Menjalani Kemoterapi Obati Kanker Getah Bening, Pengalaman Spiritual di Balik Sakit (3)

0
451 views
Meski didera sakit kanker getah bening, alumnus Seminari Mertoyudan angkatan tahun masuk 1978 Trias Dwi Nugroho tetap tampil ceria. Bahkan menikmati hari-hari sebelum kemoterapi dengan merokok. Kini Trias sudah almarhum. (Dok. Ovy)

BEGITULAH situasi batin orang yang sedang bergulat dengan fakta bahwa dirinya mengalami sakit serius.

Dan sebentar lagi, harus menjalani tindakan medis -kemoterapi- yang pasti membawa risiko. Lantaran Trias Dwi Nugroho kena penyakit kanker getah bening dan di lehernya ada benjolan cukup besar.

Dalam waktu sangat cepat, benjolan yang dulunya sangat kecil itu dalam beberapa pekan kemudian sudah membesar layaknya sebuah bola pingpong.

Hari Orang Sakit Sedunia (HOSS)

Liem Tjay sangat memahami apa yang dialami dan dirasakan oleh Trias.  Lalu, Liem Tjay ingat pesan Paus Fransiskus pada Hari Orang Sakit Sedunia (HOSS) tahun 2021 silam.

“Pengalaman sakit membuat kita menyadari kerentanan diri dan kebutuhan akan orang lain.

Hal ini membuat kita makin jelas merasakan bahwa kita adalah makhluk yang bergantung pada Tuhan.

Ketika sakit, ketakutan dan kebingungan dapat mencengkeram pikiran dan hati kita; kita mengalami ketidakberdayaan, karena kesehatan kita tidak bergantung pada kemampuan atau kekhawatiran hidup yang tiada henti. (lih. Mat 6: 27).

Penyakit membangkitkan pertanyaan tentang makna hidup, yang kita bawa ke hadapan Tuhan di dalam iman.

Dalam mencari arah hidup yang baru dan lebih mendalam, kita mungkin tidak menemukan jawaban langsung.

Kerabat dan teman kita pun tidak selalu dapat membantu kita dalam pencarian tersebut.”

Kunjungan para sahabat lawas dari alumni Seminari Mertoyudan angkatan tahun masuk 1978 yang datang menemui Trias dan keluarganya yang tinggal di kamar tamu Seminari Tinggi OMI di Condong Catur, Sleman, DIY. Dilakukan untuk berikan bombongan dan dukungan kepada Trias selama menjalani proses pengobatan kemoterapi untuk menjinakkan penyakit kanker getah bening yang bersarang di lehernya. (Ist)

Hari H jalani kemoterapi

Kemudian sambil bersandar di kursi, Trias melanjutkan kisah pertama kali menjalani kemoterapi.

“Hari dan saat dikemoterapi pun akhirnya tiba, Rabu tanggal 26 Januari 2022. Hari yang dinanti-nanti menjadi kenyataan.

Saya menjadi penasaran untuk merasakan bagaimana proses dikemoterapi.  Sejak pagi hari, dokter sudah memberitahu kepastian tindakan kemoterapi. Menunggu dan menunggu selama 12 jam memang pekerjaan yang membosankan, namun saya tetap sabar.

Pukul 18.00 seorang perawat masuk ke kamar saya dan mengatakan: ‘

Apakah Bapak Trias siap dikemo?’ dan penuh dengan rasa penasaran saya pun menjawab, ‘Siap, Suster’.

Pemasangan intravena

Jika pasien menjalani kemoterapi melalui intravena, yakni obat yang diberikan langsung melalui infus ke dalam pembuluh darah vena, maka dokter atau tenaga medis akan memasang alat tertentu, seperti kateter. 

Pemasangan kateter atau alat medis lainnya akan dilakukan ke dalam pembuluh darah vena besar di dada melalui tindakan operasi. Nantinya, obat kemoterapi akan dimasukkan ke dalam tubuh melalui alat tersebut.

Dibungkus dengan kertas hitam

Perawat membawa sebuah benda.

“Pikir saya itukah benda yang disebut kemo? Wadah benda itu persis infus tapi bedanya dibungkus kertas hitam.

Saya bertanya kepada perawat: Mengapa ada kertas hitamnya?,” begitu rasa penasaran itu terungkap dalam kata-kata penuh rasa ingin tahu dan sedikit cemas.

Jawab ibu perawat: “Ya, kertas hitam ini untuk menjaga radiasi bahan-bahan sekitarnya.”

“Saya menyimpan rasa takut, sambil berkata dalam hati: Aduh… seram juga.”

Seperti diinfus

Proses kemo berlangsung persis seperti ketika saya diinfus. Saya menikmatinya sambil tiduran. Tiba-tiba, pukul 18.30 WIB badan saya menggigil demam.

Melihat saya menggigil kesakitan, suster perawat menghentikan proses kemo, lalu saya diberi obat.

Kemo belum tuntas. Kemo berhenti di tengah jalan karena badan saya menggigil.

“Saya tetap semangat ingin segera sukses menuntaskan kemo sampai selesai. Sambil menunggu reaksi obat, 30 menit kemudian badan saya mulai berkeringat.

Ayo kemo lagi

“Dengan antusias, saya meminta kepada suster perawat: Ayo lanjut kemo lagi, Suster.”

“Pak Trias sudah kembali siap?” tanya perawat.

Sambil masih menyimpan rasa penasaran saya menjawab sekenanya, “Siap, Suster.”

Saya bertahan dan menguat-kuatkan sampai selesai, walau saya merasa ada yang kurang pas di dalam tubuh saya.

“Saya sempat tertidur. Saya ingat dari pukul 23.30 – 00.15 hari Kamis, tanggal 27 Januari 2022, saya berusaha melihat sendiri. Saya memang sadar dan semangat untuk menjadi saksi melek mata sampai kemo berakhir,” kenangnya.

Tiba tiba Suster Perawat berpesan, “Bapak Trias, nanti pukul 07.00 pagi, harus kembali siap ya. Kemoterapi akan dilanjutkan lagi.”

“Wow, ternyata kemonya belum selesai?” reaksi spontanku sembari menyimpan tanya.

“Ya memang, Kamis pagi hari itu ada tiga bungkus kecil bahan kemo yang dimasukkan ke tubuh saya lewat infus.”

Trias Dwi Nugroho, penderita kanker getah bening dan harus jalani kemoterapi, tampak tampil ceria bersama Okihiko Setiawan, keponakan yang disayangi. Mereka ada di teras ruang tamu Seminari Tinggi OMI di Condong Catur, Sleman, DY. (Doc.Ovy)

Kemo tahap pertama sudah selesai. Inilah pengalaman pertama Trias menerima kemoterapi. Lega sudah melewati.

Masa transisi dan penyesuaian akan membawa perubahan dalam diri Trias. Namun, Trias sudah lebih siap menerima kenyataan dengan legawa. (Berlanjut)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here