DALAM hidup, kita dituntut untuk terus belajar dan berjuang. Untuk mencapai suatu yang sulit, maka tak jarang malah membuat saya tertantang.
Selain ada rasa penasaran, maka inilah saatnya membuktikan diri tangguh. Jika tidak sekarang, kapan lagi saya dapat melakukannya?
Demikian kata-kata itu selalu saya pegang .
Begitu juga dengan pengalaman hari ini telah penulis alami, ketika harus memimpin ibadat di sebuah lokasi pemakaman Katolik yang masuk wilayah Stasi Pyansa. Stasi ini masuk wilayah reksa pastoral Gereja Santa Maria Bunda Allah Paroki Nanga Mahap.
Nanga Mahap ada di wilayah Kabupaten Sekadau. Butuh waktu kurang lebih Sembilan jam dari Pontianak untuk sampai ke tempat terpencil ini.
Perjalanan dalam terpaan hujan
Tepat pukul 06.30 WIB, saya dijemput salah satu OMK dari Stasi Pyansa untuk memimpin ibadah arwah orang beriman di kuburan. Semalaman hujan lebat telah turun sehingga menggenangi jalanan.
Kondisi jalan yang kami lalui pagi ini menjadi cukup licin. Di sepanjang jalan yang dilalui penuh tanah kuning. Sesekali kami hampir terjatuh.
Namun karena kelihaian salah satu OMK yang membocengkan saya,maka kami tidak sampai terjatuh.
Pukul 08.20 WIB, kami telah sampai. Saya disambut baik oleh pemimpin umat.
Sebelum beranjak ke kuburan, kami sarapan pagi bersama.
Bahagianya dipercaya
Hari ini merupakan sejarah penting dalam perjalanan panggilan saya. Telah dipercaya umat untuk memimpin ibadah dan pemberkatan kuburan di Stasi Pyansa.
Sungguh ini merupakan penalaman pertama saya, setelah ibadah bersama umat, kami mengunjungi salah satu umat yang mengajak makan siang di rumahnya.
Setelah itu, kami lanjut makan siang bersama dengan umat satu Kampung Pyansa. Kami makan siang bersama di Rumah Adat. Dalam tradisi umat setempat, setelah misa arwah di kuburan, mereka lalu menyelenggarakan acara santap siang bersama.
Setiap umat membawa bekal dari rumah masing- masing dan makan bersama dengan yang lain.
Dalam pengalaman melakoni tradisi ini, saya merasa sangat bersyukur dapat mengenal dan makan bersama dengan umat Stasi Pyansa. Berlangsung dalam kesederhanaan, namun di situ ada cinta.
Meskipun menu makan tidak seperti orang di kota, namun mereka menyiapkan dengan tulus dan ihklas. Selama makan siang, kami menikmatinya sembari berbincang-bincang.
Sungguh ini merupakan pengalaman langka untuk mereka di hidup kota. Apalagi di zaman sekarang di mana untuk bisa duduk bersama sembari bertatap muka semakin sulit dilakukan.
Terlebih karena terjadi pandemi covid-19. Juga karena banyak orang lebih asyik dan sibuk berkutat dengan HP-nya.
Namun tidak demikian dengan umat Stasi Pyansa. Aura kebersamaan itu terasa indah. Berbagi dalam kekurangan dan bisa berkumpul bersama untuk berbagi suka duka dalam bertani.
Saya sangat bahagia bisa berkumpul bersama mereka dalam kesederhanaan hadirnya cinta.