SEPENGETAHUAN saya, teks liturgi misa Tata Perayaan Ekaristi (TPE) yang sekarang berlaku memang TPE 2005. Namun karena kurang tepat penerjemahaannya, maka KWI lalu menyusun tim khusus untuk kembali menerjemahkan ulang supaya sesuai dengan bahasa Latinnya.
Misalnya, “Sabda Tuhan” bukan “Demikianlah Sabda Tuhan”, karena teks Latinnya memang hanya “Verbum Domini” setelah dilakukan Bacaan I dan II.
Jadi penggantian ini bukan “sembrono”, karena memang ada dasarnya. Hanya saja, penggantian teks itu menjadi kurang bijak bila dilakukan saat ini.
Upaya penerjemahan ulang itu menjadi kabar baik bagi pemerhati liturgi di Tanahair. Misalnya saja hal ini pernah dibahas dalam Rapat Pleno Liturgi KWI 2015 “Menyambut Kehadiran Misale Romawi Indonesia” (Ref. berita Majalah Liturgi Vol.26/2015).
Kurang bijak
Nah, meski proses penerjemahannya belum rampung, namun ada beberapa imam yang mulai menggunakan terjemahan baru tersebut. Di sini letak kurang bijaknya. Umat yang belum paham kenapa ada teks liturgi ekaristi baru bisa saja lantas merasa tidak nyaman dengan rumusan baru tersebut.
Mestinya, segera setelah proses terjemahan itu selesai, maka teks baru itu akan diserahkan oleh tim revisi MR (Misale Romawi) kepada Takhta Suci untuk proses persetujuannya. Barulah akan disosialisasikan kepada umat. Di sini alur prosedurnya jelas: Penerjemahan – persetujuan Takhta Suci – Sosialisasi.
Saat ini, kita baru sampai tahap penterjemahan. Maka sangat arif, KWI lalu menggunakan kata-kata “…tidak berlaku atau belum semestinya disosialisasikan atau dipakai di kalangan umat.”
Itu karena memang proses pembaharuan sedang dilakukan, tetapi harus langkah demi langkah.
Artikel Sesawi.Net yang menggunakan istilah “sesuka hati” atau “sembrono” rasanya tidak pas dan kurang tepat, karena bagi pembaca awam yang tidak mengerti konteksnya, terkesan TPE 2005 sudah mantap dan baku. Juga, kalimat yang menyatakan imam yang mengubah teks tersebut terkesan “nakal” karena telah mengubah seenaknya saja. Padahal, teks tersebut penuh kesalahan dan sedang dalam proses pembaharuan.
Yang diminta KWI hanyalah: pembaharuan dilakukan langkah demi langkah, jangan langsung loncat ke tahap sosialisasi. (Baca juga: KWI Tegur Pastor yang Sesuka Hati Sering Mengubah Teks Baku Liturgi).
Sekian dan terima kasih.