Jumat, 1 November 2024
Hari Raya Semua Orang Kudus.
Why. 7:2-4,9-14.
Mzm. 24:1-2,3-4ab,5-6.
1Yoh. 3:1-3.
Mat. 5:1-12a.
KITA diundang untuk bahagia. Tetapi undangan itu bukan untuk bahagia menurut cara dunia, melainkan bahagia menurut ajaran Tuhan Yesus.
Bahagia menurut cara dunia memang berbeda dengan bahagia menurut cara Tuhan Yesus. Kebahagiaan secara duniawi yang kita kejar bersama ternyata jauh berbeda dengan Kebahagiaan yang ditawarkan oleh Tuhan Yesus.
Kebahagian yang ditawarkan dunia antar lain, kita bisa hidup dalam kelimpahan harta kekayaan, bersenang-senang, punya jabatan dan kuat serta berkuasa, tidak kekurangan makanan bahkan selalu bisa makan sampai kenyang dan serba berkecukupan, mempunyai limpah berkat dan segala usahanya selalu membawa untung, namanya terkenal, mendapat kemenangan, dan hidup aman dan nyaman.
Sedangkan kebahagiaan yang ditawarkan oleh Tuhan Yesus yang terungkap dalam Sabda Bahagia adalah menjadi orang yang miskin di hadapan Allah, lemah-lembut, haus dan lapar akan kebenaran, suci, membawa damai, bahkan dianiaya oleh sebab kebenaran.
Dari dua pilihan ini semua orang kudus telah mengambil pilihan hidup dan jalan kehidupan yang kedua, yakni mengikuti dan menghidupi sabda bahagia.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga”.
Sabda Tuhan di atas sangat terasa memberikan kebahagiaan bagi yang mendengarkan. Sabda ini mengandung harapan bagi kita yang mendasarkan hidupn ini pada Tuhan.
Meskipun mengalami keadaan yang sulit di dunia ini, bukan berarti kita harus menderita. Kebahagiaan tetap ada apabila segala kesulitan itu dibawa dalam relasi dengan Tuhan sendiri. Itu berarti kita mempunyai iman yang mendalam.
Orang yang miskin di hadapan Allah, akan datang ke hadirat Allah dengan rendah hati, mengakui dosa-dosanya, serta memohon belas kasihan-Nya. Mereka itulah yang beroleh kasih karunia Allah dan yang empunya Kerajaan Surga.
Para Kudus semasa hidupnya adalah orang beriman yang selalu merindukan Tuhan setiap saat. Cintanya pada Tuhan sangat besar, sehingga yang muncul keinginan terus menerus untuk membahagiakan.
Maka, dirasakan segala kebaikan yang dilakukan tidak pernah cukup untuk membahagiakan Tuhan. Kita tahu orang yang merasa kekurangan disebut miskin. Jadi, orang yang miskin di hadapan Tuhan adalah orang yang selalu merasa kurang untuk terus mencintai Tuhan.
Oleh karena itu, jika dia bisa menjumpai Tuhan yang ada hanyalah kebahagiaan, karena rasa lapar dan dahaga untuk mencintai terpenuhi.
Demikian juga dengan ucapan sabda yang lain, memberikan pemahaman bahwa harapan akan cinta Tuhan menjadi kekuatan untuk menjalani seluruh kehidupan ini dengan baik.
Harta kekayaan bukan ukuran, demikian juga jabatan dan kedudukan bukan jaminan bahagia, karena semua itu hanya bungkus saja.
Artinya bisa menjadi sarana, tetapi bukan yang menentukan. Esensi bahagia murni ada dalam persatuan hakiki dengan Tuhan sendiri.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah aku telah memilih tawaran Tuhan dalam kehidupan ini?