginput isi syering pengalaman dari para formator.
Dikatakan bahwa dalam ruang formasi ada standar yang jelas untuk menyeleksi calon ke jenjang formasi berikutnya.
Pendampingan formasi psiko-seksual sangat penting bagi seorang formator dengan memiliki standar yang jelas. Misalnya metode mendeteksi calon sangat bervariasi.
Selain mengisi kuesioner Attachment Style, alat khusus mendeteksi kemungkinan-kemungkinan gangguan pribadi maupun klinis, dengan didukung oleh tiga alat tes kecerdasan yang dimiliki oleh si novis.
Misalnya formator perlu mengetes kecerdasan emosi, pengetahuan dan spiritual agar bisa mengenal secara utuh dan holistik pribadi si calon.
Menurut Vikaris Kongregasi MSF ini, formator harus berkreatif untuk:
- menelisik karakter novis melalui menulis life story.
- mengolah luka batin.
- membuat simbol, gambar diri.
Berbagai intrumen tersebut sangat membantu novis untuk semakin memurnikan motivasi menjadi religius yang dia cita-citakan atau jalani.
9 tipe novis
Romo Yam MSF berharap para formator mampu mengenali semblan tipe struktur kepribadian novis. Juga selalu mau melibatkan aspek lain yang mendukung perkembangan, pemekaran dan pertumbungan diri novis.
Hasil-hasil tes tersebut tentu saja bukan harga mati, namun 90 % valid dan siginifikan, sambil menyakinkan bahwa peran rahmat Allah hadir juga dalam diri formandi dan formator dalam menentukan keputusan dalam panggilan si novis.
Orientasi seksual
Romo Yam berpesan, agar formator serius mengenal orientasi seksual si novis.
Karena kita tahu bahwa perkembangan psiko-seksual adalah kunci perkembangan manusia. Selain itu, formator dengan cepat harus mampu mengarahkan si novis tentang perkembangan dan kematangan psikoseksualnya.
Dalam kasus tertentu, tidak menutup kemungkian masih ada ruang untuk menerima diri karena dipengaruh arah perkembangan psiko-seksual oleh beberapa faktor determinatif.
“Misalnya pengalaman pelecehan seksual oleh keluarga, kenalan, pacar atau pun mereka menjadi korban pelecehan tersebut.
Maka hendaklah para formator hati-hati mengambil keputusan dalam mengeluarkan novis dari pendidikan novisiat,” tegas penyuka lagu melodi cinta ini dengan nada humorisnya di depan para formator saat itu.
Peneguhan bersama
Di akhir lokakarya singkat ini dan mewakili peserta, Br. Lukas CS memberi kesan bahwa pertemuan ini sangat menarik.
Para formator merasa dikuatkan dan diteguhkan berkat paparan berbagai pengalaman di antara formator. Juga berkat kajian realistis assesment dari Romo Yam dalam mendeteksi psikis si religius muda.
Ini semua demi semakin cerdasnya dan bijaksananya para formator dalam mendampingi para formandi.
”Semoga ke depannya tidak hanya syering kegelisahan formator, tetapi sukacita menemani perjalanan panggilan novis,” ujar Sr. Hetty CB selaku Ketua KGN ini dengan mantap.
Akhirnya formandi bahagia, formator pun ikut bahagia.
Bravo para formator.
Dicatat dan disarikan oleh Br. Flavianus MTB