Renungan Harian
Kamis, 10 Maret 2022
Bacaan I: T. Est. 4: 10a. 10c-12. 17-19
Injil: Mat. 7: 7-12
“SAYA anak pertama dari lima bersaudara. Dan yang terbayangkan bagi saya saat ini, kami berlima selisih usia hanya setahun atau setahun lebih sedikit. Bapak dan simbok saya adalah buruh tani. Bapak buruh menggarap sawah tetangga dan simbok buruh juga di tempat yang sama.
Bapak mencangkul, mengurus air untuk sawah, memupuk sampai nanti panen. Sedangkan simbok buruh tanam, matun (membersihkan rumput) dan nanti derep (memanen padi).
Jadi hidup kami serba pas-pasan, kalau tidak bisa dikatakan kekurangan; kalau kami makan dengan lauk telur ayam rebus yang dibagi lima sudah suatu kemewahan bagi saya dan adik-adik,
Saya dan dua orang adik saya setiap hari sebelum dan sepulang sekolah mengurus kambing gadhuhan (merawat dengan sistem bagi hasil) yang jumlahnya empat ekor.
Itu kami kerjakan setiap hari tanpa ada hari libur. Saat kami menggembalakan kambing adalah juga saat kami mengasuh adik-adik kami, karena ditinggal bapak dan simbok mburuh.
Itulah keadaan keluarga kami.
Setelah lulus SD saya mengatakan kepada bapak dan simbok untuk berhenti sekolah dan mau mencari pekerjaan apa saja atau ikut jadi buruh tani. Satu hal yang saya pikirkan saat itu adalah meringankan beban orangtua.
Namun ternyata bapak dan simbok melarang saya berhenti sekolah.
“Le, kamu harus sekolah biar pinter, syukur-syukur kamu nanti bisa jadi orang. Tetapi setidak-tidaknya, kalau kamu sekolah jalanmu lebih terang. Kamu jangan jadi orang bodoh seperti bapak dan simbokmu ini.
Soal biaya kamu tidak usah banyak mikir, bapak dan simbokmu biar yang bekerja keras, Gusti Allah sudah menyediakan rezekinya le,” kata simbok.
Maka saya memutuskan untuk melanjutkan sekolah di Sekolah Teknik (ST) (sekolah teknik setara SMP), dengan harapan nanti bisa cepat bisa kerja.
Di ST saya banyak mendalami soal pengelasan, dan saya senang dengan praktek-praktek pengelasan.
Saya bermimpi suatu saat nanti saya bisa punya bengkel las sendiri.
Setelah lulus ST, sekali lagi saya mengatakan kepada bapak dan simbok untuk berhenti sekolah dan mencari pekerjaan. Meski bapak dan simbok keberatan tetapi melihat niat saya yang sungguh-sungguh bapak dan simbok menyerah.
Mereka berpesan agar bekerja untuk menimba pengalaman sebanyak mungkin sebagai bekal di masa depan. Jangan bekerja hanya untuk memikirkan gajinya lebih dahulu.
Saya beruntung karena guru di ST menyalurkan saya untuk bekerja di bengkel las yang besar di kota. Bengkel las itu mengerjakan berbagai macam hal, mulai dari membuat teralis, pagar, tangga sampai mengelas bodi mobil.
Saya amat senang bekerja di tempat itu dan yang saya pegang adalah pesan bapak dan simbok bahwa saya bekerja untuk menimba pengalaman sebanyak mungkin.
Maka saat bekerja di bengkel itu apa pun yang diminta saya kerjakan dengan sungguh-sungguh, dan di sela-sela bekerja saya selalu banyak bertanya dan minta diajarin oleh karyawan-karyawan yang lebih senior.
Sehingga kira-kira setelah setahun saya bekerja saya sudah dipercaya untuk mengerjakan banyak hal.
Suatu hari, saya dipanggil bos saya dan ditanya apakah saya betah kerja di bengkel ini. Saya mengatakan bahwa saya betah dan senang kerja di bengkel ini karena saya bisa belajar banyak.
Kemudian saya ditanya apakah saya tidak ingin sekolah lagi?
Saya menjawab bahwa saya tidak ingin sekolah lagi karena di bengkel ini adalah sekolah terbaik untuk saya. Saya mengatakan bahwa cita-cita saya suatu saat nanti saya bisa punya bengkel las sendiri.
Entah bagaimana bos saya mengatakan bahwa dia punya toko kecil di desa saya dan saya bisa menggunakan untuk bengkel las sedang peralatannya diberi peralatan bekas yang masih layak pakai, nanti setiap bulan saya mengangsur.
Soal pekerjaan nanti akan dibantu. Hari itu saya rasanya seperti mendapatkan durian runtuh.
Itulah romo, kisah saya awal mula saya bisa memiliki bengkel sebesar ini sehingga bisa membahagiakan orangtua dan bisa juga menyekolahkan adik-adik saya sehingga mereka menjadi “orang”.
Benar apa yang dikatakan bapak dan simbok, tugas kita hanyalah bekerja keras dan Gusti Allah yang menyediakan rezekinya.”
Seorang bapak berkisah.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Matius: “Mintalah, maka kamu akan diberikan; carilah, maka kamu akan mendapat; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.”