Merenungi Makna ‘Pulang’ (2)

0
2,189 views

sesawi | SESAWI.NET

MENURUT Pri GS, yang senantiasa “menggoda  Indonesia” di Radio Smart FM setiap Jumat Malam, pernah berbicara tentang “perjalanan ke rumah.” 

 

Pertama, adalah perjalanan ke tempat Ibadat. Dalam dirinya ada kerinduan berjumpa dengan Tuhan. Kedua, adalah perjalanan ke tempat kerja. Dalam aktivitas kerja, manusia mencari nafkah untuk keluarga. Yang ketiga adalah perjalanan ke rumah.

Inilah yang merupakan perjalanan yang sungguh penuh getaran-getaran cinta. Sebab di sana ada kerinduan akan berjumpa dengan orang-orang nyata, yaitu  yang ia cintai.

Homerus (850 -? BC) dalam Odyssey melukiskan  bahwa peristiwa pulang ke rumah adalah suatu petualangan yang penuh dengan suka-duka, melewati onak-duri, tantangan-godaan, riak-gelombang namun akhirnya menemukan kebahagiaan setelah berjumpa dengan keluarganya:  istrinya Pennelope dan anaknya Thelemachus di Ithaka. Pengalaman Odysseus selama 10 tahun adalah  sebuah petualangan  spiritual (sanctuary).

Hujan emas di negeri sendiri
Memang benar apa yang dikatakan pepatah, dalam Buku Peribahasa tulisan Annisa Mutia “Hujan emas di negeri orang, hujan batu di negeri sendiri” yang berarti sebaik-baiknya negeri orang lain, lebih baik negeri sendiri.

Pemazmur menulis syair yang sangat indah untuk memaknai kecintaan pada kampung halamannya, “Di tepi sungai-sungai Babel, di sanalah kita duduk sambil menangis, apabila kita mengingat Sion. Pada pohon-pohon gandarusa di tempat itu kita menggantungkan kecapi kita.

Sebab di sanalah orang-orang yang menawan kita meminta kepada kita memperdengarkan nyanyian, dan orang-orang yang menyiksa kita meminta nyanyian sukacita: ‘nyanyikanlah bagi kami nyanyian dari Sion?’ Bagaimanakah kita menyanyikan nyanyian Tuhan di negeri asing?” (Mzm 137: 1 – 4).  Di dalam rumahnya sendiri, seseorang bisa mengungkapkan secara penuh seperti apa yang diceriterakan oleh Laura Ingall Wilder dalam Little House on the Prairie.

Kata Pendahuluan dari salah satu buku Catatan Pinggir ditulis oleh Ignas Kleden. Penulis mengatakan bahwa setiap penulis memiliki “rumah”-nya sendiri-sendiri. Demikian pula dengan Gunawan Mohamad. Gaya penulisannya sudah terpateri, sehingga tidak mungkin pulang ke “rumah lain”.

Peristiwa ini juga saya amati dalam dunia burung dan kelelawar. “Rumah” Burung walet (collacalia fuciphaga) yang terletak di kebun Wisma Lorenzo Sentrum Kateketik – Lotta (Manado)  mengajariku untuk memaknai arti kepulangan.

Burung-burung itu setiap pagi terbang dari “rumah” entah ke mana, tetapi pada sore menjelang malam hari, mereka pulang dan masuk ke “rumah”. Hal yang sama juga saya lihat kelelawar-kelelawar (pterocarpus edulis) yang jumlahnya ribuan, bahkan jutaan  yang bergantungan  di pohon-pohon di tengah laut kepulauan Rinca (Nusa Tenggara Timur).

Setiap magrib kelelawar-kelelawar itu terbang untuk mencari makan dan menjelang subuh, mereka  pulang ke “rumah” untuk istirahat. Burung dan kelelawar akan kembali ke “rumah”-nya masing-masing, meskipun pergi entah ke mana.

Pulang ke Bapa
Akhir dari peziarahan kita di dunia ini adalah pulang ke rumah Bapa.   Pepatah Latin yang berbunyi, “Hodie mihi, cras tibi” yang artinya, hari ini aku, besok kamu.

Ungkapan ini hendak menunjukkan kepada kita bahwa kematian menuju rumah Bapa adalah sesuatu yang pasti. Yesus sendiri bersabda, “Janganlah gelisah hatimu: percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal.” (Yoh 14: 1 – 2 ).

Ketika mengadakan perjalanan di Medan, saya menemui makam-makam yang indah nan megah di pinggiran jalan besar. Guide yang menemaniku dalam perjalanan mengatakan bahwa  anak-anak membangun makam tersebut sebagai tempat peziarahan terakhir di dunia bagi orang tuanya.

Oleh karena itu, jika seseorang meninggal di tempat lain, keluarga berharap jenazahnya bisa “pulang” dan beristirahat kekal di kampung halaman. Bersama Agustinus (354 – 430), mari kita mengakhiri peziarahan kita untuk kembali ke rumah Bapa, “Engkau telah menciptakan kami untuk Diri-Mu sendiri; dan hati kami takkan tenang sebelum beristirahat dalam Dikau.”  (Bdk. Confesiones 3, 6, 11).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here