Rabu 24 Januari 2024.
- 2Sam. 7:4-17.
- Mzm. 89:4-5,27-28,29-30.
- Mrk. 4:1-20.
KITA menuai apa yang kita tabur adalah pepatah yang berarti konsekuensi masa depan pasti dibentuk oleh tindakan saat ini. Jadi, segala sesuatu yang terjadi adalah hasil dari hal-hal yang telah kita lakukan di masa lalu.
Jika kita melakukan hal-hal yang baik dan positif, hasilnya akan menguntungkan kita. Demikian pula jika kita melakukan perbuatan jahat dan buruk yang menyakiti orang, hasilnya akan sama.
Seperti yang kata-kata mutiara yang populer, “Semua yang kamu lakukan, semua yang kamu katakan, setiap pilihan yang kamu buat, cepat atau lambat akan kembali.”
Kita harus bertanggungjawab atas tindakan kita dengan kehidupan.
“Saya sangat bersyukur, di usia tuaku, aku bisa hidup tenang dan bahagia dengan anak menantu dan cucu,” kata seorang bapak.
“Kalau menengok masa-masa sulit yang lalu, apa yang terjadi saat ini sungguh kemurahan hati Allah bagiku dan juga anak-anakku,” sambungnya.
“Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan airmata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa berkas-berkasnya,” kata bapak itu mengutip pemazmur.
“Saya percaya sungguh pada tangan Tuhan, bahwa tidak pernah akan sia-sia pengurbanan yang kita lakukan,” ujarnya.
“Dulu kami hidup dalam banyak kesulitan bahkan untuk makan saja kami harus berjuang keras dan berhemat, kini setiap tahun anak-anak bisa mengagendakan liburan keluarga bersama,” paparnya.
Dalam bacaan Injil hari ini kita dengar demikian,”Dan akhirnya yang ditaburkan di tanah yang baik, ialah orang yang mendengar dan menyambut firman itu lalu berbuah, ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, dan ada yang seratus kali lipat.”
Benih adalah Firman Allah dan penabur benih adalah pengkhotbah, Yesus sendiri adalah penabur pertama. Benih ini ditaburkan di atas tanah yang mewakili hati manusia.
Benih itu diberikan secara cuma-cuma sebagai anugerah. Ia jatuh ke atas permukaan tanah sebagai anugerah bagi tanah tersebut. Tanah tidak mampu menghasilkan benih dan tidak berhak atasnya; bahkan sebenarnya tidak layak untuk menerimanya.
Jadi benih itu juga adalah keselamatan Allah yang dianugerahkan kepada kita sebagai hadiah dan bukan hasil usaha kita.
Maka ketika hidup kita dilimpahi berkat itu sungguh kemurahan Allah. Apa yang kita tabur bersama Allah akan menghasilkan buah melimpah dalam kehidupan kita.
Bagaimana dengan diriku?
Apakah yang aku taburkan dalam kehidupan bersama?