BAGAIMANA menjadi saudara Yesus pada zaman ini? Untuk menyelami maknanya, baik kalau merenungkan apa yang akan terjadi pada akhir zaman.
Di akhir zaman Yesus menjadi Raja Semesta Alam. Di situlah Dia menghakimi semua bangsa. Dari ajaran Injil kali ini bisa direnungkan dan diresapkan bagaimana menjadi saudara Yesus: segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah satu saudaraKu yang paling hina ini.
Dalam Mat 25:31-46 digambarkan bagaimana pada akhir zaman nanti Anak Manusia datang sebagai raja untuk menghakimi semua bangsa.
Pahala diberikan kepada mereka yang berbuat baik kepadanya ketika ia lapar, haus, tak ada kenalan, telanjang, sakit, bahkan dipenjara. Mereka yang tak punya kepedulian akan tersingkir.
Mereka tidak menyadari bahwa perlakuan kepada salah satu dari saudaranya yang paling hina sama dengan perbuatan terhadapnya sendiri.
Penghakiman itu bukan semena-mena. Mengapa? Karena sebagai gembala Ia mengenal kawanannya satu per satu. Ia tahu siapa yang membiarkan diri diberkati. Seperti domba-domba, mereka ini akan diberinya tempat aman di sebelah kanannya. Tetapi yang menyukai kekerasan – seperti kambing – akan dijauhkannya.
Dikatakan, ”Apa bila Anak Manusia datang dalam kemuliaanNya….”. Ini sama sekali bukan ramalan bila yang dimaksud ialah “pengetahuan gaib tentang masa depan”. Yang hendak disoroti ialah keadaan yang sedang berlangsung kini. Kita biasa memahami masa sekarang sebagai kelanjutan dan akibat peristiwa-peristiwa masa lampau. Keadaan sekarang ini ialah “masa lampaunya” kejadian “kelak” yang digambarkan dalam petikan ini.
“Anak Manusia” di sini berhubungan erat dengan Dan 7:13. Di situ Daniel melihat ada sosok yang “seperti anak manusia” datang mengarah kepada Yang Mahakuasa untuk menerima kuasa atas bumi dan langit. Kuasa ini diberikan bukan kepada malaikat, atau makhluk ilahi, melainkan kepada tokoh yang memiliki ciri-ciri sebagai manusia itu. Dikatakan “mengarah” ke Yang Mahakuasa. Inilah kemanusiaan yang terbuka bagi keilahian, tidak menutup diri atau malah mau menyainginya. Semua ini ikut disampaikan dalam pengajaran Yesus dalam petikan Injil hari ini.
Anak Manusia tampil sebagai yang kini menduduki tahta kemuliaannya tetapi tetap mengarahkan diri kepada Yang Mahakuasa. Dalam ay. 34 ia malah terang-terangan menyebutNya sebagai Bapa yang telah menyiapkan tempat bagi mereka yang diberkati.
Dalam bahasa yang dipakai Yesus, bahasa Aram, ungkapan “anak manusia” itu artinya sama dengan “manusia”, tapi dengan penekanan pada sifatnya sebagai makhluk di hadapan Pencipta.
Dalam alam pikiran waktu itu seluruh umat manusia itu makhluknya Yang Maha Kuasa. Yesus beberapa kali merujuk pada dirinya sendiri sebagai “Anak Manusia”. Ia tahu tempatnya sebagai manusia di hadapan Pencipta. Hidupnya berasal dari Dia. Karena itu Yesus mengajarkan bahwa Sang Pencipta dapat dipanggil sebagai Bapa. Dalam doa Bapa Kami dikenal siapa Allah yang dipanggil Bapa tadi.
Menurut Yesus, keselamatan “bangsa-bangsa” itu bergantung pada perlakuan mereka kepada sang raja ketika ia lapar, haus, tak ada tumpangan, telanjang, sakit, dipenjara.
Tapi ketika mereka bertanya kapan mereka ada kesempatan berbuat demikian terhadap dia, sang raja menjawab, yang kalian perbuat terhadap “salah seorang (saudaraku) yang paling hina ini” (ay. 39 dan 45) sama dengan yang kauperbuat terhadapku. Mereka yang di luar lingkungan bangsa terpilih dapat ikut menikmati keselamatan bila mereka menghargai yang paling kecil dari bangsa terpilih tadi.
Singkatnya, yang diselamatkan adalah mereka yang menjadi saudara Yesus. Untuk menjadi saudara Yesus, orang diajak untuk mewujudkan dalam tindakan konkret bagi yang kecil, lemah dan miskin.
Di situlah perwujudan iman yang nyata. Di situ juga orang diajak untuk sekaligus berbagi kebahagiaan. Integritas orang yang percaya pada Yesus membawa daya tarik bagi orang lain.
Tuhan Yesus, jadikan aku selalu saudaraMu dalam hidup sehari-hari.
Romo Wartaya Winangun SJ, pastur Paroki Santa Maria Tangerang; sebelumnya Direktur Kursus Pertanian Taman Tani (KPTT) Salatiga, Jawa Tengah.