Merawaat dan Menerangi Dunia

0
385 views

Selasa 13 Juni 2023

  • 2 Korintus 1: 18-22
  • Mazmur 119:129,130,131,132,133,135
  • Matius 5:13-16;

“AKU mendengar panggilan Tuhan untuk meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Kristus ke tempat-tempat kumuh dan melayani Dia di dalam diri orang-orang yang termiskin di antara kaum miskin,” kata Bunda Teresa dari Kalkuta.

Bunda Teresa dikenal dunia sebagai pahlawan kemanusiaan, seorang yang rela membaktikan diri seutuhnya kepada orang-orang yang termiskin dari mereka yang miskin.

Ia bersama para biarawati dalam komunitasnya, merawat orang-orang miskin yang terbuang di jalan, yang tubuhnya bagaikan tulang belulang berbungkus kulit yang tak mampu lagi berjalan.

Dalam sebuah wawancara, seorang wartawan mengatakan kurang lebih demikian kepada Bunda Teresa, “Betapa luar biasanya karya Anda. Tapi sejujurnya, sekalipun saya diberi uang satu juta dollar, saya tak akan mau melakukan apa yang Anda lakukan.”

Namun Bunda Teresa menjawab, “Saya pun tidak akan melakukan ini untuk uang satu juta dollar….”

Lalu lanjut Bunda Teresa, “Sebab saya tidak melakukan semua ini untuk uang, namun untuk Tuhan; karena saya melihat Tuhan saya di dalam wajah-wajah mereka yang miskin dan terbuang ini…. Dan ini mendorong saya untuk berbuat sesuatu…”

Perbuatan kasih kepada sesama adalah sebuah panggilan untuk melayani Tuhan. Karena dalam diri kita ada kekuatan yang dikaruniakan Allah yakni menjadi garam dan terang bagi sesama.

Seperti yang tertulis dalam bacaan Injil hari ini,

“Kalian adalah garam dunia. Kalau garam menjadi tawar, mungkinkah diasinkan kembali?

Tidak ada gunanya lagi, melainkan dibuang dan diinjak-injak orang.

Kalian adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas bukit tidak dapat disembunyikan.”

Yesus menggunakan garam sebagai metafora kepada umat-Nya, bahwa mereka harus memiliki rasa dan membuat rasa kepada orang-orang dimana mereka berada.

Sebagaimana halnya garam, maka Yesus mendorong kita untuk memberikan pengaruh yang baik, memelihara dan memurnikan dunia ini.

Mereka diminta agar tetap sebagai garam dan terang kendati mereka dimusuhi.

Mereka diharapkan berteguh dalam kesulitan. Kalau hal ini dihayati dengan penuh iman, inilah yang bakal membuat mereka ikut disebut “berbahagia”.

Perutusan para murid disimbolkan dengan garam dan terang.

Garam itu seharusnya meluas, tidak menyempit. Hidup sebagai terang seharusnya terpancar ke luar, bukan hanya ke dalam.

Bagaimana dengan diriku?

Apakah aku masih mencari diri sendiri dan kelompok sendiri, daripada melebur dengan sesama?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here