Menjadi Murid yang Bahagia

0
472 views
Ilustrasi: Menjadi murid Tuhan.

Rabu, 7 September 2022

1Kor. 7:25-31.
Mzm. 45:11-12,14-15,16-17.
Luk. 6:20-26.

DI dalam hidup ini, kita akan dihadapkan pada berbagai macam pilihan. Setiap pilihan selalu disertai dengan konsekwensi yang tidak bisa kita abaikan begitu saja.

Jika kita berani dan mampu mempertanggungjawabkan pilihan dangan sepenuh hati maka kita akan menuai manfaat atau berkat, meski selalu ada harga yang harus kita bayar.

Bila kita memilih ikut Yesus, tentu ada harga yang harus dibayar. Ada konsekwensi yang menyertai dan menuntut nilai yang mesti kita hidupi, ada pola dan standar hidup yang harus kita tunjukkan sebagai bukti dari pilihan hati kita.

Kesetiaan dan ketekunan serta ketulusan hati kita dalam mengikuti Tuhan Yesus akan menuntun kita pada sebuah kebahagiaan dan keselamatan, meski untuk mencapainya harus melewati jalan-jalan yang terjal penuh dengan kesulitan bahkan penderitaan.

“Kami sekeluarga mengikuti Tuhan Yesus sejak kakek dan nenek pada zaman Presiden Sukarno dulu,” kata seorang kakek.

“Meski kami hanya beberapa jiwa namun sejak dulu kami tidak pernah mau pindah ke agama lain,” lanjutnya.

“Bahkan ketika ada orang yang menawarkan bantuan dengan syarat kami pindah agama, kami tolak.

Untuk kami, mengikuti Yesus sudah harga mati,” tegasnya.

“Sebuah pukulan dan kesedihan manakala ada anggota dari keluarga kami yang meninggalkan ajaran Tuhan Yesus karena pernikahan,” ujarnya.

“Saya tahu, bahwa anak-anak kami mengalami perlakuan yang berbeda atau diskirminasi entah itu di sekolah maupun di masyarakat, mereka sudah kenyang dengan aneka kesulitan dan dalam segala kesulitan itu mereka bisa bertahan. Namun tentang jodoh, akhirnya mereka gawal juga,” urainya.

“Jumlah umat Katolik yang begitu sedikit membuat anak-anak sulit menemukan jodoh yang seiman di tempat ini,” katanya sedih.

“Meski demikian, setelah menikah dengan orang yang beda keyakinan, mereka tetap berusaha menghayati hidup sesuai dengan iman kristiani, meski tidak secara terbuka,” jelasnya.

“Untuk itu, saya selalu mendorong dan mengusahakan supaya anak-anak melanjutkan sekolah di kota, hingga mereka memiliki teman yang seiman dan syukur-syukur Tuhan menganugerahkan jodoh mereka yang seiman,” paparnya.

“Saya selalu punya harapan yang kuat bahwa iman kristiani tidak akan musnah dari kampung kami ini, Tuhan pasti akan menguatkan dan menjaga anak-anak kami dalam menghidupi warisan iman kami,” tegasnya.

“Kalau hanya berdasarkan kekuatan kami, semuanya akan berakhir, namun karena kami yakin dan mengandalkan Tuhan, maka Tuhan tidak akan pernah mengecewakan harapan kami,” sambungnya.

Dalam bacaaan Injil hari ini kita dengar demikian,

“Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat.”

Seruan “Berbahagialah…” ditujukan kepada mereka yang mengalami kesulitan dalam hidup berkaitan dengan iman mereka kepada Tuhan.

Mereka menjadi miskin, lapar, sedih, dibenci, dikucilkan, dicela, dan ditolak. Itulah harga yang mereka harus bayar karena komitmen mereka untuk mengikuti Yesus.

Kepada orang-orang semacam inilah, Yesus menjanjikan Kerajaan Allah dan berkat-berkat, termasuk kecukupan makanan, sukacita, dan upah besar di surga.

Yesus sendiri memilih kemiskinan, kelaparan, kesedihan, dan penolakan supaya Ia menjadi Juruselamat dunia dengan mati di kayu salib.

Maka orang yang mengikut Dia seharusnya mengikuti pula jalan-Nya. Lalu apakah mereka yang ikut Yesus harus hidup melulu dalam penderitaan? Bukan begitu.

Maksudnya, sukacita dan berkat karena ikut Yesus begitu besar sehingga meskipun kita menyerahkan segala sesuatu yang kita miliki, itu takkan berarti apa-apa buat kita.

Karena Yesus menganugerahkan pengampunan dosa, damai dengan Allah, serta sukacita dalam mengikut Dia.

Bagaimana dengan diriku? Apakah aku bangga dan bahagia menjadi pengikut Tuhan Yesus?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here