Mensyukuri Anugerah Panggilan Tuhan

1
46 views
Ilustrasi - Panggilan menjadi religius biarawati - berziarah mengarungi perjalanan hidup. (Pexel)

Sabtu, 18 Mei 2024

Kis 28:16-20.30-31;
Mzm 11:4.5.7;
Yoh 21:20-25.

PANGGILAN kita sebagai pengikut Kristus itu unik. Kita disentuh Tuhan melalui pengalaman yang sangat khusus dan pribadi. Kadar kedalaman cinta pada Tuhan pun berbeda, dan seringkali tergantung betapa dalam daya pembatinan yang kita lakukan.

Membandingkan pengalaman kita dengan orang lain justru membuat kita terkurung dalam egoisme sendiri. Hal itu akan menghambat hati kita untuk menjadi peka akan ajakan Yesus yang terdalam, “Tetapi engkau, ikutlah Aku.”

“Sebuah berkat saya terima, ketika tanpa sengaja saya bertemu teman sewaktu SD, saat mendampingi umat berziarah ke Gua Maria di Ambarawa,” kata seorang sahabat.

“Hampir 40 tahun, kami tidak bertemu. Setelah lulus SD, dia pindah tempat ke kota lain, karena ayahnya seorang tentara dan pindah ke kota itu. Sejak itu, kami tidak pernah bertemu.

Yang menarik dari pertemuan kami itu, adalah dia menjadi seorang bruder dan saya menjadi imam. Dalam pembicaraan kami menangkap jalan panggilan yang hampir sama, bahwa semuanya mengalir dan berjalan seperti Tuhan yang menuntun dan mengarahkan hidup kami.

“Saya tidak pernah menyangka bahwa panggilan menjadi seorang biarawan akan menjadi jalan hidupku. Namun, Tuhan begitu pintar membawa batinku untuk terpesona dan menghidupi panggilan ini. Maka sejak saya bergabung dalam kongregasi ini, saya merasa inilah hidupku dan inilah jalan pembaktianku kepada Tuhan dan sesama.

Sejak itu tidak pernah terbersit dalam benakku untuk meninggalkan panggilan ini. Sampai saat ini, saya menjalani panggilan hidup ini, dengan senang dan penuh syukur, bahkan ketika kesulitan datang menghampiri langkah hidupku,” katanya.

“Panggilan itu anugerah Tuhan yang akan berbuah dalam hidup jika diterima dengan rendah hati dan penuh syukur. Panggilan itu bukan soal jabatan namun soal pelayanan baik itu sebagai imam atau bruder,” kata sahabatku

Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian, Jawab Yesus: “Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku.”

Yesus mengingatkan agar Petrus tidak terlalu banyak mengurusi masa depan dan kehidupan murid yang lain. Kita pun juga tidak harus tahu apa yang sedang orang lain perjuangkan dan berusaha mencampuri urusan orang lain. Apalagi jika kita hanya ingin menjadikan kehidupan orang lain sebagi bahan gosip hingga orang lain mengalami ketidaknyamanan dengan sikap dan perilaku kita.

Setiap orang mempunyai tugas dan cara masing-masing dalam mengikuti Yesus. Setiap orang juga punya masalah dan kesulitan sendiri dalam membatinkan pengalaman perjumpaan dengan Tuhan dalam dinamika kehidupan sehari-hari.

Mari menahan diri, dan memberi ruang batin bagi orang lain untuk menemukan makna hidup panggilan mereka dengan cara yang baik.

Tidak perlu kita memupuk dala hati kita sikap iri dan keinginan membandingkan karya panggilan dan pengutusan kita dengan orang lain. Setiap orang punya anugerah dan berkatnya sendiri, tidak perlu kita cemburu dengan apa yang diterima dan dijalani orang lain.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku menerima panggilan Tuhan ini dengan rendah hati dan penuh syukur?

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here