PERTAMA-TAMA, kita harus belajar terus-menerus menemukan Allah dalam segala sesuatu dan menemukan segala sesuatu dalam konteks kehadiran Allah.
Apa ini sulit? Ya, sangat sulit untuk mereka yang tidak pernah mencoba dan melakukan. Apa ini sangat mudah? Ya, sangat mudah, untuk mereka yang terus-menerus melakukannya seperti yang digambarkan Daud dalam Mazmur 103 dan 104: “Pujilah Tuhan, hai jiwaku!”.
Menemukan kehadiran Tuhan
Memuji dan bersyukur kepada Allah sepanjang waktu adalah salah satu cara menemukan Allah dalam segala sesuatu yang kita alami dan kita jumpai. Dimulai saat kita terbangun dari tidur di pagi hari, kita mengucap syukur atas anugerah kehidupan, atas hari baru, atas semua yang masih bisa kita nikmati. Dan seterusnya kita biasakan mengucap syukur atas apa yang kita terima dan alami.
Bila yang kita alami adalah hal yang negatif, kita harus bisa melihat “ada hal baik apa?” di balik itu. Apakah Allah sedang menguji dan melatih kita membangun keutamaan tertentu seperti kesabaran, ketabahan, ketaatan, dan sebagainya?
Bila yang kita alami adalah godaan berbuat dosa, maka kita juga tetap bersyukur bahwa kita dilatih mengendalikan diri melawan kecenderungan dosa. Begitu seterusnya.
Bila kita berhadapan dengan orang lain yang selalu berpikiran dan bertindak negatif, mengeluh, tidak punya semangat, pesimis dengan keadaan, maka kita harus hadir sebagai terang, mengatakan yang sebaliknya, memberikan harapan dan semangat. Kehadiran kita harus menjadi kehadiran Allah yang memberikan cinta kasih dan semangat hidup. Allah ada dalam diri kita, membuat diri kita ada, hidup dan berkarya. (Bersambung)
Ignatius Sunandar, pernah mengikuti Retret Agung 30 Hari di Novisiat SJ Girisonta dan kini memimpin Komunitas Sahabat Yesus di Solo, Jawa Tengah.
Photo credit: Mathias Hariyadi (Candi Cetho, Tawangmangu)