“Dan barangsiapa menyambut seorang anak kecil seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku.” (Mat 18,5)
DUA Minggu yang lalu, Keuskupan Purwokerto mendapatkan rombongan tamu anak-anak muda dari Jepang dan Thailand. Mereka didampingi oleh beberapa imam dan seorang uskup. Saat kedatangan, mereka disambut di halaman Paschalis Hall dengan upacara sederhana. Saya diminta memasang ikat kepala untuk Mgr. Bernard dan satu pimpinan rombongan lain.
Beberapa waktu sebelumnya, di tempat yang sama juga ada penyambutan tamu, yakni para peserta temu Pekan Komsos Nasional. Mereka disambut dengan tampilan beberapa kesenian tradisional Banyumasan. Dan dalam kesempatan itu, saya juga diminta untuk mengenakan blangkon Banyumasan untuk Mgr. Datus.
Penyambutan tamu merupakan peristiwa yang biasa dan banyak kali terjadi dalam berbagai kesempatan. Banyak orang pernah mengalami dan merasakan sebagai pihak penerima tamu. Betapa tidak mudahnya untuk menerima tamu orang-orang penting, para pejabat kenegaraan atau pimpinan bangsa. Ada standar-standar tertentu yang harus disiapkan demi keamanan para tamu yang datang. Hal inilah yang sering membuat pihak penerima kewalahan; hal-hal yang sudah disiapkan dan direncanakan bisa berubah dengan cepat karena ada tamu penting yang akan datang dan harus disambut. Selain standar keamanan, penerima tamu juga harus menyiapkan upacara penyambutan, seperti penjemputan, pengalungan bunga atau pemakaian pakaian khas daerah, penyediaan ruang tamu, suguhan yang layak dan pantas serta berbagai macam hal lainnya.
Cara-cara penyambutan seperti ini sangat berbeda dan mungkin tidak akan terjadi terhadap anak-anak. Jarang sekali terjadi penyambutan formal dan terencana untuk anak-anak kecil. Anak-anak kecil sering tidak diperhatikan; bahkan sering diminta untuk menyingkir jauh, agar merekatidak mengganggu acara orang-orang dewasa. Dalam sebuah ibadat dan perayaan Ekaristi juga pernah terjadi, bahwa pemimpin upacara marah dan meminta anak-anak untuk keluar dari tempat ibadat.
Banyak orang merasa terganggu dengan kehadiran, ulah, sikap dan perilaku anak-anak, yang masih suka bermain dan bercanda dengan teman-temannya. Mereka tertawa, berteriak dan berseru dengan polosnya sebagai ungkapan kegembiraan dan suka cita yang mengalir dari dalam diri dan hatinya. Mereka pun pasti tidak bermaksud jahat dan tidak baik untuk mengganggu acara atau kegiatan orang dewasa. Apa yang mereka lakukan, katakan dan perbuat sekedar mengalir dari hati yang gembira, rasa ingin tahu, tanpa terkandung niat-niat atau kepentingan lain yang tersembunyi.
Sang Guru mengajak para murid-Nya untuk menyambut dan menerima anak-anak kecil dengan baik. Para murid tidak boleh memandang rendah atau menghina anak-anak kecil; tidak boleh mengusir dan menyingkirkan mereka dari kehidupan bersama. Anak-anak kecil pun mempunyai hak yang sama dengan orang dewasa untuk mengalami kasih sayang Allah. Bahkan mereka bisa menjadi contoh dan inspirasi bagi orang dewasa untuk bersikap dan berperilaku jujur dan polos, tidak menyimpan niat jahat atau keinginan yang tidak baik.
Selama ini, bagaimanakah saya bersikap, menerima, memperlakukan dan menyambut anak-anak kecil yang hadir di dalam komunitas umat beriman? Berkah Dalem.
Kredit foto: Ilustrasi (Ist)