Maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu. (Mrk 1: 41)
Menjamah dengan Telinga.
Kita ini diciptakan dengan satu mulut dan dua telinga. Maksudnya, supaya kita banyak mendengarkan daripada berbicara.
Pernah suatu kali saya mengunjungi seorang bapak yang terkena musibah yang luar biasa. Rumah dan tokonya habis dilalap si jago merah. Istrinya meninggal dan anak-anaknya dilarikan ke Rumah Sakit.
Pada waktu itu saya datang untuk menghibur bapak tersebut dengan nasihat-nasihat rohani yang suci. Tetapi setelah saya berkhotbah sampai berbusa, pada akhirnya, bapak ini pun berkata, “Coba kalau pastor dalam posisi seperti saya ini. Bagaimana kira-kira perasaan pastor?”Saya diam dan termenung serta tercenung dengan kata-kata bapak tersebut.
Orang yang sedang sedang menderita perlu untuk didengarkan, bukan untuk dinasihati. Diam, duduk, dengar. Itulah yang perlu kita buat bagi mereka yang susah, resah dan gelisah.
Menjamah dengan Tepukan Tangan
Yesus menjamah orang yang sakit dan lenyaplah sakitnya.(Mrk. 1: 41 – 42)
Ada seorang ibu yang membagikan pengalamannya. Ia merasa gagal dalam mendidik anak-anaknya. Anaknya yang sulung kena narkoba. Semua saudara-saudaranya serta oma dari anak ini menyalahkan ibu tersebut. Ia merasa semua tangan menuding ke arah dirinya. Ia sedih, frustasi dan malu kepada semua orang.
Tiba-tiba, suaminya (ayah dari anak sulung ini) mendekati istrinya dan menepuk bahunya sambil berkata, “Ma, mari kita tanggung bersama-sama musibah keluarga ini. Aku ada untukmu!” Tentu saja, ibu tersebut menjadi semangat kembali.
Menjamah dengan Doa
Sebelum Yesus menyembuhkan orang yang sakit, selalu saja Yesus meminta dari pihak si sakit ada niat untuk sembuh. Sekali peristiwa seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus. Sambil berlutut di hadapan Yesus, ia memohon bantuan-Nya (Mrk 1: 40). Imanlah yang menyelamatkannya.
Belum lama ini, saya diminta untuk berdoa bagi seorang ibu yang pindah agama karena situasi dan kondisi. Ketika sebagai ibu muda, ia seorang pengurus Legio Marie yang rajin sekali. Hari-harinya dilalui dengan devosi kepada Bunda Maria.
Tetapi setelah pindah keyakinan, ibu ini setiap dengar lonceng Angelus selalu meneteskan air mata. Hatinya menangis, sebab cintanya kepada Bunda Maria yang mendalam, kini tidak bisa berdoa lagi. Ia rindu kepada Bunda Maria, namun tidak bisa apa-apa.
Ibu ini sudah tua renta sekarang dan sudah sakit-sakitan. Oleh pihak keluarganya, ibu ini mengundang kami untuk mendoakannya. Kami berdoa “Salam Maria” dan mengidungkan lagu-lagu Maria. Kerinduan ibu yang sudah bertahun-tahun itu kini sudah terobati. Matanya mulai berbinar-binar. Dia telah disembuhkan dengan kekuatan doa. Mukjizat masih ada.