Home BERITA Menyiapkan Diri Sebelum Meninggal Dunia

Menyiapkan Diri Sebelum Meninggal Dunia

1
Ilustrasi - bed rumah sakit. (Ist)

BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.

Kamis, 3 Maret 2022.

Tema: Menemani Deritaku.

Bacaan.

  • Ul. 30: 15-20.
  • Lk. 9: 33-25.

BADAN ini terasa lelah. Mata tidak bisa lagi kompromi. Baru sejam merebah, telepon pun berdering.

Ada suara di seberang, “Romo mama drop lagi. Tolong Romo. Kami bingung. Datang ya Mo.”

“Kenapa ibu?”

“Mama drop. Diabet Mo. Doakan mama kami, Mo. Kami tidak siap mama pergi. Kami membutuhkan mama.”

“Oke. Beri air putih hangat. Berdoa Rosariolah dulu. Romo segera kesana.”

Malam itu sudah menunjukkan kira-kira pukul 24.16

Ada rasa enggan melayani malam begini. Terpikir besok saja. Namun hati kecil berkata,  “Itu tugasmu.”

Sesampai di rumah terlihat sosok ibu yang kurus. Tergeletak lemas. Nafas tersengal-sengal. Badan habis. Perut sedikit menonjol

Menatap sekeliling dengan sayu.

“Romo, saya mau pulang.”

Saya tidak bisa berkata apa-apa. Kugengam kedua tangannya di antara tanganku.

“Kita berdoa ya bu, mohon yang terbaik.”

“Iya Romo. Tetapi saya ingin pulang secepatnya. Tidak ingin menyusahkan keluarga. Kasihan. Mereka terus berjaga dan merawat saya. Kasihan suami. Kadang harus mbolos untuk merawat saya. Anak-anak pun demikian.”

“Jangan ngomong gitu ma. Kami semua sayang mama. Mama ga boleh pergi dulu,” suara sesenggukan puterinya yang bungsu.

Ibu itulah ungkapan cinta mereka. Bapak dan anak-anak tetap mengutamakan kebersamaan. Apa yang mereka lakukan merupakan ungkapan syukur, ibu telah merawat mereka selama ini.

Ibu telah berjasa dalam hidup mereka. Mereka ingin ibu tetap ada bersama mereka.

Kami pun berdoa sejenak; memberikan Sakramen Minyak Suci dan Komuni Kudus.

Beberapa saat sejenak, setelah minum air hangat, ibu berkata, “Romo minta maaf. Merepotkan. Saya ingin tidur.”

Kepada keluarga saya berpesan, “Janganlah membuat suasana sedih ya.”

Biarlah ibu istirahat dengan tenang. Kalau mungkin setelah lagu-lagu rohani.

Biarkanlah ibu tenang sambil mendengar lagu-lagu rohani. Biarlah jiwanya belajar bersyukur atas hidupnya. Bahkan penderitaannya.

Beberapa pekan kemudian, kondisi kesehatan ibu membaik. Dua bulan kemudian, saya kembali datang berkunjung.

Hal yang sangat mengagumkan saat saya datang, ibu sedang masak makanan. Ia juga mencuci pakaian.

Badannya yang kurus bercucur keringat,  menyapa. “Romo maaf. Rumah masih berantakan. Belum sempat beberes. Silahkan masuk Romo.”

“Beginilah rumah kami Romo. Rumah cicilan. Yang penting kami punya tempat tinggal bersama. Dulu kami selalu berpindah-pindah. Tuhan baik. Saya mendapat uang pensiun sebagai pegawai negeri. Kami mencicil Romo,”

“Bagaimana perasaan ibu?”

“Saya merasa lebih tenang romo. Kami sudah punya rumah untuk tinggal bersama. Saya percaya, suami dan anak bisa melunasi. Saya hanya masih punya satu anak laki-laki. Tahun ini tamat STM. Dia tidak ingin melanjutkan. Tetapi ingin bekerja.”

“Syukurlah Bu. Pelan-pelan semua akan menjadi sempurna. Kesehatan Ibu gimana?”

“Ya begitulah Romo. Saya kena diabetes udah lama. Saya sudah memakai insulin 10 tahun ini. Beberapa obat juga. Kalau saya kecapean atau terbebani pikiran, gulanya naik turun tak teratur, mo. Kadang drop.

Maka saya banyak berdoa. Berserah kepada Tuhan. Saya belajar tidak mengeluh.

Saya merasa sudah cukup membangun rumah tangga, membesarkan anak-anak. Kami tidak mempunyai persoalan. Semua baik, ya suami dan anak-anak. Saya hanya minta satu kepada Tuhan supaya tidak lebih lama merepotkan mereka.”

“Apa yang Ibu harapkan?”

“Saya tidak berharap apa-apa. Harapan saya satu, bisa belajar berserah; belajar percaya dan tidak akan sedih bila Tuhan memanggil. Kami telah menyiapkan batin masing-masing.”

Dalam Kitab Ulangan tertulis:

“Kepadamu kuberhadapkan kehidupan dan kematian, berkat dan kutuk. Pilihlah kehidupan, supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunan mu, dengan mengasihi Tuhan Allahmu, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya.” ay 19b-20a.

Pesan Yesus:

“Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikuti Aku.” ay 23.

Tuhan biarlah derita-Mu menjadi bagian hidupku. Amin.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version