Renungan Harian
14 Februari 2021
Minggu Biasa VI
Bacaan I: Im. 13: 1-2. 44-46
Bacaan II: 1Kor. 10: 31-11: 1
Injil: Mrk. 1: 40-45
DALAM beberapa tahun belakang ini, ada kebiasaan anak-anak sekolah menengah merayakan kelulusan dengan kehebohan luar biasa. Mereka memenuhi baju seragam mereka dengan tanda tangan teman-temannya.
Namun sering terjadi mereka sekedar memenuhi baju seragam mereka dengan corat-coret yang tidak jelas. Setelah memuaskan diri dengan aksi corat-coret mereka mengadakan konvoi menggunakan kendaraan bermotor yang bising.
Apa yang mereka lakukan kerap kali menimbulkan gangguan bagi masyarakat sekitar sekolah atau yang dilalui konvoi mereka.
Bukan hanya soal kebisingan, tetapi juga kemacetan yang ditimbulkan oleh konvoi mereka dan tidak jarang timbul tawuran antar pelajar.
Meluapkan kegembiraan karena mereka dinyatakan lulus sudah pasti tidak salah, yang menjadi masalah adalah cara meluapkan kegembiraan.
Ada tata aturan dan keadaban yang dilanggar oleh anak-anak sekolah yang meluapkan kegembiraan.
Sering kali menimbulkan keprihatinan adalah mereka sebenarnya tidak tahu mengapa mesti meluapkan kegembiraan dengan cara seperti itu; umumnya mereka melakukan itu karena ikut-ikutan atau “tradisi”.
Akhir-akhir ini beberapa sekolah mengajak peserta didik yang merayakankelulusan dengan cara yang lebih baik.
Mereka diajak untuk sujud syukur pada Allah, mengucapkan terima kasih kepada para guru dan kepada orang tua.
Mereka diajak untuk menikmati pengalaman syukur itu dan menyadari pengalaman syukur itu adalah anugerah.
Dalam banyak peristiwa bagaimana seseorang mengungkapkan kegembiraannya dengan cara yang berlebihan sehingga kegembiraan itu cepat lenyap seiring berakhirnya pesta syukur yang dilakukan.
Pengalaman kegembiraan itu tinggal mendalam tetapi menjadi sulit dicari jejaknya di dalam diri.
Sebagaimana sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan St. Markus, orang kusta yang disembuhkan mengungkapkann kegembiraannya dengan mengabarkan peristiwa itu kemana-mana padahal ia sudah dilarang keras memberitakan peristiwa itu dan harus melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut hukum.
Kegembiraan yang luar biasa dengan tidak menjalankan yang seharusnya dijalankan menjadikan banyak orang yang seharusnya menerima berkat Tuhan seperti dirinya menjadi terhambat.
Kegembiraan yang seharusnya menjadi kabar gembira bagi banyak orang dan semakin banyak orang menerima rahmat bila tidak dijalankan sebagaimana mestinya justru menghambat orang lain bertemu dengan Tuhan. “Sehingga Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota. Yesus tinggal di luar kota di tempat-tempat yang sepi.”
Bagaimana dengan aku?
Bagaimana caraku mengungkapkan kegembiraanku?