Menyelesaikan Rasa Sesal

0
637 views
llustrasi - Bertobat. (Ist)

Sabtu, 31 Juli 2021

Im.25:1.8-17.
Mat. 14:1-12.

“SAYA tidak bisa tenang, sebelum bertemu dengan adikku,”Kata seorang bapak yang datang bersama isterinya ke pastoran.

“Tetapi Pastor, kami semua tidak tahu di mana
adik ipar kami berada saat ini,” ujar isteri bapak itu.

“Apakah Pastor kiranya bisa membantu kami, mencarikan di mana saudara kami itu berada?,” kata bapak itu sambil memandang ke arahku.

“Zaman sekarang banyak cara untuk mencari seseorang. Kita usaha bersama-sama,” jawabku.

“Kami dua bersaudara. Namun saya telah berbuat jahat dan serakah padanya,” kata bapak itu.

“Saya telah serakah dengan mengambil semua warisan dari bapak ibu kami,” tuturnya.

“Yang membuat saya lebih menyesal, jika ingat betapa baiknya dia merawat bapak kami ketika sakit hingga tiadanya,” ujarnya lagi.

“Bapak beberapa kali memintaku memberikan apa yang menjadi hak adikku. Bahkan di saat-saat akhir hidupnya. Aku selalu menjawab ya nanti gampang,” kenangnya.

“Saat itu, mestinya saya memberi apa yang menjadi haknya. Namun tidak saya lakukan. Setelah orangtuaku tiada, dia pergi bak ditelan bumi dan tidak pernah bisa saya hubungi,” tutur bapak itu.

“Tujuh tahun kemudian setelah beberapa kali ada kejadian aneh dengan keluargaku. Saya merasa diingatkan oleh almarhum bapak untuk rukun dan mencari adikku. Saat itulah saya menyadari kesalahanku, kerakusanku, kesombonganku. Saya benar-benar orang yang jahat dan tidak berbudi,” lanjutnya.

“Saya ingin minta maaf padanya dan memberi apa yang menjadi haknya,” lanjutnya lagi.

“Semua belum terlambat, Pak. Apa yang menjadi niat bapak lakukan saja sebagai bentuk pertobatan,” selaku.

“Percaya saja, jika bapak punya niat yang baik, pasti Tuhan akan menunjukkan jalan,” ujarku.

“Selama ini, batinku tertekan dan aku diliputi rasa bersalah. Adik yang mestinya aku jaga malah aku singkirkan. Bahkan kini hilang tak tentu rimbanya,” kata bapak itu dengan pedih.

“Telusuri keberadaan saudara bapak dengan sabar ke saudara yang lain. Siapa tahu ada yang tahu dan sampaikan niat bapak untuk berdamai dengannya,” usulku.

“Iya, pastor,” sambutnya

Setelah kurang lebih dua tahun dari pertemuan sore hari itu, saya mendapat kabar bahwa adik dari bapak itu telah kembali dan mereka hidup bersama dengan rukun.

Syukurlah bahwa mereka sudah bisa kumpul kembali dan saling mengampuni.

Apa yang bisa kita lakukan jika hidup kita dikejar-kejar rasa bersalah?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here