INILAH kisah perjalanan penuh tantangan di wilayah pedalaman Paroki Apau Kayan di Keuskupan Tanjung Selor, Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara).
Perjalanan penuh tantangan ini dialami oleh Romo Sixtus Pr, imam diosesan Keuskupan Tanjung Selor yang kini mengampu pastoral di Paroki Apau Kayan — perjalanan bisa makan waktu 3-4 hari dari Tarakan, Kaltara.
Itu kalau tidak ada pesawat kecil yang bisa menerbangkan dari Tarakan menuju sebuah titik lokasi terdekat di Apau Kayan.
Pelayanan pastoral Natal
Koleksi foto dan video itu berkisah tantang perjalanan turne usai melakukan layanan pastoral Natal, Desember 2021 lalu.
Dimulai dari Stasi Sungai Boh menuju “pusat kota” di Paroki Apau Kayan.
“Perjalanan diwarnai dengan ‘mandi’ bubur lumpur pekat dan masuk di banyak kubangan lumpir di sepanjang jalan acak kadut. Ini terjadi sepanjang perjalanan pulang,” papar Romo Sixtus Pr menjawab Sesawi.Net, hari Jumat malam tanggal 7 Januari 2022.
Sore hari menjelang malam, perjalanan baru bisa smapai di Stasi Sungai Barang.
“Karena sudah malam dan demi keamanan dan keselamatan, saya memutuskan menginap di Sungai Barang.
Barulah esok harinya, melanjutkan perjalanan lanjutan menuju Apau Kayan,” papar imam diosesan Keuskupan Tanjung Selor yang pernah jadi tukang cuci motor sebelum memutuskan “balik arah” menjadi pastor.
Mental baja, semangat petualang
Sungguh, untuk mampu berkarya pastoral di wilayah pedalaman Kaltara -tepatnya di wilayah pastoral Keuskupan Tanjung Selor- para imam dan tenaga pastoral lainnya butuh nyali dan mental baja.
Itu belum cukup. Harus sehat fisik, mental pemberani dan bersemangatkan petualangan sejati.
“Karena salah-salah strategi, ya harus berani menginap di jalanan sepi di tengah hutan sendiri, minus persediaan makan-minum,” papar Romo Sixtus Pr saat bertemu Sesawi.Net dan Sr. Kristina Fransiska CP di Pastoran Paroki Tarakan, Kaltara, Februari 2017 silam.
Kredit: Romo Sixtus Pr/Keuskupan Tanjung Selor, Kaltara.