Home BERITA Menjadi Pastor di Pedalaman Penajam, Kaltim: Kembalinya Anak Hilang (1)

Menjadi Pastor di Pedalaman Penajam, Kaltim: Kembalinya Anak Hilang (1)

0
Pak Lupoq danfoto Silau saat masih kecil hampir 20 tahun yang lalu.

SEPERTI biasa dan rutin dalam masa corona, setiap pukul 18.00 WIB, anak-anak Panti Asuhan Bunda Serayu berdoa Rosario di Panti Semadi Nderek Dewi Maria Banyumas. Aku pun selalu mengikuti kegiatan Doa Rosario ini.

Dalam Peristiwa Gembira ke-5, Suster Ibu Asrama lalu berdoa demikian. ”Syukur dan terimakasih Bunda Maria, berkat perlindungan Bunda, anak Pince sudah kembali berkumpul dengan kami.”

Setelah Doa Rosario, aku bertanya kepada Suster. ”Lo, ada apa dengan anak Pince, Suster?”

Lalu, suster menjelaskan bahwa Pince beberapa hari yang lalu telah lari dari panti. Setiap pagi, suster mohon kepada Bunda Maria agar Pince dapat kembali. Sambil pengurus panti asuhan, dia selalu dan tanpa henti terus mencari dan mencari. Pince, anak Panti Asuhan menghilang dan telah kembali ditemukan berkat perlindungan Bunda Maria.

Aku terusik dengan kejadian ini.

Pengalaman di pedalaman Kaltim

Pikiranku menerawang sebuah peristiwa yang sama 20 tahun yang lalu, ketika aku tinggal di sebuah paroki kecil pedalaman Kalimatan Timur. Aku mencoba membuka lembaran sejarah kejadian yang tersimpan dan tergores dalam buku hatiku.

Aku melihat kembali sebuah foto sisi hidupku sebagai seorang pastor pedalaman lewat peristiwa anak remaja yang hilang dan akhirnya bisa ditemukan kembali. Melalui perantaraan Bunda Maria dengan doa-doa Rosario.

Begini kisahnya.

Maria Fatima di Paroki Penajam

Memang, aku pernah merintis, membuka, dan menjadi Pastor Paroki di Kecamatan Penajam. Waktu itu, aku tinggal di sebuah rumah kayu dan Rumah Ibadat .

Aku hanya mau berkisah tentang Santa Maria dari Fatima. Parokiku yang baru dirintis memakai nama St. Maria dari Fatima. Dan kisahku ini banyak diilhami oleh umat yang rajin berdoa di depan patung St. Maria dari Fatima di Rumah Ibadat  Paroki Penajam.

Walaupun status hukum adalah Paroki, namun tidak memiliki bangunan Gereja. Itulah keadaan awal lahirnya Paroki Penajam tahun 2000.

Kisah Bapak Lupoq

Suatu senja, di kala listrik padam di Penajam, seorang bapak setengah tua mengetuk pintu pastoran. Begitu pintu terbuka, ”Bapak pastor, saya ingin berdoa di depan patung Bunda Maria, minta kunci kapel,” seru bapak itu.

Tanpa basa-basi kuantarkan dan kubukakan Rumah Ibadat. Bapak Lupoq, namanya, begitu khusyuk berdoa pada Bunda Maria. Dia menyalakan lilin yang sudah dibawa dari rumah. Tak tampak sebersit rasa lelah di wajahnya, setelah dia menempuh perjalanan 70 km dari kampung menuju pastoran.

Hanya satu keinginannya: berjumpa dengan Bunda Maria.

Aku hanya duduk termenung memandang Bapak Lupoq yang sedang berdoa pada Bunda Maria. Aku tidak ikut berdoa. Aku hanya menonton saja bagaimana dia berlutut dengan hormat di depan Bunda Maria.

Aku tidak tahu apa yang diungkapkan.

Tak ada salahnya, aku sebagai seorang pastor mengantarkan umatku untuk berdoa kepada Bunda Maria. Sebuah patung kecil Bunda Maria Fatima menjadi salah satu sudut keindahan tata ruang dari Rumah Ibadat Paroki Penajam, yang berukuran 6 x 9 m saja.

Umat sering datang berkunjung dengan tujuan berdoa pada Bunda Maria Fatima.

“Sudah, bapak Pastor,” kata Bapak Lupoq, sambil menyeka air mata yang membasahi wajahnya. Dia perlahan berjalan keluar dengan penuh kelegaan. Sebelum berdoa kelihatannya, Bapak Lupoq bingung,cemas, tidak tenang. Namun setelah dia berdoa kepada Bunda Maria, dia semakin tenang dan gembira.

Saat kumatikan lilin, ada uang Rp 2.000,00 yang telah diletakkan di samping patung Bunda Maria. Aku hanya berpikir bahwa persembahan pada Bunda Maria ini sudah menjadi tradisi atau kebetulan saja Bapak Lupoq sedang memiliki sebuah ujud khusus pada Bunda Maria.

Lilin dan bunga-bunga merupakan sebuah sarana bagi orang yang berdevosi kuat pada Bunda Maria.

Pernah kualami para peziarah berkeliling membawa lilin sambil menyanyikan lagu-lagu pujian Maria dari Gua Lourdes menuju ke Sanctuary. Hening, Khidmat dan sakral benar suasananya ketika aku mengikuti prosesi lilin di Lourdes.

Kisah Pak Lupoq

Sambil menikmati secangkir kopi hangat, Bapak Lupoq mulai berkisah demikian.

”Bapak Pastor, saya merasa bingung dan gelisah selama satu pekan terakhir di rumah. Maria Silau, anak gadis saya hilang entah kemana. Dia pamit bekerja di kota sejak enam bulan yang lalu. Hingga sekarang tidak ada beritanya. Saya sudah mencarinya kemana-mana selama satu pekan lamanya di kota, sampai habis uang saya,” ujarnya.

Sambil menghisap rokok kreteknya, Bapak Lupoq lalu melanjutkan kisahnya: “Saya merasa tenang berdoa pada Bunda Maria. Saya yakin Bunda Maria akan menolong saya.”

Maria pun mencari Yesus: Luk. 2: 41-52

Maria menemukan Yesus sedang berada di Bait Allah. Ada pengalaman kehilangan. Mencari dan mencari jawaban itulah salah  satu sifat peziarah sebagai umat Allah. Maria menjadi Bunda Penolong bagi Bapak Lupoq.

Saat krisis, saat kehilangan, Maria hadir sebagai perantara yang mendampingi dan melindungi agar anak-anaknya tidak mengambil jalan pintas.

Satu minggu berikutnya, Bapak Lupoq datang bersama dengan puterinya bernama Maria Silau.

”Bapak Pastor, Maria Silau sudah kembali. Saya mau berdoa lagi di Kapel, ”pintanya gembira.

Kembali untuk mengucap syukur adalah sikap orang beriman setelah mengalami penantian yang panjang.

Bapak Lupoq dan Maria Silau keluar dari kapel dengan wajah berseri dan damai. “Kami sudah berdoa. Terima kasih Bapak Pastor,” kata Pak Lupoq.

Kutatap wajah Bapak Lupoq dengan penuh kekaguman. Dalam hati aku mengatakan inilah perbuatan Maria Fatima, ibu yang selalu dan tekun mengantarkan anak-anaknya sampai pada titik kejernihan batin.

“Syukurlah, saya juga ikut lega dan senang Silau sudah kembali,” kataku pada mereka berdua.

“Yaah beginilah Bapak pastor, kami orang kampung sudah susah, gagal panen karena kena banjir, tambah susah Silau puteri saya pergi ke kota. Mamanya juga sakit-sakit. Tapi berkat Doa Rosario, Bunda Maria kasih jalan… baik… Bapak Pastor kami akan segera pulang. Jangan sampai ketinggalan kapal nanti.”

Sebagai seorang pastor kampung,yang berlindung kepada Bunda Maria, aku hanya bisa melepas kepergian Bapak Lupoq dan Maria Silau dengan berkat Tuhan.

”Syukurlah. Pulanglah dengan selamat sampai di kampung dan jangan lupa doakan satu kali Salam Maria untuk Pastor,” ujarku.

Aku kembali masuk rumah ibadat. Saat kumatikan lilin, ada uang Rp 4.000,00 yang diletakkan di samping patung Bunda Maria dan satu bungkus rokok.

Dikabulkan doanya, Bapak Lupoq lalu mempersembahkan dua kali lipat. Plus bonus rokok.

Bunda Maria menyampaikan, Tuhan Yesus memberi, Bapak Lupoq telah bersyukur dengan melakukan persembahan. Dan Pastor pun jadi ikut senang menerimanya. 

Tidak lupa kembali bersyukur dan juga tidak pelit. Itulah orang beriman yang pas, sama-sama menikmati berkat Tuhan. (Berlanjut)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version