SEHARI ini, Kamis, 14 Januari 2016, boleh dibilang, hariku dipenuhi dengan praksis menjadi Gereja yang inklusif, inovatif dan transformatif. Meski sementara di Ibu Kota negeri dilanda aksi terorisme dan baku tembak yang membawa korban meninggal dan luka-luka, namun itu tak mengendorkan semangatku untuk menghayati semangat menjadi inklusif, inovatif dan transformatif.
Pertama, pagi hari, saya hadir dan karena diminta terlibat dalam fellowship persekutuan para “hamba Tuhan” yakni para pendeta dan pengurus garis depan keluarga Allah di Ungaran. Komunitas ini terdiri dari para pendeta, majelis, dan mereka yang terlibat dalam pelayanan di Gereja-Gereja Kristen Protestan dari berbagai denominasi dalam koordinasi dengan Badan Kerjasama Antar Gereja-Gereja baik di Kota Ungaran maupun Kabupaten Semarang. Mereka mengadakan persekutuan di Gereja Kristen Bethani Ungaran yang dilayani oleh Pendeta Revol. Saya diminta memberi renungan dan ulasan firman Tuhan bagi mereka. Kepada mereka saya sampaikan firman dari Injil Yohanes 17 yang berisi doa Yesus agar semua orang yang percaya kepada-Nya bersatu. Saya terangkan pentingnya membangun peradaban kasih dalam masyarakat Indonesia yang sejahtera, bermartabat dan beriman serta membangun Gereja yang inklusif, inovatif, dan transformatif dalam semangat kerukunan dan persatuan sebagai murid-murid Yesus Kristus. Banyak anggota tetapi satu tubuh. Kristuslah Sang Kepala, kita anggota-anggotanya. Roh Kudus jiwanya.
Dalam kesempatan ini, saya berjumpa dengan sejumlah pendeta yang melayani Gereja-Gereja Kristen di Ungaran dari berbagai denominasi. Pendeta Markus yang merupakan Ketua BKSAG Kabupaten Semarang sangat antusias menyambut kedatangan saya. Beliau mengatakan, inilah kerinduan beliau sejak lama bisa mengalami kerjasama seperti ini dalam semangat ekumenis.
Kedua, sesudah acara di Gereja Kristen Bethani, saya bersama Pendeta Natanael Didik langsung berangkat menuju Kantor Kementrian Agama-Agama Kabupaten Semarang. Maksud hati pertama-tama saya ingin berjumpa dengan Pembimas Umat Katolik Kabupaten Semarang untuk menyampaikan undangan Ibadat Ekumene dalam rangka Pembukaan Pekan Doa Sedunia untuk Kesatuan Umat Kristiani. Saya sampaikan maksud tersebut kepada Ibu Tentrem, yang menjadi Pembimas Umat Kristen Kabupaten Semarang. Namun, ketika sampai di Kantor Kemenag tersebut, Pak Andi Pembimas Katolik sedang ada di luar kantor. Bu Tentrem membantu mengontak Pak Andi. Dan saat tiba dai kantor tersebut saya justru berjumpa dengan KH Ahmad Thoha, yang menjadi Pembimas Umat Islam. Jadilah kami ngobrol ke sana ke mari seputar persaudaraan sejati sambil menunggu Pak Andi.
KH Ahmad Thoha memesankan jus untuk saya. Kami dipersilahkan masuk ke dalam ruangan. Syukurlah, Pak Andi segera tiba, dan kami pada akhirnya saling berbicara berlima, KH Ahmad Thoha, Pendeta Natanael, Bu Tentrem, Pak Andi dan saya. Di tengah obrolan itu, hadirlah pula Wakil Kakanwil Kemenag, Pak Haji Taufik. Obrolan pun kita seru dari soal-soal pribadi hingga keprihatinan atas aksi terorisme yang terjadi di Jakarta. Kami semua sedih dan prihatin.
Selesai dari pertemuan di Kantor Kemenag tersebut, saya mengantar Pendeta Natanael pulang ke rumahnya. Ternyata, rumahnya masih terkunci oleh sebab istrinya masih berada di gereja. Maka, saya mengantar beliau ke gereja. Di tengah perjalanan, terlihat, istri Pendeta Natanael berjalan kaki hendak pulang ke rumah. Pada akhirnya, Pendeta Natanael pun turunlah – sebab tidak mau saya antarkan, dan pulang ke rumah berdua dengan berjalan kaki.
Sementara itu, saya bersiap-siap meluncur menuju Gereja Hermon di Tanah Mas, dengan maksud berlatih mempersiapkan diri untuk acara Natalan Ekumene Kota Semarang bersama ananda Ceylin sebab kami harus berduet menyanyi lagu Santa Claus Is Coming to Town dalam drama musikal “The Miracle of Christmas” Jumat, 16 Januari 2016 di Holy Stadium Jemaat Kerajaan Injil. Sesampai di Tanah Mas, baru mendapat kabar ternyata latihan bersama dipindah di Gereja Efrata Citarum. Maka, saya pun meluncur ke sana.
Sesampai di Gereja Efrata Citarum, saya segera berlatih bersama ananda Ceylin dan teman-teman lain. Baru sesudah itu saya kembali ke Ungaran untuk menyatapa kelompok koor yang sedang berlatih di Poliklinik Bersalin Mardi Rahayu. Kelompok ini adalah sinergi antara Persekutuan Doa Kharismatik Katolik Ungaran dengan Paduan Suara Familia yang akan bertugas koor untuk Ibadat Ekumene Pembukaan Pekan Doa Sedunia di Gereja Ungaran pada hari Senin, 18 Januari 2016.
Ya, ya, ya, begitulah, sehari ini, aktivitas dan hidup saya tercurah untuk hal-hal yang terkait dengan upaya menjadi Gereja yang inklusif, inovatif dan transformatif, melalui perjumpaan dengan Umat Kristiani dari denominasi lain maupun dengan para sahabat Muslim, khususnya KH Ahmad Thoha dan KH Taufiq di Kemenag Kabupaten Semarang. Semoga bermanfaat dan menjadi berkat!***