BAPERAN-BAcaan PERmenungan hariAN.
Kamis, 16 Desember 2021.
Tema: Sembah syukurku
Bacaan
- Yes. 54: 1-10.
- Luk. 7: 24-30.
BERGEMBIRA dan bersyukurlah. Apa pun keadaanmu, sesulit apa pun tetaplah bersyukur.
Pribadi yang berhati lapang dan terbuka dialah pemenang kehidupan.
Bukankah hidup itu sendiri berharga. Bukan karena engkau memiliki banyak. Terpenuhi semua keinginanmu. Bukan pula hidup yang berkelimpahan.
Hidup itu suatu berkat.
Seandainya pun ada kesesakan, relakanlah. Yang mendukakan, janganlah digenggam. Ia hanya mampir sesaat di dalam hidup.
Ia menyadarkan bahwa kita terbatas. Hidup kita terkait dengan yang lain. Hidup itu pada akhirnya terpaut pada “sesuatu” yang tak terbatas.
Bersyukur dan bersukacitalah. Bukan Kebetulan aku dilahirkan. Bukan tanpa sengaja aku dihimpun dalam suatu kawanan Gereja-Nya. Bukan nasib naas, bila memanggul salib kebaikan.
Itulah takdirku. Martabat muliaku.
Harga Diriku. Aku bersama dan dalam Dia melangkah.
“Aduh happy-nya. Lagi dapat anugerahkah?”
“Biasa Romo. Setiap pagi, saya selalu menyambut hari dengan gembira. Apalagi setiap pagi masih bisa menghadiri Ekaristi.
“Sebabnya?”
“Ya saya percaya. Setiap bangun pagi, saya gembira dan bersyukur. Saya mengalami lagi hari yang membahagiakan.
Apalagi diawali dengan Tuhan dan sesama lewat perjamuan Ekaristi. Hidup saya terasa lengkap. Hari-hari pun saya hayati sebagai perjalanan bersama Tuhan.”
“Kenapa bisa menggenggam pokok iman.”
“Iya. Pertama-tama umur Mo. Umur saya sudah tidak mencari uang yang berlebihan. Cukup untuk makan dan hidup sederhana. Umur saya untuk bersyukur. Asupan makanan pun terbatas.
Saya ingin melihat masa lalu sebagai sebuah perjalanan bersama Tuhan. Memgumpulkan jejak-jejak perjalanan iman.
Di usia saya ini, ingin semakin dekat dengan Tuhan. Sesering mungkin berdoa.
Saya belajar berani berserah. Rumah saya sangat boleh dipakai untuk pertemuan komunitas.”
“Tidak ada kesibukan ta? Momong cucu misalnya?”
“Saya sudah ditinggal suami 25 tahun yang lalu. Awalnya memang saya seperti lumpuh, oon. Saya tidak pernah lepas dari suami.
Kami selalu bersama. Semua dilakukan bersama.
Itu momen yang indah. Tanpa sadar, saya tergantung. Dan betul juga, sepeninggal dia, hidup saya jadi terasa hampa. Tidak bisa mengatasi pekerjaan. Ndak mampu memutuskan mana yang mendesak dan terbaik. Saya selalu terundung duka.
Tapi toh hidup harus diteruskan. Anak-anak memasuki umur dewasa. Perlu figur dan biaya untuk kuliah.
Sendiri. Dan sendiri. Saya mrantasi semuanya. Buka toko dan kemana pun harus sendiri. Saya tidak ingin masa depan anak terlunta. Semua saya pikul sendiri.
Saat terasa sepi dan batin tersayat, saya hanya bisa berdoa kepada Tuhan.
Saya mohon pengampunan.
Itulah yang menjadi kekuatan saya. Saya percaya Tuhan mengerti. Kenyataan memang demikian. Tuhan memperlancar dan memelihara kehidupan kami. Usaha berkembang. Awalnya tertatih-tatih.
Anak-anak bisa prihatin kok. Kedekatan batin itulah kekuatan saya. Mereka pun dekat dengan Tuhan. Kami berdoa bersama setiap malam. Hari Minggu, kami masak dan makan bersama.
Sungguh saya bersyukur. Anak-anak pun penurut yang baik. Mereka tahu bagaimana rasanya ditinggal pergi orang yang dicintai. Mereka begitu menyayangi saya. Mereka selalu ada untuk saya. Tak dipungkiri, mereka tetap membutuhkan figur ayah.
Saya punya tiga anak romo. Satu anak laki-laki dan dua anak perempuan.
Saya bangga dan bersyukur. Mereka jarang berdebat panas dan meninggalkan tempat perdebatan dengan membanting pintu atau apa.
Saya mengalami Tuhan baik. Ia menuntun hidup keluarga, kendati awalnya terseok-seok. Rasanya airmata saya habis saat ditinggal suami. Tapi saya sadar menangis bombay pun juga tidak akan kembali. Mendoakan dengan hati ikhlas; belajar berserah kepada Tuhan, itulah kekuatan saya.
Saya menyimpan airmata untuk anak-anak, saat mereka menikah. Saya ingin meninggalkan warisan kebahagiaan, airmata bahagia.
Dicatat dalam Injil, “Seluruh orang banyak yang mendengar perkataan-Nya, termasuk para pemungut cukai, mengakui kebenaran Allah, karena mereka telah memberi diri dibaptis oleh Yohanes.” ay 29.
Tuhan, terimalah hidupku. Amin.