ARAH Dasar (Ardas) menjadi elemen yang sangat penting bagi tumbuh kembang sebuah Keuskupan.
Menjadi penting, karena dengan memiliki ardas seluruh kegiatan pastoral akan berpijak pada visi-misi yang jelas, fokus dan terukur.
Karya pastoral, dengan begitu, akan menjadi efektif dan efisien.
Penggunaan ardas sebagai road map dalam karya pastoral boleh dikatakan masih tergolong baru dalam sejarah Gereja Keuskupan Sintang.
Bila kita membuka kembali buku kenangan 50 tahun Keuskupan Sintang, di sana kita akan menemukan bahwa tahun 1998 menjadi saat di mana untuk pertama kalinya, lewat pertemuan Dewan Imam Keuskupan Sintang (Dikang) di Nanga Pinoh, Gereja Keuskupan Sintang menetapkan Arah Dasar Keuskupan.
Mengingat keberadaannya yang sangat penting, sejak saat itu Keuskupan Sintang selalu menetapkan terlebih dahulu bagi dirinya sebuah arah dasar sebagai pedoman bagi karya pastoral.
Refleksi
Artikel ini ditulis sebagai sebuah permenungan kembali atas ardas dengan secara khusus menjadikan ragam rumusan visinya sebagai titik berangkat.
Untuk mau mengatakan bahwa artikel ini bukanlah sebagai sebuah evaluasi secara mendetil terhadap sejauh mana isi ardas sudah diimplementasikan.
Iman yang dinamis
Ragam rumusan visi ardas saya jadikan sebagai titik berangkat karena di sana tersaji dengan gamblang bagaimana dinamika Gereja Keuskupan Sintang mengarungi peredaran waktu.
Bahwa dalam visi-visi tersebut tergambar dinamika Gereja Keuskupan Sintang hendak menunjukkan bahwa Gereja Keuskupan Sintang memandang diri serta iman yang dihayatinya sebagai sesuatu yang dinamis.
Ardas Keuskupan 2012-2016 secara khusus menyinggung soal kedinamisan iman tersebut.
Poin penting yang hendak ditekankan, sebagaimana tertuang dalam pemaparan visi-misi ardas 2012-2016, ialah bahwa iman yang dinamis bukanlah iman yang berubah-ubah mengikuti perkembangan zaman.
Apalagi mengalah demi mengikuti perubahan zaman.
Iman yang dinamis ialah iman yang memiliki cara dan prioritas yang berbeda-beda dalam mewujudkan kerajaan Allah.
Alasan mengapa iman itu harus dinamis karena ia harus mendapatkan wujudnya dalam peri hidup dan perilaku sehari-hari, maka iman selalu dihadapkan dengan kenyataan-kenyataan hidup sehari-hari yang beraneka ragam dan berubah-ubah, baik di bidang teknologi, sosial, ekonomi, politik, budaya, nilai hidup dan moralitas, serta lingkungan alam.
Gereja memang sudah seharusnya menyesuaikan diri dengan situasi yang beraneka ragam dan berubah-ubah.
Namun, agar penyesuaian itu sendiri tidak membuat Gereja mengingkari jati dirinya sebagai sakramen keselamatan bagi dunia, maka tuntunan dan bimbingan Roh Kudus sangatlah dibutuhkan.
Dan juga, karena penyesuaian itu terjadi dalam sebuah konteks budaya lokal, maka sudah seharusnya juga Gereja tak pernah boleh mengabaikan keberadaan konteks tersebut yang menjadi tempat baginya untuk bertumbuh dan berkembang.
Budaya dan adat sebagai locus
Gereja Keuskupan Sintang sendiri sudah menyadari betapa penting bimbingan Roh Kudus. Juga sudah menyadari pentingnya keberadaan budaya dan adat istiadat setempat sebagai locus untuk menghadirkan Kerajaan Allah.
Akan tetapi, kedua unsur tersebut tidak selalu dituangkan secara langsung dalam semua rumusan ardas.
Kita tentu bisa memahami mengapa bisa demikian.
Seperti sudah dikatakan di atas, Gereja harus menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman yang senantiasa berubah tanpa harus kehilangan jatidirinya.
Semangat penyesuaian inilah yang kemudian menjadikan setiap rumusan ardas Keuskupan memiliki kekhasan dan penekanannya masing-masing.
Betapa pun Gereja harus menyesuaikan diri, kedua unsur di atas, dalam hemat saya, sedapat mungkin jangan diabaikan oleh Gereja.
Terutama dalam merumuskan visi ardas Keuskupan.
Hal-hal yang lain tentu saja tidak kalah pentingnya. Namun sekali lagi, kedua hal tersebut sedapat mungkin ditampilkan dalam penyusunan visi ardas Keuskupan.
Berpijak untuk melangkah ke depan
Artikel ini sendiri ditulis dengan maksud untuk menunjukkan mengapa kedua unsur tersebut penting untuk dituangkan dalam rumusan visi ardas.
Karena itu, dua topik utama berikut akan menjadi fokus permenungan dalam artikel ini tentang:
1) Peran Roh Kudus.
2) Gereja dan Kebudayaan Manusia.
Pada bagian terakhir akan saya tambahkan sedikit berkaitan dengan model pendekatan yang dapat kita gunakan dalam menyelami dan menggali kekayaan budaya lokal.
Ragam rumusan visi Ardas Keuskupan Sintang
Sebelum masuk pada kedua topik pokok tulisan ini, saya ingin mengajak kita untuk terlebih dahulu melihat ragam rumusan visi arah dasar Keuskupan.
Ini menampilkan kepada kita bagaimana dinamika Gereja Keuskupan Sintang.
1998-2000:
Gereja Keuskupan Sintang sebagai persekutuan umat Allah yang tumbuh dan berkembang di tengah adat istiadat, budaya setempat dan arus globalisasi, mengikuti Yesus Kristus dengan beriman mendalam, mandiri dan memasyarakat, mendunia dan misioner.
2002-2006:
Umat Allah Keuskupan Sintang dalam bimbingan Roh Kudus bercita-cita mengikuti Yesus Kristus dengan beriman mendalam dan mandiri, mewujudkan citra ilahi di tengah arus globalisasi, budaya dan adat istiadat setempat untuk menghadirkan Kerajaan Allah.
2007-2011:
Umat Allah Keuskupan Sintang dalam bimbingan Roh Kudus bercita-cita mengikuti Yesus Kristus dengan beriman mendalam dan mandiri, mewujudkan citra ilahi di tengah arus globalisasi, budaya dan adat istiadat setempat untuk menghadirkan Kerajaan Allah.
2012-2016:
Gereja Keuskupan Sintang adalah komunitas kaum beriman akan Yesus Kristus, yang dinamis dan terlibat aktif dalam mewujudkan tugas perutusannya untuk memulihkan martabat manusia dan keutuhan ciptaan.
2017-2021:
Gereja Katolik Keuskupan Sintang, sebagai persekutuan umat Allah, bercita-cita membangun kerajaan Allah, dalam hidup menggereja dan bermasyarakat, melalui tugas perutusan sebagai nabi, imam, dan raja, demi keselamatan manusia.
Komentar dan usulan
Dari rumusan-rumusan visi ardas di atas, jika hendak diberi komentar singkat berkaitan dengan ada-tidaknya kedua unsur yang menjadi pokok permenungan dalam artikel ini, maka:
- Hanya rumusan visi Ardas 2002-2006 dan 2007-2011 yang memasukkan keduanya.
- Visi Ardas Keuskupan 1998-2000 sudah memasukkan, meski hanya salah satu unsur.
- Kedua unsur tersebut tidak dijumpai dalam rumusan visi Ardas 2012-2016 dan 2017-2021.
Oleh karena saya rasa sebagai hal yang penting untuk memasukkan kedua unsur tersebut dalam setiap rumusan visi Ardas Keuskupan, maka terhadap rumusan-rumusan visi ardas yang sudah ada, kecuali visi ardas 2002-2006 dan 2007-2011,
Lalu saya mengusulkan demikian:
1998-2000:
Gereja Keuskupan Sintang sebagai persekutuan umat Allah yang (dalam bimbingan Roh Kudus) tumbuh dan berkembang di tengah adat istiadat, budaya setempat dan arus globalisasi, mengikuti Yesus Kristus dengan beriman mendalam, mandiri dan memasyarakat, mendunia dan misioner.
2012-2016:
Gereja Keuskupan Sintang adalah komunitas kaum beriman akan Yesus Kristus, yang dinamis dan terlibat aktif, (dalam bimbingan Roh Kudus), mewujudkan tugas perutusannya (di tengah budaya dan adat istiadat setempat) untuk memulihkan martabat manusia dan keutuhan ciptaan.
2017-2021:
Gereja Katolik Keuskupan Sintang, sebagai persekutuan umat Allah, (dalam bimbingan Roh Kudus) bercita-cita membangun kerajaan Allah, (di tengah budaya dan adat istiadat setempat), dalam hidup menggereja dan bermasyarakat, melalui tugas perutusan sebagai nabi, imam, dan raja, demi keselamatan manusia. (Berlanjut)