Mereka

0
308 views
Ilustrasi - Pertemuan dua sahabat. (Ist)

Renungan Harian
Selasa, 14 Juni 2022
Bacaan I: 1Raj. 21: 17-29
Injil: Mat. 5: 43-48

SUATU ketika sepulang misa pagi, saya ngobrol dengan salah seorang anak OMK yang masih duduk di SMA.

Saya bertanya kepadanya apakah seseorang yang saya sebut namanya adalah teman dia, karena saya tahu bahwa anak itu juga sekolah di SMA yang sama dan lagi angkatan yang sama.

Anak itu bertanya memperjelas nama orang yang saya sebut tadi karena menurutnya ada beberapa anak dengan nama panggilan yang sama.
 
Beberapa hari kemudian saat bertemu kembali anak itu menyampaikan bahwa anak yang saya tanyakan benar satu sekolah dan satu kelas dengannya.

Akan tetapi yang menarik adalah anak itu menyebut bahwa anak yang saya tanyakan adalah bukan temannya.

“Lho dia kan satu kelas denganmu kenapa kamu mengatakan dia bukan temanmu?” tanyaku memperjelas.

“Pastor, dia memang satu sekolah dan satu kelas dengan saya, tetapi dia bukan teman saya. Dia punya teman sendiri dan saya tidak pernah main dengan mereka,” jawabnya memberi penjelasan.
 
Apa yang dikatakan anak itu bahwa dia bukan temanku meski satu kelas, ternyata terjadi pada anak-anak muda yang lain.

Saat saya bertanya tentang seorang anak yang saya tahu satu kelas dengannya dia juga memberi jawaban yang kurang lebih sama dengan anak yang saya temui sebelumnya.
 
Anak-anak itu sepertinya merumuskan siapa yang disebut temannya adalah mereka yang dekat dan atau yang sering main bersama dengannya. Anak-anak itu tidak merasa bahwa seseorang dalam satu kelas adalah temannya.

Bahwa orang ini atau orang itu berada dalam kelas yang sama, tetapi hanya sebatas sebagai orang yang ada dalam kelas yang sama.

Anak-anak ini tanpa sadar atau berada dalam “budaya” di mana sudah memisahkan antara kami dan mereka, saya dan mereka.

Pengkotak-kotakan ini entah disadari atau tidak, tidak jarang membuat sebuah permusuhan bersama atau sering kali semua harus bersama.

Ketika salah satu kelompok masuk suatu sekolah maka akan bersama-sama masuk sekolah yang sama demikian juga dalam berkegiatan.
 
Lepas dari apakah yang terjadi mengarah ke arah positif atau negatif apa yang terjadi menimbulkan keprihatinan.

Ketika sejak muda sudah mengkotak-kotakan diri, maka akan membentuk perkumpulan yang eksklusif.

Mereka hanya akan berpikir akan diri dan kelompoknya.

Amat sulit membongkar sebuah perkumpulan yang eksklusif semacam itu. Dan dampak buruk yang muncul adalah adanya perpecahan meski tidak harus diartikan saling bermusuhan.
 
Sabda Tuhan hari ini sejauh diwartakan dalam Injil Matius kiranya mengajak kita semua untuk keluar dari “budaya” pengelompokkan-pengelompokkan eksklusif.

Warta hari ini mengajak semua dari kita untuk membangun “budaya” inklusif membangun jembatan-jembatan yang menghubungkan satu sama lain dalam kasih persaudaraan.

“Kalian telah mendengar bahwa disabdakan, “Kasihilah sesamamu manusia, dan bencilah musuhmu.”

Tetapi Aku berkata kepadamu: “Kasihilah musuh-musuhmu, dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kalian. Karena dengan demikian kalian menjadi anak-anak Bapamu yang di surga.”
 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here