Renungan Harian
Sabtu, 5 Juni 2021
PW. Bonifasius, Uskup dan Martir
Bacaan I: Tob. 12: 1. 5-15. 20
Injil: Mrk. 12: 38-44
BEBERAPA tahun yang lalu, saya kenal seorang calon imam yang baik. Ukuran baik ini dalam pandangan saya, para staf seminari dan umat yang mengenal dia.
Calon imam ini penampilannya sederhana, tutur katanya halus, sopan, dalam kehidupan bersama tidak neko-neko dan hampir tidak pernah melanggar peraturan.
Dengan penampilan yang demikian maka dalam pandangan kami, para staf seminari, dia adalah calon imam yang baik.
Namun demikian menurut teman-temannya sesama calon imam, orang ini banyak kepura-puraan. Apa yang ditampilkan bukan sesuatu yang sesungguhnya.
Dengan penampilan seperti itu dia berharap mendapatkan penilaian yang baik dari para staf seminari.
Beberapa teman melihat dan mengalami bahwa dia sering jajan di luar dan mentraktir teman-temannya yang menurut ukuran uang saku calon imam sebagai hal yang mustahil.
Masih menurut teman-temannya dan juga beberapa umat yang kenal, dia selalu memperkenalkan diri bahwa dirinya berasal dari keluarga yang berkecukupan bahkan lebih dari cukup.
Sehingga dia selalu mendapatkan tambahan uang saku dari keluarganya yang cukup besar.
Sampai suatu saat ada seorang umat yang bicara dengan staf seminari bahwa calon imam itu pinjam sejumlah uang untuk membantu kakaknya yang sedang sakit.
Kami para staf seminari terkejut, karena dia berani pinjam uang ke umat.
Dari satu kasus itu ternyata tidak hanya satu umat yang dipinjami uang, melainkan ada beberapa umat yang juga dipinjami uang dengan alasan yang berbeda.
Tentu hal itu membuat para staf seminari menjadi malu dan menelusuri jangan sampai banyak orang yang menjadi korban calon imam itu.
Pada saat itu, staf seminari tidak bisa bertanya pada calon imam yang bersangkutan karena sedang libur.
Pada suatu sore kami memutuskan untuk membuka kamar calon imam tersebut, dan kami semua terkejut, karena di dalam kamarnya ada seperangkat komputer yang dilengkapi TV tuner, dan beberapa peralatan yang seharusnya tidak dimiliki oleh calon imam.
Dengan berbekal data-data yang ada, maka staf seminari memutuskan bahwa orang ini sebaiknya hidup di luar seminari terlebih dahulu untuk memurnikan panggilannya.
Untuk kepentingan itu saya diutus untuk ke rumah calon imam tersebut dan bicara dengan orangtuanya.
Saya pergi ke desanya dan saya kesulitan untuk menemukan rumahnya.
Saya bertanya ke pastor paroki, ternyata pastor paroki tidak kenal dengan calon imam itu; pun orangtuanya juga tidak dikenal.
Saya ke kantor lurah, diarahkan ke pak RW dan diantar ke pak RT, tetapi tidak ada yang kenal.
Untung di tempat pak RT ada satu orang yang kenal dan cerita bahwa keluarga calon imam itu tinggal menumpang di rumah belakang seseorang.
Ketika saya sampai di rumah calon imam tersebut saya amat terkejut. karena rumahnya amat sederhana dan itu pun bukan milik orang tuanya.
Amat berbeda dengan apa yang diceritakan tentang keluarganya, gaya hidupnya dan barang-barang yang dimilikinya.
Hal itu semakin menguatkan kami bahwa ada yang tidak benar dengan orang ini.
Calon imam itu telah menolak kenyataan siapa dirinya dan asal usulnya. Dia ingin membangun diri yang baru dengan salah, dia dendam dengan hidupnya dengan hidup cara yang sebaliknya tetapi dengan memanfaatkan orang lain.
Benar seperti yang dikatakan teman-temannya dia mampu bermain peran begitu rupa, sehingga membuat orang terpesona dan mengasihinya.
Dia membangun citra diri yang salah, bahkan mungkin ini sebuah bentuk kelainan kepribadian.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Markus, Yesus mengkritik sikap dan cara hidup ahli taurat yang membangun citra diri demi kedudukan dan kehormatan serta untuk menutupi kebusukan diri.
“Waspadalah terhadap Ahli-ahli Taurat. Mereka suka berjalan-jalan dengan pakaian panjang dan suka menerima penghormatan di pasar.
Mereka suka menduduki tempat-tempat terdepan dalam rumah ibadat dan tempat-tempat terhormat dalam perjamuan. Mereka mencaplok rumah janda-janda sambil mengelabui orang dengan doa yang panjang-panjang.”
Bagaimana dengan aku?
Adakah aku berani menampilkan diriku apa adanya?